Liputan6.com, Jakarta - Bursa Efek Indonesia (BEI) akan menutup kode broker dan tipe investor di papan transaksi berjalan (running trade). Pada fase pertama, BEI akan terlebih dahulu menghapus kode broker pada 26 Juli 2021.
Menanggapi keputusan ini, Koordinator Komite Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI), Rudy Utomo belum bisa memastikan bagaimana dampak dari kebijakan tersebut bagi pasar modal RI.
"Kebijakan ini belum tentu juga berpengaruh kepada pasar,” kata dia kepada Liputan6.com, Kamis (25/2/2021).
Baca Juga
Advertisement
Pernyataan tersebut merujuk pada kondisi pasar modal pada 2020. Saat itu, pasar modal diperkirakan akan tertekan akibat pandemi COVID-19. Namun, yang terjadi justru ada peningkatan jumlah investor mencapai 55,8 persen.
Berdasarkan data PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), pada sampai dengan akhir Desember 2020 terjadi peningkatan investor pasar modal sebesar 3,8 juta investor. Rudy menilai, pasar Indonesia masih cukup menarik bagi investor domestik maupun asing.
“Jangan terlalu pesimis dulu. Pasar indonesia merupakan pasar yang menarik bagi investor indonesia maupun investor luar negeri,” tukas dia.
**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
APEI Dorong BEI Sosialisasi
Sebelumnya, PT Bursa Efek Indonesia (BEI) akan menghapus kode broker dan domisili di running trade atau papan transaksi berjalan. Namun, kebijakan ini menuai pro dan kontra dari sejumlah pihak.
Sehubungan dengan itu, Koordinator Komite Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI), Rudy Utomo menyarankan agar pihak bursa melakukan sosialisasi kepada stakeholder. Hal tersebut dimaksudkan agar ada kesamaan persepsi, sehingga masing-masing pihak terkait dapat mengambil sikap atas keputusan ini.
"APEI dalam hal ini menyarankan BEI untuk melakukan sosialisasi yang lebih intens kepada stakeholder pasar modal agar kebijakan yang diusulkan ini bisa memiliki persamaan persepsi,” ujar dia kepada Liputan6.com, Kamis (25/2/2021).
Rudy menilai Bursa tidak mungkin menerbitkan sebuah kebijakan tanpa pertimbangan matang. “Menurut saya bursa juga enggak mungkin membuat kebijakan yang kontra produktif, yang membuat terjadinya ketidaktransparan-an perdagangan,” sambung dia.
Sebagai gambaran, Rudi menyebutkan sejumlah negara yang tidak memberlakukan kode broker, seperti Singapura, Malaysia, Hong Kong, dan Tokyo. Alih-alih mengikuti negara-negara tersebut, Rudy berpendapat Bursa memiliki alasan tersendiri atas kebijakan ini.
"Bukannya (di negara lain) enggak ada, berarti kita harus enggak ada juga. Tapi maksudnya pasti ada suatu dasar pemikiran dari BEI untuk melakukan ini,” kata dia.
Rudy mengakui jika kebijakan ini memang menuai pro dan kontra. Namun, sekali lagi ia menekankan, Bursa tak akan serta merta menerbitkan kebijakan tanpa pertimbangan yang matang.
"Jadi ini memang pro kontra. Kita nggak usah membela satu dan lain hal, tapi pasti ada maksud dan tujuan yang mulia dari kebijakan yang akan diterbitkan,” pungkas dia.
Advertisement