Liputan6.com, Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil mencermati isi Keputusan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2021 tentang Tim Kajian UU ITE yang disahkan 22 Februari 2021. Menurut Koalisi, hasil revisi UU ITE akan sama saja bila tidak melibatkan tim independen.
"Tim Independen dapat melihat implikasi UU ITE pada pelanggaran hak-hak asasi warga, seperti Komnas HAM yang selama ini menerima aduan terkait pelaporan pasal-pasal karet UU ITE," demikian siaran pers Koalisi Masyarakat Sipil seperti diterima Liputan6.com, Selasa (23/2/2021).
Advertisement
Selain Komnas HAM, Koalisi Masyarakat juga menilai, Komnas Perempuan menjadi bagian yang patut dilibatkan. Alasannya, Komnas Perempuan selama ini juga menerima aduan terkait laporan korban kekerasan gender yang justru dilaporkan dengan Pasal 27 ayat 1 dan Pasal 27 ayat 3 UU ITE saat memerjuangkan haknya sebagai korban.
"Selama ini pasal-pasal karet UU ITE menunjukkan lebih banyak digunakan oleh orang yang memiliki kuasa (penguasa, pengusaha, atau aparat), maka hampir dapat dipastikan pemillihan Tim Kajian UU ITE tanpa melibatkan unsur-unsur yang independen dikhawatirkan justru akan melanggengkan adanya pasal-pasal karet tersebut," tegas Koalisi Masyarakat Sipil.
Koalisi Masyarakat Sipil menilai, bila Tim Kajian UU ITE yang telah disahkan ini dilanjutkan, maka pembahasan yang terjadi diduga mengalami ketimpangan atau berat sebelah saat melakukan kajian.
"Saat menitikberatkan pada aspek legalistik formal dan mengabaikan/menutupi adanya situasi ketidakadilan yang selama ini timbul akibat diberlakukannya pasal-pasal karet di dalam UU ITE," ungkap koalisi.
Dengan adanya ketidakterlibatan Komnas HAM dan Komnas Perempuan, Koalisi Masyarakat Sipil meyakini komposisi Tim Kajian UU ITE bermasalah. Koalisi juga meyakini adanya pesan ketidakseriusan pemerintah dalam menjalankan permintaan Presiden Jokowi untuk menelaah adanya potensi ketidakadilan dalam UU ITE.
"Sulit rasanya bagi masyarakat sipil untuk berharap banyak pada Tim Kajian UU ITE jika melihat komposisinya yang tidak seimbang dan lebih banyak dari pihak pemerintah saja," ungkap koalisi.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Tuntutan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Tim Kajian UU ITE
Koalisi menyatakan, pasal karet dalam UU ITE memang nyata bermasalah dan telah memidana banyak jurnalis, aktivis pembela HAM, akademisi dalam menyampaikan ekspresi dengan mengedepankan fakta dan bermartabat namun justru dipenjarakan.
"Hal itu apat dilihat dari laporan Southeast Asia Freedom of Expression Network/SAFEnet yang dapat diakses oleh publik," demikian pernyataan koalisi.
Menyikapi tim kajian UU ITE, Koalisi Masyarakat Sipil memeberikan empat tuntutan, sebagai berikut:
1. Pemerintah harus melibatkan pihak-pihak independen seperti Komnas HAM dan Komnas Perempuan dalam Tim Kajian UU ITE.
2. Koalisi Masyarakat Sipil menolak tegas keberadaan tim yang lebih fokus bekerja untuk merumuskan kriteria implementatif pasal-pasal tertentu UU ITE. Pedoman interpretasi ini tidak akan menjawab akar persoalan dari permasalahan yang dihadapi bangsa ini akibat pasal-pasal karet UU ITE.
3. Mendesak Tim Kajian UU ITE ini untuk fokus menelaah keberadaaan pasal-pasal bermasalah di UU ITE terutama pasal-pasal karet dan mendorong revisi yang substantif terhadap pasal-pasal ini.
4. Mendorong tim kajian ini untuk melibatkan secara aktif para akademisi, korban, perempuan korban, aktivis, pembela HAM, dan kelompok media dalam kajian pasal-pasal UU ITE.
Sebagai informasi, Koalisi Masyarakat Sipil terdiri dari berbagai lembaga dan organisasi independen. Mereka terdiri dari LBH Pers, SAFEnet, YLBHI, ICJR, IJRS, ELSAM, LBH Jakarta, LBH Masyarakat, Greenpeace Indonesia, KontraS, Amnesty International Indonesia, PUSKAPA UI, Imparsial, AJI Indonesia, PBHI, Rumah Cemara, Koalisi Perempuan Indonesia, ICW, LeIpP, dan WALHI.
Advertisement