Liputan6.com, Jakarta - Deputi Komisioner Pengawas Perbankan II Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bambang Widjanarko mengatakan, OJK berkomitmen menjaga stabilitas kondisi perbankan di tengah pandemi Covid-19.
Salah satu cara menjaganya ialah dengan memanfaatkan dan memaksimalkan teknologi dalam pengawasan transaksi keuangan. Teknologi dinilai sangat membantu di tengah pembatasan kegiataan saat ini.
Advertisement
"Di kita mungkin istilahnya, tiap transaksi di bank bisa dikomunikasikan ke pangawas jadi kita sudah mengikuti," ujar Bambang dalam Media Briefing OJK, Jumat (26/2/2021).
Bambang melanjutkan, dengan komunikasi digital tersebut, segala transaksi sudah diketahui pengawas lebih dulu dan dapat langsung direspons. Jika transaksi tersebut memiliki resiko yang besar, OJK dapat langsung mengambil langkah antisipatif.
Dengan pengembangan teknologi dan komunikasi antar bank, tugas pengawasan yang dilakukan OJK jadi lebih mudah. Bahkan di tahun lalu, lanjut Bambang, kinerja pengawasan OJK terhadap perbankan sudah cukup baik.
Hal ini terbukti dari kinerja perbankan yang meskipun terkontraksi namun mengalami pertumbuhan yang baik, padahal kondisi pandemi masih berlangsung.
"Di tahun 2020, saat Covid-19, Dana Pihak Ketiga (DPK) masih meningkat 11,11 persen, ini dari kebijakan yang kaitannya dengan likuiditas itu mendukung, sehingga likuiditas di pasar sangat ample, ditambah dengan adanya dana PEN dan sebagainya," katanya.
**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
OJK Pastikan Sektor Jasa Keuangan Stabil, Ini Indikatornya
Sebelumnya, Rapat Dewan Komisioner (RDK) Otoritas Jasa Keuangan menilai stabilitas sistem keuangan masih dalam kondisi terjaga di tengah upaya pemulihan perekonomian nasional dari dampak pandemi Covid 19. Ini mengacu pada data Januari 2021.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengakui, perekonomian sejumlah negara yang masih terkontraksi sepanjang tahun 2020 masih berimbas pada perekonomian Indonesia.
Namun demikian, outlook ke depan diperkirakan membaik seiring penurunan laju infeksi harian secara global dan vaksinasi global yang semakin luas. Hal itu sejalan dengan kebijakan fiskal dan moneter akomodatif yang terus dijalankan berbagai negara untuk mendukung pemulihan ekonomi.
"IMF memperkirakan perekonomian global tahun 2021 akan pulih lebih cepat dari perkiraan sebelumnya," jelas Wimboh, Kamis (25/2/2021).
Perkembangan positif tersebut mendorong pasar keuangan global termasuk Indonesia menguat di bulan Februari 2021. Sampai dengan 19 Februari 2020, IHSG menguat sebesar 6,3% mtd.
Namun demikian, aksi risk on investor menyebabkan pasar SBN sedikit tertekan dengan rerata yield SBN naik sebesar 9,4 bps mtd.
Investor nonresiden mencatatkan net buy di pasar saham sebesar Rp 2,49 triliun dan di pasar SBN sebesar Rp 6,5 triliun mtd (ytd pasar saham: net buy Rp 13,43 triliun; ytd pasar SBN: net buy Rp 19,9 triliun).
Dari sektor perbankan, Dana Pihak Ketiga (DPK) di bulan Januari 2021 tumbuh double digit sebesar 10,57 persen yoy.
Sementara itu, walau kredit perbankan terkontraksi -1,92 persen yoy namun tren pertumbuhannya mengindikasikan perbaikan dari bulan sebelumnya, terutama didorong oleh bank BUMN dan BPD yang tumbuh masing-masing 1,45 persen dan 5,68 persen yoy.
Di industri keuangan non-bank, piutang Perusahaan Pembiayaan terkontraksi sebesar -18,6 persen yoy, terutama disebabkan sektor rumah tangga seiring dengan masih rendahnya demand.
Sementara itu, premi asuransi yang dihimpun industri asuransi tercatat naik tinggi sebesar Rp 30,4 triliun. Dengan rincian, asuransi jiwa: Rp 19,1 triliun; asuransi umum dan eeasuransi Rp 11,3 triliun. Kemudian fintech P2P Lending November 2020 mencatatkan outstanding pembiayaan sebesar Rp 15,34 triliun atau tumbuh sebesar 13,5 persen yoy.
Hingga 23 Februari 2021, jumlah penawaran umum yang dilakukan emiten di pasar modal mencapai 16, dengan total nilai penghimpunan dana mencapai Rp 11,01 triliun.
Dari jumlah penawaran umum tersebut, 4 di antaranya dilakukan oleh emiten baru. Dalam pipeline saat ini terdapat 67 emiten yang akan melakukan penawaran umum dengan total indikasi penawaran sebesar Rp 22,55 triliun.
Advertisement
Profil risiko terjaga
Di tengah moderasi kinerja intermediasi, profil risiko lembaga jasa keuangan pada Januari 2021 masih terjaga dengan rasio NPL gross tercatat sebesar 3,17 persen (NPL net: 1,03 persen) dan Rasio NPF Perusahaan Pembiayaan sebesar 3,9 persen.
Risiko nilai tukar perbankan masih terjaga pada level yang rendah terlihat dari rasio Posisi Devisa Neto (PDN) Januari 2021 sebesar 1,73 persen, jauh di bawah ambang batas ketentuan sebesar 20 persen.
Sementara itu, likuiditas dan permodalan perbankan berada pada level yang memadai. Rasio alat likuid/non-core deposit dan alat likuid/DPK per 17 Februari 2021 terpantau pada level 157,14 persen dan 33,85 persen, di atas threshold masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen.
Permodalan lembaga jasa keuangan sampai saat ini relatif terjaga pada level yang memadai. Capital Adequacy Ratio perbankan tercatat sebesar 24,50 persen serta Risk-Based Capital industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing sebesar 535 persen dan 329 persen, jauh di atas ambang batas ketentuan sebesar 120 persen.
Begitupun gearing ratio Perusahaan Pembiayaan yang tercatat sebesar 2,11 persen, jauh di bawah maksimum 10 persen.
OJK berkomitmen kuat untuk mendukung program percepatan pemulihan ekonomi nasional dan telah mengeluarkan kebijakan stimulus lanjutan secara terukur dan tepat waktu untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi nasional.
Ke depan, OJK akan terus mengoptimalkan berbagai kebijakan yang telah dikeluarkan untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional melalui penguatan peran sektor jasa keuangan. Selanjutnya, OJK juga terus memperkuat sinergi dan koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan.