Liputan6.com, Jakarta India sedang berjuang untuk meyakinkan perawatan kesehatan dan pekerja garis depannya untuk menggunakan vaksin COVID-19 buatan lokal. Vaksin tersebut secara kontroversial disetujui tanpa data kemanjuran tahap akhir.
Dilansir dari laman Al Jazeera, India telah memvaksinasi lebih dari 10,5 juta tenaga kesehatan dan pekerja garis depan sejak awal kampanye imunisasi pada 16 Januari. Namun, dari jumlah tersebut hanya sekitar 11 persen atau 1,2 juta orang yang menggunakan COVAXIN, vaksin yang dikembangkan secara lokal oleh Bharat Biotech. Sementara itu sisanya menggunakan vaksin berlisensi dari AstraZeneca.
Advertisement
Kurangnya kepercayaan pada vaksin yang dikembangkan di dalam negeri dapat menghambat India memenuhi target vaksinasi 300 juta dari 1,35 miliar penduduknya pada Agustus. Pemerintah India sejauh ini telah memesan 10 juta dosis COVAXIN dan telah menerima setidaknya 5,5 juta dosis. Pemerintah setempat juga memesan 21 juta dosis Oxford-AstraZeneca.
“Itu semua karena diskusi awal tentang bagaimana COVAXIN hanyalah sebuah vaksin eksperimental, bagaimana vaksin itu belum menyelesaikan uji coba fase tiga,” kata Dr Subhash Salunkhe, yang menasihati pemerintah negara bagian Maharashtra tentang strategi vaksin, seperti yang dikutip dari Al Jazeera (ditulis pada Kamis (25/02/2021).
“Hal-hal ini menimbulkan keraguan di benak orang, sehingga penerimaannya lebih rendah. Ketersediaan bukanlah masalah pada saat ini," ujarnya.
Di sisi lain, sekretaris kesehatan India Rajesh Bhushan pada Selasa mengaitkan penyerapan COVAXIN yang lebih rendah dengan kapasitas produksi Bharat Biotech yang terbatas dibandingkan dengan Serum Institute of India, produsen vaksin terbesar di dunia, yang membuat suntikan AstraZeneca untuk negara berpenghasilan rendah dan menengah.
**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.
Simak juga video berikut
Kemanjuran yang dipertanyakan
Ahli epidemiologi dan ahli kesehatan masyarakat juga mengkritik persetujuan COVAXIN karena terburu-buru. Namun, Bharat Biotech bersama dengan regulator obat India, mengatakan vaksin tersebut aman dan efektif berdasarkan studi awal dan menengah.
Bharat Biotech mengatakan data kemanjuran dari uji coba pada hampir 26.000 sukarelawan akan segera keluar. Namun, perusahaan tersebut tidak segera mengomentari serapan yang lebih rendah dari vaksinnya.
India memiliki jumlah kasus COVID-19 tertinggi kedua di dunia setelah Amerika Serikat. Beberapa kasus baru-baru ini melonjak karena penurunan pemakaian masker dan negara bagian yang telah melonggarkan pembatasan jarak sosial. Bahkan, gelaran akbar pertandingan kriket internasional dimainkan di depan puluhan ribu penonton yang hampir tidak mengikuti protokol kesehatan COVID-19.
Penulis: Abel Pramudya Nugrahadi
Advertisement