Liputan6.com, Jakarta - Tingkat elektronifikasi transaksi pemerintah daerah (Pemda) untuk DKI Jakarta menjadi yang tertinggi dari 34 provinsi yang ada. Dari skala 5, DKI Jakarta memiliki skala 4,4 yang artinya menjadi tercepat dan terbesar di seluruh Indonesia.
"Jakarta ini indeks elektronifikasi sudah sampai 4,4 dari 5. Itu indek tercepat dan terbesar dari provinsi lain," kata Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jakarta, Onny Widjanarko dalam Diskusi Online bertajuk Digitalisasi Perparkiran, Siapa Diuntungkan, Jakarta, Rabu (24/2).
Advertisement
Onny tak heran bila DKI Jakarta menjadi provinsi tercepat dalam elektronifikasi. Sebab inovasi di ibukota ini tidak pernah berhenti.
Salah satunya dalam hal penyediaan layanan transportasi yang terintegrasi dengan aplikasi. Bahkan ini akan terus berkembang dengan digitalisasi perparkiran.
"Sekarang parkir ini akan jadi bagian dari elektronifikasi transaksi pemerintah," kata dia
Ini menunjukkan program transaksi non tunai tidak hanya menyasar masyarakat. Melainkan juga kepada pemerintah dalam hal elektronifikasi transaksi.
"Jadi non cash progam sekarang ini bukan hanya buat masyarakat tapi juga buat Pemda," kata dia.
Hal ini sejalan dengan keinginan Presiden Joko Widodo yang meminta Bank Indonesia untuk mendorong proses transformasi digital. Dalam hal ini setidaknya ada 3 hal yang menjadi objek digitalisasi.
Mulai dari penyaluran bantuan sosial non tunai, elektronifikasi transaksi pemerintah daerah dan transportasi yang diarahkan ke sistem digital. Demi mempercepat proses tersebut, pemerintah membuat Tim Perluasan dan Percepatan Digitalisasi Daerah (TP2DD).
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pemerintah Bakal Tarik Pajak Transaksi Elektronik Perusahaan Asing
Pemerintah menyatakan akan tetap memungut pajak penghasilan (PPh) atau pajak transaksi elektronik (PTE) dari pelaku usaha perdagangan melalui sistem elektronik atau perusahaan digital asing yang beroperasi di Indonesia.
“Untuk PPh, ini lebih pada bagaimana settlement mengenai pembagian keuntungan,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Konferensi Pers Strategi Implementasi APBN 2021, Selasa (1/12/1010).
Sebagai informasi, saat ini pemerintah sudah menunjuk puluhan perusahaan digital asing sebagai pemungut, penyetor, dan pelapor pajak pertambahan nilai (PPN). Basis data PPN inilah yang akan digunakan otoritas fiskal untuk menarik PPh.
Menkeu mengatakan, pemerintah bisa menggunakan UU Nomor 2 Tahun 2020 sebagai landasan hukum untuk menarik PPh atau PTE dari perusahaan digital asing yang beroperasi di Indonesia.
“Kalau sekarang kita sudah bisa mendapatkan PPN-nya, dan kemudian juga ada UU mengenai perpajakan kita yang ada di dalam Ciptaker maupun Perppu, tentu secara estimasi kita bisa mengatakan income yang dia peroleh dari Indonesia bisa diestimasi berdasarkan pembayaran PPN-nya. Ini bisa saja dijadikan bahan sebagai teman-teman pajak untuk pemungutan PPh,” kata Sri Mulyani.
Menkeu berharap, konsensus pajak digital bisa segera mencapai kesepakatan. Sebab, hal itu akan memberikan kepastian dalam memungut pajak kepada wajib pajak (WP) asing. Jika hal itu belum disepakati, bukan berarti Indonesia tak bisa memungut pajak dari pihak asing.
“Kami berharap agreement bisa tercapai karena ini memberikan kepastian. Meski demikian, kalau tidak tercapai bukan berarti Indonesia tidak bisa memungut pajaknya," ujar Menkeu.
Meski begitu, Menkeu belum memberikan kepastian kapan tepatnya PPh atau PTE bisa mulai dipungut kepada perusahaan digital asing yang beroperasi di Indonesia. "Pemerintah Indonesia akan tetap melakukan pemungutan sesuai peraturan yang dimiliki," pungkas dia.
Advertisement