Liputan6.com, Jakarta Peneliti dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Purwokerto, Jawa Tengah, Dewantara Damai Nazar, menjelaskan tentang pengertian disabilitas mental berdasarkan pendapat berbagai ahli.
Ia menuliskan, penyandang disabilitas mental adalah individu yang mengalami kelainan mental dan atau tingkah laku akibat bawaan atau penyakit.
Advertisement
“Penyandang disabilitas mental adalah individu yang mengalami gangguan jiwa yang telah dirawat di Rumah Sakit Jiwa dan direkomendasikan dalam kondisi tenang,” tulis Dewantara dalam penelitian Penerimaan Diri Sebagai Penyandang Disabilitas Mental Dalam Proses Rehabilitasi di Rumah Pelayanan Sosial Disabilitas Mental (RPSDM) “Martani”, Kroya, Cilacap dikutip Jumat (26/2/2021).
Seseorang disebut memiliki disabilitas mental jika masalah tersebut telah menjadi rintangan atau hambatan untuk melakukan fungsi sosial dalam pemenuhan kebutuhan, pemecahan masalah dan kegiatan sehari-hari, tambahnya.
Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2014, tentang Kesehatan Jiwa menjelaskan, Orang Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK) adalah orang yang mempunyai masalah fisik, mental, sosial, pertumbuhan dan perkembangan, dan atau kualitas hidup sehingga memiliki risiko mengalami gangguan jiwa.
Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) adalah orang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan atau perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi sebagai manusia.
<p><strong>**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan <a href="https://www.liputan6.com/quran/" rel="nofollow">ayat-ayat ini</a>.</strong></p>
Simak Video Berikut Ini
Lebih Lanjut
ODGJ bila sudah diobati secara medis perlu memperoleh rehabilitasi sosial, lanjut Dewantara. ODGJ oleh kementerian sosial dinamakan penyandang disabilitas mental yang dulunya dikenal dengan penyandang cacat mental eks psikotik (Tuna Laras).
Disabilitas mental diartikan pula sebagai orang yang mempunyai kelainan mental dan tingkah laku karena pernah mengalami sakit jiwa. Disabilitas tersebut menjadi rintangan atau hambatan baginya untuk melakukan pencarian nafkah atau kegiatan kemasyarakatan dengan faktor penyebab utama adalah adanya kerusakan Sistem Saraf Pusat (SSP) yang terjadi sejak lahir, akibat penyakit, kecelakaan juga keturunan.
“ODGJ dikatakan mandiri apabila ia mampu melakukan aktivitas sehari-harinya tanpa bantuan dari pihak keluarga dan dapat inisiatif untuk melakukan semuanya sendiri.”
Ada 2 Faktor yang memengaruhi tingkat kemandirian ODGJ, yaitu faktor internal yang mencakup kondisi fisiologis dan kondisi psikologis dan faktor eksternal yang terdiri dari pola asuh, rasa cinta dan kasih, pengalaman dalam kehidupan, dan lingkungan keluarga (dukungan keluarga).
Bagi individu yang tidak dapat beradaptasi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, ini merupakan ancaman bagi dirinya sendiri. Perasaan terancam ini merupakan proses pemecahan masalah, dapat menimbulkan stres yang berkepanjangan dan dapat mengakibatkan gangguan jiwa.
Mereka mengalami penurunan kemampuan untuk bergerak, berkomunikasi dengan orang lain, tidak mampu menghadapi realita, tidak mampu melakukan perawatan diri, dan tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri sehingga orang dengan gangguan jiwa ketergantungan pada orang sekitar atau keluarga untuk membantu aktivitas yang dilakukan, tutup Dewantara.
Advertisement