Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada Januari 2021 menapai Rp 45,7 triliun. Defisit ini terjadi karena pendapatan negara di bawah belanja.
Pendapatan negara pada Januari 2021 sebesar Rp 100,1 triliun yang berasal dari penerimaan pajak, kepabeanan dan cukai, serta Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Advertisement
Realisasi pendapatan negara pada Januari 2021 terutama ditopang dari peningkatan penerimaan kepabeanan dan cukai. Penerimaan perpajakan dan PNBP mengalami kontraksi karena aktivitas ekonomi dan harga minyak yang belum sepenuhnya pulih.
Penerimaan pajak negara pada Januari 2021 sebesar Rp 68,5 triliun, kepabeanan dan cukai Rp 12,5 triliun, serta PNBP sebesar Rp 19,1 triliun. Sementara itu, hibah nol
"Yang paling penting dalam APBN bulan Januari adalah sisi belanja karena APBN instrumen fiskal yang melakukan akselerasi pemulihan, dan terlihat di dalam belanjanya semua tumbuh positif dibandingkan Januari tahun lalu," ungkap Menkeu, Sri Mulyani Indrawati, dalam konferensi pers pada Selasa (23/2/2021).
Sementara belanja negara sebesar Rp 145,8 triliun. Ini terdiri dari belanja K/L sebesar Rp 48 triliun, belanja non K/L Rp 46 triliun. Kemudian Transfer Dana Ke Daerah (TKDD) yang terdiri dari transfer ke daerah sebesar Rp 50,3 trilin dan dana desa Rp 800 miliar.
"Kalau kita lihat breakdown, dana desa melonjak sangat tinggi Rp 800 miliar dibandingkan Rp 300 miliar tahun lalu, ini untuk mendukung rakyat menghadapi Covid-19 melalui BLT Desa," jelas Sri Mulyani.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Defisit APBN 2020 Nyaris Sentuh Rp 1.000 Triliun
Sebelumnya, Kementerian Keuangan mencatat defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sepanjang 2020 mencapai Rp 956,3 triliun atau 6,09 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Defisit ini lebih tinggi dibandingkan periode sama tahun 2019 sebelumnya yang hanya tercatat sebesar Rp348,7 triliun.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengungkapkan defisit sepanjang 2020 terjadi akibat penerimaan negara tak sebanding dengan belanja negara pemerintah. Di mana pendapatan negara hanya mencapai Rp1.633,6 triliun, sedangkan posisi belanja negara meningkat mencapai Rp2.589,9 triliun seiring dengan program pemulihan ekonomi nasional.
"Defisist 2020 mencapai Rp956,3 triliun. Angka ini lebih baik daripada angka yang kita tulis di Perpres 72 tahun 2020 yaitu lebih rendah Rp82,9 triliun dari Rp1.039,2 triliun," kata dia dalam APBN KiTa, di Jakarta, Rabu (6/1/2020).
Pendapatan negara hingga akhir 2020 sebesar 96,1 persen atau Rp1.633,6 triliun dari target Perpres 72/2020 sebesar Rp 1.699,9 triliun. Dibandingkan tahun lalu, total pendapatan ini mengalami penurunan 16,7 persen.
Sri Mulyani merincikan, penerimaan negara yang mencapai Rp1.633,6 triliun tersebut berasal dari pajak sebesar Rp1.1.070,0 triliun Kepabeanan dan cukai Rp212,8 triliun, PNBP Rp338 triliun, sedangkan hibah sebesar Rp12,3 triliun.
Sedangkan untuk belanja negara yang mencapai Rp2.589,9 triliun berasal dari belanja pemerintah pusat yang terdiri dari kementerian/lembaga (K/L) dan belanja non K/L sebesar Rp1.827,4 triliun, dan realisasi transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) sebesar Rp762 triliun.
Dengan realisasi tersebut, maka defisit anggaran APBN 2020 tercatat 6,09 persen atau setara Rp956,3 triliun terhadap PDB. Adapun dalam Perpres 72 Tahun 2020 defisit APBN diizinkan hingga mencapai Rp1.039,2 triliun atau sekitar 6,34 persen.
Advertisement