Dokter Arif Rahmat: Tak Sekadar Pentingkan Estetika, Bedah Plastik Perlu Penanganan Apik

Perlu diingat bahwa bedah plastik atau operasi plastik tidak identik dengan prosedur agar wajah tampak lebih cantik

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 28 Apr 2021, 11:45 WIB
dr. Arif Rahmat Muharram, M.Ked.Klin., Sp.BP-RE. Foto: Dokumentasi Arif Rahmat Muharram.

Liputan6.com, Jakarta - Dunia bedah plastik sudah menjadi keseharian dr. Arif Rahmat Muharram, M.Ked.Klin., Sp.BP-RE sejak 2019. Pria lulusan Universitas Airlangga, Surabaya, Jawa Timur ini mengaku memilih jurusan bedah plastik karena masih sedikit peminatnya.

“Saya dari 2019, dulu milih (jurusan bedah plastik) karena masih sedikit sih orangnya, itu aja," Begitu kata Dokter Spesialis Bedah Plastik, Rekonstruksi, dan Estetika dari D'Elegance Surgery Clinic, Jakarta, itu saat berbincang dengan Health Liputan6.com melalui sambungan telepon pada Selasa, 23 Februari 2021.

Setelah terjun ke dunia bedah plastik, ia melihat masih banyak masyarakat awam yang mengaitkan bedah plastik dengan operasi wajah agar terlihat lebih cantik. Lebih dari itu, operasi plastik pada dasarnya dilakukan guna memperbaiki bagian tubuh, terutama wajah, agar berfungsi optimal.

Lebih lanjut Arif, menjelaskan,"Akar dari bedah plastik sendiri adalah rekonstruksi atau mengembalikan bentuk bagian tubuh yang tidak sesuai. Jadi, bedah plastik estetika itu sebenarnya anak dari rekonstruksi.".

Menurut Arif, bedah plastik memiliki enam divisi yang meliputi luka bakar, kraniofasial (kelainan tulang wajah), bedah mikro, bedah tangan (akibat kecelakaan atau bawaan), genitalia externa (operasi kelamin), dan kelainan kongenital seperti bibir sumbing dan celah langit-langit mulut.

Sedangkan operasi plastik yang bertujuan untuk memperindah bentuk wajah atau tubuh seperti memancungkan hidung, memperlancip dagu, dan membuat rahang menjadi tirus, termasuk dalam bedah plastik estetika.

Sejauh ini, permintaan bedah plastik estetika dan rekonstruksi terbilang sama, kata Arif. Dari keduanya, tidak ada salah satu yang mendominasi.

“Pada dasarnya, dokter bedah plastik mengerjakan dua-duanya. Rekonstruksi pasiennya banyak, estetik juga pasiennya banyak tergantung profiling pasien. Kalau di rumah sakit umum banyaknya mengerjakan rekonstruksi, kalau di klinik lebih banyak estetik,” ujarnya.

Walau demikian, jika dibanding negara lain, Indonesia disebut Arif merupakan salah satu negara dengan jumlah dokter bedah plastik yang terbilang sedikit. Hingga 2020, Arif memperkirakan jumlah dokter bedah plastik di Indonesia hanya 240 orang.

“Berarti satu dokter bedah plastik melayani 1,2 juta pasien, kasarnya begitu, ya. Jadi, kalau dibilang kurang, sih, iya banget. Yang paling banyak mungkin Amerika dan Eropa, ya,” kata Arif.

Simak Video Berikut Ini


Syarat Bedah Plastik Estetika

dr. Arif Rahmat Muharram, M.Ked.Klin., Sp.BP-RE. Foto: Dokumentasi Arif Rahmat Muharram.

Dalam kesempatan tersebut, dokter yang juga berpraktik di Rumah Sakit Haji Jakarta ini membahas tentang siapa saja yang bisa melakukan bedah plastik estetika.

“Untuk bedah plastik estetik semua orang bisa selama memenuhi syarat, seperti tidak ada diabetes atau diabetesnya terkontrol, tidak ada gangguan psikologi yang merasa penampilan selalu jelek, itu akan kita tolong,” kata Arif.

Bagi anak-anak yang ingin melakukan bedah plastik estetika, biasanya Arif tidak mengerjakan karena anak-anak tidak memiliki kemandirian untuk mengambil keputusan. Kecuali, ada kelainan seperti kelopak matanya jatuh.

“Jadi, selain estetika, itu juga buat fungsi, kan. Takutnya matanya tertutup kelopak mata. Akan tetapi kita utamakan yang sudah bisa mengurus diri sendiri. Mungkin kalau di Indonesia, usia 21 ya. Kalau di bawah itu tentu harus ada persetujuan orangtua,” Arif menambahkan.

Arif, melanjutkan, sebelum melakukan operasi, pasien harus melalui tahap skrining guna memastikan apakah pasien tersebut memiliki harapan yang realistis. Jika tidak, dikhawatirkan mereka tidak akan puas dengan hasil bedahnya.

Dokter yang juga berpraktik di RS DIK Pusdikkes TNI AD Kramat Jati Jakarta Timur ini menyampaikan bahwa operasi yang dilakukan berulang bukan berarti karena pasiennya ketagihan. Melainkan, ketika menggeser suatu keseimbangan, ada bagian yang mencari keseimbangan baru.

“Misalnya, setelah memancungkan hidung maka daerah sekitarnya akan seperti tertinggal seperti daerah pipi seperti amblas padahal bukan ambles, itu karena hidungnya dinaikkan maka keseimbangannya bergeser," ujarnya.


Persiapan Bagi Pasien yang Hendak Operasi Plastik

dr. Arif Rahmat Muharram, M.Ked.Klin., Sp.BP-RE. Foto: Dokumentasi Arif Rahmat Muharram.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pasien sebelum menjalankan operasi plastik. Misal dalam prosedur operasi sedot lemak untuk mengecilkan perut.

“Pertama, selama dua minggu sebelum operasi, hentikan dulu rokok, kopi, teh, dan suplemen pengencer darah,” kata Arif.

Kemudian, satu minggu sebelum operasi, sudah harus mulai menyiapkan barang atau perlengkapan seperti baju bersih agar tidak menyulitkan ketika selesai operasi.

Satu hari sebelum operasi, pasien harus berpuasa dan cek kesehatan di laboratorium. Jika semua sudah siap dan hasil pemeriksaan laboratoriumnya bagus, operasi sudah bisa dilakukan.

“Hari pertama kita pasang selang kemudian konsultasi ke dokter, hari ketiga jika produksinya kurang dari 30 cc per 24 jam baru kita lepas selangnya, dan hari ke-14 kita lepas jahitan,” Arif menambahkan.


Luka Pasca Operasi

dr. Arif Rahmat Muharram, M.Ked.Klin., Sp.BP-RE. Foto: Dokumentasi Arif Rahmat Muharram.

Terkait cara merawat luka sesudah bedah plastik, dokter yang juga pencinta dunia penerbangan ini menjelaskan bahwa ada dua jenis luka, yakni luka akut dan luka kronis.

“Untuk operasi itu pasti luka akut, luka yang bisa kita perkirakan kapan sembuhnya. Kalau luka kronis seperti luka diabetes dan luka bakar dengan diabetes itu kita tidak bisa menjanjikan kapan sembuh," katanya.

Namun, lanjutnya, dokter perlu membuat garis waktu terkait penanganan luka, apakah harus operasi penutupan luka atau tidak.

Bagi pasien estetika, misal yang telah melakukan operasi hidung, biasanya dokter merekomendasikan untuk kontrol rutin agar lukanya dapat dirawat dan dibersihkan.

“Bukan karena dokternya cari duit tapi karena pasien takut untuk merawatnya. Takutnya, kita sudah cape-cape operasi, pasien bayar mahal, gara-gara pasien takut membersihkan luka malah jadi jebol,” Arif menekankan.


Tergabung Dalam Program Operasi Bibir Sumbing Gratis

dr. Arif Rahmat Muharram, M.Ked.Klin., Sp.BP-RE (Kiri). Foto: Dokumentasi Arif Rahmat Muharram.

Dalam menjalani kariernya sebagai dokter, Arif tidak lupa berbagi dalam bentuk bakti sosial. Salah satu program yang dia ikuti sesuai keahliannya adalah operasi bibir sumbing gratis.

Menurutnya, bagi anak-anak yang lahir dengan bibir sumbing, penanganan tepat sejak dini perlu diberikan agar tidak berpengaruh pada kemampuan komunikasinya.

Oleh sebab itu, dia dan rekan sejawat yang tergabung dalam Perhimpunan Ahli Bedah Plastik Indonesia mencanangkan program operasi gratis bagi para bayi yang lahir dengan bibir sumbing dan celah langit-langit mulut.

“Program bibir sumbing gratis ini adalah kerja sama Perhimpunan Ahli Bedah Plastik Indonesia. Sistemnya seperti operasi terjun payung. Jadi, kita operasi, lepas jahitan, selesai," katanya.

Operasi ini dilakukan di seluruh Indonesia dan setiap orangtua dapat mendaftarkan anaknya ke rumah sakit dengan dokter bedah plastik yang tergabung dalam program ini atau melalui alamat bit.ly/clppusdikkes.

“Semuanya gratis, paling bayar ongkos pulang pergi rumah sakit aja,” ujarnya.

Dalam satu minggu, Arif biasanya menangani satu sampai dua orang anak saja. Namun, dalam program besar enam bulan sekali, biasanya pasien yang datang bisa sampai 40 hingga 50 orang.


Penanganan yang Tepat untuk Pasien Bibir Sumbing

dr. Arif Rahmat Muharram, M.Ked.Klin., Sp.BP-RE (Kanan). Foto: Dokumentasi Arif Rahmat.

Dalam operasi bibir sumbing, waktu atau durasi yang dibutuhkan Arif untuk satu pasien adalah sekitar 50 menit. Jika ditambah dengan proses bius, total durasi penanganannya menjadi 1,5 jam.

“Kalau untuk operasi celah langit-langit itu agak lebih lama biasanya 1,5 hingga 2 jam. Yang lebih lama lagi kalau saya harus membetulkan hidung, itu bisa dua jam-an,” katanya.

Sejauh ini, lanjut Arif, masih banyak orang yang belum tahu atau baca tentang penanganan yang tepat bagi anak dengan bibir sumbing.

Padahal, penanganan yang tepat untuk operasi anak dengan bibir sumbing adalah pada umur 3 bulan. Di umur 3 bulan, anak perlu mendapatkan operasi bibirnya saja, belum dengan celah langit-langit mulut dan hidung.

“Umur 3 bulan ini dengan syarat beratnya harus 10 pon, kurang lebih 4,6 atau 4,8 kilogram. Kemudian, operasi dilanjutkan pada saat anak berumur 10 bulan dengan berat 10 kilo, baru kita operasi langit-langit,” katanya.

Pada usia 2, anak sudah mulai bisa berbicara kata-kata sederhana. Pada usia ini, anak tidak boleh diajarkan bicara dengan cara yang tidak fasih seperti kata 'susu' menjadi 'cucu'.

“Ini bisa bikin bindeng, kalau anak tidak dilatih dengan kata-kata yang sesuai nanti dia bisa bindeng,” Arif menjelaskan.

Pada usia 4, kemampuan bicara anak akan dievaluasi. Sebelumnya, sejak anak bisa bicara, anak perlu diajarkan mengenal kata-kata baik belajar dengan orangtua maupun dengan terapis.

Jika di usia 4 kemampuan bicaranya masih belum bagus, operasi lanjutan diperlukan. Bibir sumbing juga biasanya berpengaruh pada pertumbuhan gigi, gigi yang tumbuh secara tidak teratur membutuhkan penanganan dokter ahli gigi pada usia 6 untuk pemasangan behel.

“Pasang behel itu untuk melebarkan rahang agar di usia  8 atau 9 bisa diisi tulang di celah giginya sehingga gigi taring bisa tumbuh dari atas ke bawah,” kata dia.

Proses operasi masih belum selesai. Di usia 15, beberapa pasien bibir sumbing perlu menerima operasi perbaikan tulang pipi karena biasanya tulang pipi mereka tidak tumbuh sehinga diperlukan perbaikan di tulang rahang. Operasi lanjutan hanya dilakukan jika bibir masih sedikit miring.

Dalam kelancaran operasi bibir sumbing, orangtua memiliki peran penting agar dapat bekerja sama dengan dokter. Terkadang, Arif mendapat kendala bukan dari anak tapi dari orangtua atau nenek dan kakek anak tersebut. Akibat pengetahuan yang kurang, mereka cenderung khawatir jika anak umur 3 bulan sudah menjalankan operasi.

Padahal, usia tersebut adalah usia yang tepat dan menentukan keberhasilan operasi dan keadaan anak di masa depan.

"Kadang ada juga orangtua yang kurang berusaha, kita minta menaikkan berat badan anaknya tapi malah menyerah dan tidak melanjutkan prosedur operasi," katanya.

Maka dari itu, orangtua perlu yakin dan mengikuti segala arahan dokter agar tujuannya tercapai demi kebaikan anak.


Infografis Fenomena Operasi Plastik

Infografis Fenomena Operasi Plastik (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya