Hati-Hati, Restrukturisasi Kredit Bisa Jadi Bumerang Buat Bank

Jumlah restrukturisasi kredit masih akan terus bertambah seiring dengan kondisi perekonomian yang masih lamban.

oleh Liputan6.com diperbarui 25 Feb 2021, 14:40 WIB
Ilustrasi Foto Suku Bunga (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Total restrukturisasi kredit yang tercatat di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencapai Rp 1.200 triliun. Jumlah tersebut berasal dari restrukturisasi yang dilakukan perbankan nasional dan perusahaan pembiayaan hingga Januari 2021.

"Restrukturisasi ini sudah sampai Rp 1.200 triliun dari data OJK," kata Chief Economist PT Bank CIMB Niaga Tbk Adrian Panggabean, dalam diskusi online, Jakarta, Kamis (25/2/2021).

Jumlah restrukturisasi kredit ini masih akan terus bertambah seiring dengan kondisi perekonomian yang masih lamban. Akibatnya perbankan sangat hati-hati dalam memberikan kredit. Kehati-hatian ini dilakukan untuk menjaga kualitas aset yang dimiliki.

"Besarnya restrukturisasi bank jadi hati-hati menjaga kualitas asetnya," kata dia.

Sedangkan non performing loan (NPL) atau kredit macet masih terjaga di angka 3,3 persen di tahun ini. Namun restrukturisasi kredit ini harus diperhatikan dampak jangka panjang. Sebab bila kebijakan restrukturisasi kredit tidak lagi diperpanjang pada Maret 2022, bisa menjadi bumerang.

Adrian mengatakan, bila kebijakan tersebut tak lagi diperpanjang, NPL kemungkinan akan meningkat karena debitur mengalami gagal bayar. Bahkan jika 20 persen dari total restrukturisasi macet, NPL di tahun 2022 bisa menjadi 7 persen.

"Seandainya 20 persen dari Rp 1.200 triliun ini angkat bendera putih, artinya Rp 240 triliun jadi kredit macet. Kalau ini dibagi Rp 1.200 triliun maka akan jadi 4 persen. Jadi NPL sekarang 3 persen dan seandainya 20 persen tambahan NPL ini jadi 7 persenan," papar Adrian.

Tingginya NPL ini perlu menjadi perhatian penting karena dinilai kurang baik. Adrian mengatakan dampak buruknya sejauh mana semua pihak bisa membacanya sendiri. Maka dari itu, dia meminta agar pemerintah bisa mengantisipasi hal tersebut dengan mengeluarkan kebijakan yang tepat.

"Apa yang dilakukan kalau ini terjadi? Harus ada counter policy dari yang akan terjadi. Ini pertanyaan besar yang perlu didudukkan bersama," kata dia mengakhiri.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Load More

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Restrukturisasi Kredit Bank Cetak Rekor, Capai Rp 977,1 Triliun

Ilustrasi Bank

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan nilai restrukturisasi kredit perbankan selama pandemi Covid-19.

Tercatat hingga 4 Januari 2021, nilai restrukturisasi kredit perbankan mencapai Rp 977,1 triliun. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana mengungkapkan, angka ini merupakan restrukturisasi terbesar yang pernah terjadi di industri perbankan.

"Angka restrukturisasi kredit ini sebesar Rp 971,1 triliun adalah restrukturisasi terbesar sepanjang sejarah saya menjadi pengawas," ujar Heru dalam Webinar Sharia Economic Outlook 2021, Selasa (19/1/2021).

Lanjut Heru, nilai ini terdiri dari 7,56 juta debitur di berbagai daerah dari 101 bank. Mayoritas debitur yang mendapat restrukturisasi kredit adalah UMKM dengan porsi 77 persen atau 5,81 juta UMKM. Sementara untuk debitur non-UMKM hanya 23 persen saja.

Lalu berdasarkan besaran nominal baki debet, akumulasi baki debit untuk debitur non-UMKM menempati posisi tertinggi sebesar Rp 584,45 triliun atau 60 persen dari total restrukturisasi. Sedangkan untuk debitur UMKM sebesar 40 persen atau Rp 387 triliun.

Adapun, restrukturisasi yang diatur dalam POJK 11/2020 memang ditujukan untuk memberi keringanan kepada bank maupun debitur di masa pandemi. Kendati, restrukturisasi juga dianggap menimbulkan dilem.

"Tentu ini harus antisipasi seberapa besar kemampuan bank menyerap CKPN (Cadangan Kerugian Penurunan Nilai). Kita harapkan restrukturisasi kredit dilakukan dengan baik," katanya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya