Liputan6.com, Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) akan menghapus kode broker dan domisili di sistem perdagangan. Namun, rencana BEI tersebut juga mendapatkan penolakan.
Hal itu dengan ada petisi berjudul Tolak Kebijakan BEI Terkait Penutupan Kode Broker & Tipe Investor yang digagas oleh Bunga Trader. Tak hanya itu, Mantan Direktur Utama PT Bursa Efek Jakarta periode 1991-1996 Hasan Zein Mahmud juga keberatan.
Menanggapi hal itu, Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota BEI Laksono Widodo menuturkan, setiap pihak berhak memberikan pendapat masing-masing. BEI pun mengapresiasi atas input dan saran terkait rencana penghapusan kode broker.
Baca Juga
Advertisement
Laksono menuturkan, kebijakan tersebut juga sudah berdiskusi dengan pelaku industri. “Tentunya. Ada yang kontra tapi mayoritas menyambut baik karena ini untuk memperbaiki market conduct untuk ke depannya,” ujar dia, kepada wartawan, Kamis (25/2/2021).
Laksono menegaskan, BEI akan terus melanjutkan program kerja saat ini meski ada penolakan. “Ini untuk kebaikan berinvestasi baik dan benar di masa mendatang,” ujar dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Alasan BEI Bakal Hapus Kode Broker dan Tipe Investor
Sebelumnya, Bursa Efek Indonesia (BEI) akan menutup kode broker dan tipe investor di sistem perdagangan. Pada fase pertama, BEI akan terlebih dulu menghapus kode broker pada 26 Juli 2021.
Saat ini, kode broker dan tipe investor (foreign/domestic) ditampilkan sebagai informasi post trade ke publik setiap saat terjadinya transaksi di BEI. Secara umum, bursa lain tidak memberikan informasi kode broker dan tipe investor sebagai bagian dari investor post trade.
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota BEI Laksono Widodo menuturkan, langkah tersebut untuk meningkatkan tata kelola pasar saham yang baik. “Dengan mengurangi herding behavior,” ujar Laksono kepada wartawan, Kamis (25/2/2021).
Ia menuturkan, penghapusan kode broker tersebut juga untuk mengurangi kebutuhan bandwith data yang menyebabkan keterlambatan dalam aktivitas perdagangan karena meningkatnya frekuensi transaksi perdagangan akhir-akhir ini.
"Data-data transaksi lengkap tetap dapat diakses di akhir hari. Ini tidak membuat bursa semakin tertutup karena memang begitu praktiknya di bursa-bursa lain di dunia,” ujar dia.
Laksono menegaskan, di bursa lain di dunia tidak ada kode broker dan domisili. Kebijakan yang dilakukan BEI untuk mengantisipasi meningkatnya frekuensi perdagangan. Rata-rata frekuensi perdagangan harian saham di BEI per 24 Februari 2021 sekitar 1.487.912 kali.
“Ini yang menyebabkan berat beban data tranmisi di BEI. Trading engine yang kita pakai (buatan Nasdaq) dan data protocol yang baru (Itch and Ouch) terpaksa di modifikasi untuk mengakomodasi ini. Kalau frekuensi transaksi masih rendah yang terlalu masalah tapi kalau frekuensi naik mulai terasa bebannya. Kami harus ambil best practices yang ada di bursa lain,” ujar dia.
Laksono menambahkan, BEI juga tidak akan mengganti Jakarta Automatic Trading System (JATS). “Tapi selalu di upgrade sesuai zamannya. Yang diganti adalah protokol data yang sudah kami sebutkan,” ujar dia.
Advertisement