Daftar Aturan Turunan UU Cipta Kerja soal Kemudahan Usaha di BKPM

Pemerintah telah menyelesaikan peraturan pelaksana Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU CIpta Kerja)

oleh Liputan6.com diperbarui 24 Feb 2021, 13:00 WIB
Sejumlah konsumen menunggu di kantor BKPM, Jakarta, Senin (26/10/2015). Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) merupakan komitmen pemerintah demi memberikan pelayanan prima dan cepat kepada investor. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah telah menyelesaikan peraturan pelaksana Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja). Di mana terdapat 51 peraturan pelaksana yang terdiri dari 47 Peraturan Pemerintah (PP) dan 4 Peraturan Presiden (Perpres) yang semuanya sudah ditekan dan berjalan.

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia menyebut, terdapat empat peratauran pelaksanaa UU Cipta Kerja di lingkungan BKPM yang terkait langsung dengan perizinan berusaha. Pertama PP Nomor 5 Tahun 2021 tentang penyelenggaran izin berusaha berbasis risiko. Kedua PP Nomor 6 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan perizinan berusaha di daerah.

Selanjutnya, ketiga PP Nomor 7 Tahun 2021 tentang kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan UMKM dan terakhir Perpres Noor 10 Tahun 2020 tentang bidang usaha penanaman modal.

"Kita tahu semua di dalam PP Nomor 5 adalah bagian dari pada undang-undang Cipta Kerja. Kenapa karena PP inilah yang mengatur tentang norma standar prosedur dan kriteria dalam sistem pengolahan perizinan yang ada pada kementerian lembaga yang kesemuanya itu adalah berbasis OSS," katanya dalam konferensi pers virtual Implementasi Undang-Undang Cipta Kerja dalam Kemudahan Berusaha, Rabu (24/2).

Dia menjelaskan, ada empat ketentuan di dalam PP Nomor 5 Tahun 2021. Pertama Norma Standar Prosedur Kriteria (NSPK) perizinan berusaha bebas risiko dalam OSS merupakan aturan tunggal bagi pemerintah pusat pemerintah daerah dan pelaku usaha. "Jadi tidak ada lagi acuan-acuan lain dalam implementasi proses perizinan berusaha terkecuali adalah PP Nomor 5 tahun 2021," jelas dia.

Kedua, sistem OSS wajib digunakan oleh Kementerian Lembaga, pemerintah daerah, administrator, KEK, maupun badan pengusahaan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas (KPBPB), serta pelaku usaha. Di mana semua proses perizinan berusaha dilakukan dalam sistem OSS. Sebab secara kebetulan menurut PP pengelolaan OSS itu ada di BKPM.

"Jadi poin nomor 2 ini adalah jawaban dari keluh kesahnya pengusaha selama ini yang mengatakan bahwa mengurus izin lama, ketemu sama pejabat susah, biaya mahal, ini kata versi pengusaha nih. Dengan ini maka kita pangkas transparansi, kecepatan, kepastian dan pasti mudah. Dengan OSS ini bapak ibu semua yang penting izinnya lengkap pasti jalan," jelasnya.

 

Load More

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Selanjutnya

Seorang konsumen saat berada di loket Migas kantor BKPM, Jakarta, Senin (26/10/2015). Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) merupakan komitmen pemerintah demi memberikan pelayanan prima dan cepat kepada investor. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Ketiga, OSS dibagi dalam tiga subsistem. Pertama sistem pelayanan informasi, kedua perizinan berusaha, ketiga pengawasan. Dia menjelaskan subsistem informasi akan memuat informasi apa aja yang akan masuk, kemudian masuk di perizinan dan kemudian dilakukan pengawasan.

"Sistem OSS berbasis risiko ikan pada tanggal 2 Juni 2021. Saya ingin menggarisbawahi kemarin Kami sudah sepakat dengan pak menko Juli itu semua go. Tapi kami di BKPM akan melakukan tahapan proses proses uji coba dan pasti ada ada perbaikan perbaikan dari Maret April Mei Juni," jelas dia.

Keempat, pengawasan secara terintegrasi dan koordinasi antara kementerian lembaga, pemda kawasan ekonomi khusus, KPBPB melalui sistem OSS yang ada pasal 211 ayat 1 dan pasal 216 ayat 1

"Jadi bapak ibu semua dengan berbentuk OSS ini bentuk pengawasan monitoring yang dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah pusat kabupaten kota itu semua terjadwal. Jadi tidak bisa lagi serta merta tanpa schedule orang orang turun memeriksakan barang saja," jelasnya.

"Kita ingin PP Nomor 5 ini adalah PP jalan tengah antara keinginan pengusaha serta apa yang harus dilakukan pemerintah sebagai bagian integral dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional," tambahnya.

Dia menambahkan, perizinan berusaha berbasis risiko dibagi menjadi Empat. Pertama ada risiko rendah ini cukup dengan nomor induk berusaha atau NIB. Kedua risiko menengah itu terdiri hanya NIB dan sertifikat standar. Ketiga risiko menengah tinggi cukup NIB dan self declare dan verivikasi (SS). Keempat risiko tinggi, terdiri dari gabungan NIB, izin dan SS-nya.

"Untuk NIB biasanya dipakai untuk UMKM jadi tanpa perlu ada proses notifikasi yang jauh," jelasnya.

 

Dwi Aditya Putra

Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya