Ekonom: Kebijakan Fiskal yang Digelontorkan Pemerintah Tidak Tepat Sasaran

Pandemi Covid-19 yang terjadi di Indonesia direspons pemerintah dengan kebijakan fiskal yang tidak fokus.

oleh Liputan6.com diperbarui 25 Feb 2021, 17:30 WIB
Petugas menyuntikkan vaksin COVID-19 kepada pedagang di Pasar Tanah Abang Blok A, Jakarta, Kamis (25/2/2021). Menkeu Sri Mulyani optimis pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini ada pada 4,5-5,3 persen karena adanya dukungan program vaksinasi COVID-19 sebagai penentu. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - kepala Ekonom PT Bank CIMB Niaga Tbk Adrian Panggabean menjelaskan, berbagai kebijakan fikal yang digelontorkan oleh pemerintah untuk memulihkan ekonomi yang terdampak pandemi covid-19 tidak efektif. Menurutnya, berbagai stimulus kebijakan fiskal yang telah digelontorkan tidak tepat sasaran.

"Respons kebijakan yang disuntikkan ini kurang sesuai. Cara suntiknya, jenis obatnya tidak sesuai dengan underline," kata Adrian di Jakarta, Kamis (24/2/2021).

Pandemi Covid-19 yang terjadi di Indonesia direspons pemerintah dengan kebijakan yang tidak fokus. Arah kebijakan dan intervensi yang diberikan tidak selaras. "Kita pakai PSBB dan arah intervensinya ini kelihatan enggak sinkron," kata dia.

Permasalahan data membuat bantuan sosial tidak tepat sasaran. Anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) ternyata tidak tepat sasaran.

"Penggelontoran dana itu aksi kebijakan, efeknya respons dari target. Analoginya dokter suntik efeknya ke pasien. Suntiknya banyak tapi pasiennya masih lemes aja," kata dia.

Adrian mengatakan seharusnya pemerintah fokus pada akar masalah. Akar masalah dari perlambatan ekonomi yang dialami Indonesia lantaran masyarakat khawatir untuk melakukan aktivitas ekonomi sehingga permintaan konsumsi menurun. Kekhawatiran tersebut bermula dari penyebaran virus yang terjadi di Indonesia.

Dari dua akar masalah tersebut pemerintah harus bisa mengeluarkan kebijakan yang seimbang. Menangani masalah ekonomi dan kesehatan dengan tepat untuk mencapai keseimbangan. Hal ini pun dilakukan banyak negara dalam menangani pandemi.

"Ini yang perlu diracik dengan baik," kata dia.

 

**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.

Load More

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Sangat Politis

Petugas menyuntikkan vaksin COVID-19 kepada pedagang di Pasar Tanah Abang Blok A, Jakarta, Kamis (25/2/2021). Menkeu Sri Mulyani optimis pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini ada pada 4,5-5,3 persen karena adanya dukungan program vaksinasi COVID-19 sebagai penentu. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Harus diakui pengambilan kebijakan ini sangat politis. Ini terjadi di hampir semua negara di dunia dalam menangani pandemi. Sebagai contoh di Swedia yang memilih kebijakan membentuk herd immunity meskipun perekonomian berjalan perlahan.

"Jadi mereka membiarkan semua tertular dan tercipta herd immunity. Ini dilakukan dengan keputusan politik, negosiasi partai politik dan parlemen," kata dia.

Lain halnya dengan China dan Singapura yang memilih menyelamatkan warganya. Dua negara ini mengesampingkan perekonomian di negaranya untuk menyelamatkan nyawa. Bagi Singapura dan China hal ini dilakukan tanpa negosiasi karena tidak menganut sistem demokrasi. Lain halnya dengan Eropa yang menangani pandemi dengan pembatasan mobilitas berdasarkan zonasi.

Dari berbagai contoh tersebut, Adrian menyimpulkan, penanganan pandemi di negara lain dilakukan dengan membuat keputusan politik terlebih dahulu. Setelah itu kebijakan yang dikeluarkan pemerintah mengikuti keputusan politik yang diambil.

"Nah pertama ini keputusan dulu dibuat, baru instrumen kebijakannya ikut. Tapi lain ladang, lain belalang juga dengan di Indonesia, kebijakan dan intervensinya enggak sinkron," kata dia mengakhiri.

Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya