Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menerbitkan aturan soal vaksinasi Covid-19 gotong royong. Aturan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Dalam Pasal 1 aturan tersebut menyebutkan, vaksinasi Covid-19 gotong royong merupakan vaksinasi bagi karyawan atau karyawati. Termasuk keluarga karyawan atau karyawati.
Advertisement
"Vaksinasi gotong royong adalah pelaksanaan vaksinasi kepada karyawan/karyawati, keluarga dan individu lain terkait dalam keluarga yang pendanaannya ditanggung atau dibebankan pada badan hukum/badan usaha," demikian bunyi Pasal 1 ayat 5 dikutip merdeka.com, Jumat (26/2/2021).
Sementara dalam Pasal 3 ayat 5 disebutkan, vaksinasi terhadap karyawan atau karyawati dan keluarga tidak dipungut biaya atau gratis. Dalam Pasal 4 aturan yang sama juga menjelaskan empat tujuan vaksinasi gotong royong.
Pertama, untuk mengurangi transmisi atau penularan Covid-19. Kedua, menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat Covid-19. Ketiga, mencapai kekebalan kelompok di masyarakat (herd immunity).
"Melindungi masyarakat dari Covid-19 agar tetap produktif secara sosial dan ekonomi," bunyi huruf d Pasal 4.
Peraturan Menteri Kesehatan ini ditetapkan pada 24 Februari 2021 oleh Budi Gunadi Sadikin. Peraturan mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Karyawan yang Cacat atau Meninggal Akibat Vaksinasi Covid-19 Dapat Kompensasi
Menteri Kesehatan, Budi G Sadikin mengatur tentang Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) vaksinasi Covid-19 gotong royong. Penerima vaksinasi Covid-19 gotong royong yang mengalami KIPI hingga menimbulkan kecacatan atau kematian akan mendapatkan kompensasi dari pemerintah.
Aturan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
"Dalam hal terdapat kasus Kejadian Ikutan Pasca Vaksinasi yang dipengaruhi oleh produk Vaksin Covid-19 berdasarkan hasil kajian kausalitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3), dan kasus tersebut menimbulkan kecacatan atau kematian, diberikan kompensasi oleh Pemerintah," demikian bunyi Pasal 37 ayat 1 dikutip merdeka.com, Jumat (26/2/2021).
"Bentuk kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa santunan cacat atau santunan kematian," bunyi Pasal 37 ayat 2.
Dalam Pasal 38 ayat 1 menjelaskan, kecacatan yang dimaksud merupakan keadaan berkurang atau hilangnya anggota badan, hilangnya fungsi tubuh yang secara langsung mengakibatkan berkurang atau hilangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan dalam waktu tertentu paling singkat enam bulan. Tingkat kecacatan dibagi tiga, yakni kriteria berat, sedang dan ringan.
Kecacatan dengan kriteria berat yakni kehilangan kedua anggota gerak bawah, kelumpuhan kedua anggota gerak bawah, kehilangan kedua anggota gerak atas, kelumpuhan kedua anggota gerak atas, kelumpuhan satu anggota gerak bawah dan satu anggota gerak atas. Kemudian kehilangan satu anggota gerak bawah dan satu anggota gerak atas, kehilangan penglihatan kedua mata, bisu dan tuli, penyakit jiwa berat permanen atau cacat yang luas dari organ sistem syaraf, pernapasan, kardiovaskuler, pencernaan atau urogenital.
Sementara kecacatan dengan kriteria sedang yaitu kehilangan satu anggota gerak bawah, kelumpuhan satu anggota gerak bawah, kehilangan satu anggota gerak atas, kelumpuhan satu anggota gerak atas, kehilangan penglihatan satu mata dan penyakit jiwa sedang. Selanjutnya, kehilangan satu jari telunjuk atau ibu jari tangan kanan, kehilangan dua jari atau lebih tangan kanan, cacat sebagian dari organ sistem syaraf, pernafasan, kardiovaskuler, pencernaan, urogenital bisu atau tuli.
Sedangkan kecacatan dengan kriteria ringan yakni gangguan kejiwaan yang ringan, kehilangan satu jari tangan atau kaki, berkurangnya fungsi mata, kehilangan daun telinga namun masih bisa mendengar atau perubahan klasifikasi atau fungsi organ tubuh yang bernilai lebih rendah dari sebelum mendapat cidera/sakit.
"Seseorang yang mengalami kecacatan dengan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh dokter sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," jelas Pasal 38 ayat 6.
Reporter: Titin Supriatin
Sumber: Merdeka
Advertisement