Liputan6.com, Jakarta Ketua SAFEnet Damar Juniarto menyebut munculnya virtual police yang diluncurkna Polri di dunia maya justru menjadikan ruang siber bak penjara.
Dia memandang, adanya virtual police akan terkesan adanya penjara di dunia maya.
Advertisement
"Yang pasti model kayak gini Orwellian State kita, ruang siber sekarang jadi dalam tanda kutip 'itu adalah penjara kita'," sebut Damar kepada Liputan6.com, Kamis (25/2/2021).
Dia pun memandang virtual police layaknya panopticon, sebuah sistem yang dicetuskan Filsuf Prancis, Michel Foucault yang berakar dari metafora konsep arsitektur bangunan yang dapat mengawasi penghuni di dalamnya karya Filsuf Inggris, Jeremy Bentham.
Menurut Damar, dengan adanya virtual police segala tindak-tanduk masyarakat akan diawasi.
Hal ini juga, kata Damar layaknya Orwellian State, sebuah frase yang digali dari ide dalam buku 1984 besutan penulis Inggris, George Orwell. Di mana masyarakat diawasi secara penuh untuk patuh.
"Saya menyambung pertanyaan tadi, kalau yang menyambung bentuk yang sekarang ini ya itu sudah menimbulkan atau kita melihat contoh dari digital panopticon atau panopticon, itu kan melihat bahwa semua aktivitas itu dipantau. Nah digital panopticon itu apa? Itu artinya sekarang semua apa pun yang terjadi di ranah siber akhirnya terpantau dengan model seperti ini," ujarnya.
Hal ini lanjut Damar, justru akan menaburkan udara kebebasan di tengah masyarakat. Hadirnya virtual police malah akan dianggap menakutkan.
"Apakah dengan model peringatan virtual ini hasilnya akan baik atau tidak, yang lebih tampak kalau saya dalam posisi sebagai pengamat ya melihatnya ini justru lebih menakutkan, kalau saya lihat," tuturnya.
**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Lebih Setuju Ditiadakan
Damar mengaku, awalnya dirinya menyambut positif inovasi Polri tersebut. Jika meraba dari niatnya, maka virtual police ini patut untuk didukung. Namun, dalam praktiknya seperti yang dijabarkan oleh polisi sendiri virtual police ini justru bertindak terlalu jauh.
"Bukan lagi bentuk kontrol lagi kalau udah sampai Orwellian State, sebenarnya sudah sampai punishment ya. Panopticon itu kan ketika ada sesuatu yang tidak sesuai dengan pandangan orang yang ada di dalam tower (ruang kontrol metafora bagi pemilik kuasa), dia kan diberi tindakan. Itu yang lebih dari sekedar kontrol. Ini memang betul-betul sudah diikat ya kalau dikatakan," tegas Damar.
Dia mengungkap sejumlah alasan mengapa menyebut virtual police demikian. Misalnya, soal peringatan untuk menghapus postingan jika menurut polisi postingan tersebut menyalahi ketentuan. Menurut Damar hal tersebut menuntut seseorang untuk selalu siaga memandangi media sosial mereka, kalau-kalau postingan mereka dianggap salah.
"Kalau misalnya dia sekali posting, kemudian dia nggak lihat-lihat lagi, dia bisa terlewat dari peringatan tersebut dan bisa dianggap dia tak mematuhi peringatan virtual yang dari kepolisian. Artinya dia sama saja dia akan berhadapan juga dengan hukum," jelas dia.
Jika demikian, maka ia lebih setuju jika sistem itu ditiadakan dan kembali seperti dulu.
"Kalau modelnya seperti ini saya merasa masih mending yang kemarin, masih ada pengadilannya. Orang bisa masih ada ruang membela diri, kalau ini kan nggak ada ya dengan model 1x24 jam harus menghapus artinya dia sudah diputuskan bersalah dari virtual alert itu. Buat dia ya nggak ada cara lain kecuali menghapus atau kalau dia tidak mengabaikan berarti dia akan dihukum. Itu yg buat saya virtual police ini lebih dari sekedar mengontrol," ujarnya.
Advertisement