Liputan6.com, Bangkok - Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi menyatakan Indonesia siap berkomunikasi dengan semua pihak di Myanmar. Hal itu termasuk dengan militer Myanmar yang melakukan kudeta pada awal bulan ini terhadap Aung San Suu Kyi.
Pernyataan itu muncul setelah Menlu Retno batal pergi ke Myanmar. Ia juga sempat dikritik netizen Myanmar karena dianggap tidak membela rakyat setempat.
Baca Juga
Advertisement
"Penundaan ini tidak menyurutkan niat menjalin komunikasi dengan semua pihak di Myanmar. Sekali lagi dengan semua pihak di Myanmar termasuk dengan pihak militer dan pihak CRPH," ujar Menlu Retno dalam konferensi pers virtual, Rabu malam (24/4/2021).
CRPH merupakan Committee Representing Pyidaungsu Hluttaw. Komite itu mewakili parlemen Myanmar setelah ada kudeta militer.
Menlu Retno menjelaskan bahwa komunikasi dengan semua pihak dibutuhkan untuk membantu proses penyelesaian masalah. Ia menyebut posisi Indonesia tetap mengutamakan keselamatan rakyat Myanmar.
Selain itu, ia meminta semua pihak menahan diri, serta mendukung adanya "transisi demokrasi yang inklusif."
"Keselamatan dan kesejahtaraan rakyat Myanmar merupakan hal utama yang harus dilakukan. Keingingan rakyat Myanmar harus didengarkan," kata Menlu Retno.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Batal Kunjungi Myanmar
Usai demonstrasi yang terjadi di depan KBRI Yangon beberapa waktu lalu akibat kesalahpahaman, beredar isu bahwa Menlu RI Retno Marsudi berencana akan mengunjungi Myanmar dalam waktu dekat.
Dalam press briefing singkat yang disampaikan oleh Juru Bicara Kemlu Teuku Faizasyah, kunjungan tersebut disebut memiliki tujuan utama untuk mencari solusi terkait isu kudeta militer yang tengah terjadi.
"Menlu RI membuka opsi melakukan kunjungan ke Naypyitaw untuk mencari solusi di tingkat kawasan, dalam hal ini ASEAN," ujar Faizasyah kepada awak media pada Rabu siang.
Ia menjelaskan bahwa rencana ini disusun dengan terus mempertimbangkan perkembangan situasi di Myanmar.
"Dengan melihat berbagai perkembangan yang ada saat ini, dan setelah berkonsultasi dengan sejumlah negara ASEAN lainnya, saat ini bukan merupakan waktu yang tepat untuk melakukan kunjungan ke Myanmar," tegasnya kemudian.
Lebih lanjut lagi, Faizasyah kembali menekankan posisi Indonesia untuk terus berkomitmen dan berkontribusi, berkomunikasi dengan semua pihak di Myanmar. Indonesia juga akan terus melakukan komunikasi dengan negara ASEAN lainnya mengenai setiap perkembangan situasi.
Advertisement
Jajaran Menlu Negara G7 Kutuk Kudeta Militer Myanmar
Menteri Luar Negeri Kelompok G7 terdiri dari Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris dan Amerika Serikat serta Perwakilan Tinggi Uni Eropa dengan tegas mengutuk kekerasan yang dilakukan oleh pasukan keamanan Myanmar.
"Kami menyampaikan belasungkawa atas jatuhnya korban dari aksi kekerasan ini. Militer dan polisi Myanmar harus menahan diri sepenuhnya, menghormati hak asasi manusia dan hukum internasional," demikian tertera dalam rilis yang diterima Liputan6.com dari Kedutaan Besar Inggris, Selasa (23/2).
"Penggunaan amunisi secara langsung terhadap orang yang tidak bersenjata adalah suatu hal yang tidak dapat diterima."
Bagi kelompok G7, siapapun yang menanggapi protes damai dengan kekerasan harus dimintai pertanggungjawaban.
"Kami mengutuk intimidasi dan penindasan terhadap mereka yang menentang kudeta Myanmar. Kami menyampaikan keprihatinan menyusul aksi keras terhadap kebebasan berekspresi, termasuk melalui pemutusan internet dan perubahan kejam pada undang-undang yang menekan kebebasan berpendapat."
"Penargetan secara sistematis terhadap para pengunjuk rasa, dokter, masyarakat sipil, dan jurnalis harus dihentikan dan keadaan darurat harus dicabut."