Liputan6.com, Jakarta - Kasus mafia tanah menyeruak ke ranah publik setelah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memerintahkan jajarannya membentuk Satuan Tugas (Satgas) Anti [Mafia Tanah](https://www.liputan6.com/news/read/4487698/tips-bpn-agar-terhindar-dari-mafia-tanah?source=search "") sejak 22 Februari 2021. Satgas akan bekerja sama dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) melakukan penindakan tegas terhadap oknum-oknum yang terlibat dalam sindikat mafia tanah dan para 'bekingnya'.
Persoalan yang dipicu oleh polemik antara mantan Duta Besar RI untuk Amerika Serikat Dino Patti Jalal dengan Fredy Kusnadi di media sosial itu, mendapatkan perhatian khusus dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Advertisement
Presiden Jokowi lantas menginstruksikan langkah pemberantasan mafia tanah kepada Kapolri dan jajarannya, yang berujung pada pembentukan Satgas Anti Mafia Tanah dan penangkapan sejumlah orang yang diduga terlibat dalam kasus mafia tanah.
Menurut Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Prof Indriyanto Seno Adji, istilah mafia tanah itu bukan hal baru. Mafia tanah, lanjut mantan Plt. Komisioner KPK itu, adalah kejahatan klasik yang terorganisir dan memiliki ekpertis (pelaku ahli) yang profesional.
"Oleh karena itu, kadang kala tidak mudah mengungkapkan, walau persepsi publik sudah memberikan judgement negatif ada pelaku intelektual. Saya mengapresiasi Polri yang sudah bekerja dengan baik atas pengungkapan kasus ini di Pondok Indah, Kemang dan Cilandak, serta siapa pun yg terlibat," ujar Indriyanto saat dikonfirmasi, Kamis (25/2/2021).
Hukum, sambung Indriyanto, membenarkan untuk dilakukan penindakan bila penyandang dana diduga sebagai pelaku intelektual sesuai Pasal 55 KUHP. Jadi tidak pernah ada kendala bagi Polri untuk menindak secara tegas semua yang terlibat tindak pidana mafia tanah ini.
Meski demikian, Indriyanto mengingatkan bahwa persoalan sengketa tanah yang kerap terjadi di masyarakat, tidak boleh selalu dipersepsikan adalah kasus mafia tanah. Sengketa tanah tidak selalu identik dengan mafia tanah.
"Namun sebagai Negara Hukum, juga menimbang prinsip equal and balances yang tidak subyektif, tetap harus menjadi perhatian utama, karena persoalan tanah atau sengketa tanah itu tidak selalu bisa dipersepsikan sebagai permainan mafia tanah," terangnya.
Pola mekanisme hukum, sambung dia, harus menjadi solusi utama bagi penyelesaian kasus sengketa tanah. Sehingga jika terjadi kekalahan pada salah satu pihak dalam [sengketa tanah](https://www.liputan6.com/news/read/4487698/tips-bpn-agar-terhindar-dari-mafia-tanah?source=search ""), baik dari pembeli maupun penjual, harus dihindari munculnya stigmatisasi dadakan adanya mafia tanah dalam kasus itu.
"Pembebasan tanah oleh pemerintah maupun Swasta, misalnya pembebasan tanah bagi kepentingan pembangunan jalan tol atau bagi pengembangan sumber daya alam negara, yang mungkin menimbulkan sengketa hukum perdata ataupun pidana, apa bisa dimaknai stigmatisasi yang subyektif sebagai Mafia Tanah? Ini juga harus dihindari sehingga tidak benar juga pembebasan tanah merupakan permainan mafia tanah," paparnya.
**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Penindakan Hukum Penting
Sengketa tanah, baik privat, publik maupun korporasi menurut dia selayaknya patuh pada prinsip negara hukum dan bukan menciptakan stigmatisasi mafia tanah yang klasik tersebut.
"Namun demikian, penindakan hukum tetap merupakan sarana dan basis Negara Hukum yang patut diapresiasi dalam hal penuntasan kasus sengketa tanah tersebut," pungkas Indriyanto.
Advertisement