Aplikasi Ilegal Seperti TikTok Cash dan Vtube Bikin Rugi Rp 115 Triliun dalam 10 Tahun

Ketua Tim Satgas Waspada Investasi, Tongam Lumban Tobing yakin masih banyak kerugian yang tidak dilaporkan masyarakat kepada SWI karena investasi bodong seperti TikTok Cash dan Vtube.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 27 Feb 2021, 20:00 WIB
Kemkominfo blokir situs TikTok Cash. (Doc: Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Satgas Waspada Investasi (SWI) terus mengingatkan masyarakat agar waspada dan tidak mudah tertipu iming-iming dari usaha yang belum jelas legalitasnya. Apalagi kerugian dari investasi bodong mencapai Rp 114,9 triliun selama 10 tahun terakhir.

Ketua Tim Satgas Waspada Investasi, Tongam Lumban Tobing menuturkan, angka tersebut adalah yang dilaporkan oleh masyarakat kepada SWI. Di luar itu, Tongam yakin masih banyak kerugian yang tidak dilaporkan masyarakat kepada SWI.

"Kerugian 10 tahun terakhir akibat investasi ilegal mencapai Rp 114,9 triliun. ini baru yang masuk dalam laporan dan proses penegakan hukum. Belum yang tidak lapor,” kata dia dalam diskusi virtual, Jumat, 26 Februari 2021.

Tongam menuturkan, usaha yang dinyatakan legal adalah yang memiliki izin. Selain itu juga model bisnis yang dijalankan harus sesuai dengan yang dicantumkan dalam surat izin.

"Jadi usaha yang legal itu adalah usaha yang mempunyai izin usaha sesuai dengan izin usahanya. Harus selaras, perizinan dengan business model kegiatan usahanya,” kata dia.

Sebaiknya, jika kedua hal tersebut tidak terpenuhi maka dianggap ilegal dan harus segera ditindaklanjuti secara hukum Sebab, Tomang menilai umumnya yang ilegal ini berpotensi menimbulkan kerugian.

"Izin kelembagaannya tidak ada dan kegiatan ini cenderung memang sengaja dilakukan untuk penipuan yang merugikan masyarakat,” kata dia. 

Baru-baru ini, Satgas Waspada Investasi (SWI) dan Kemkominfo memblokir aplikasi VTube dan TikTok Cash. Kedua aplikasi ini diduga merupakan kegiatan money game.

 

**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.

Load More

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini


Alasan Satgas Waspada Investasi Blokir Vtube dan TikTok Cash

Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L Tobing menjelaskan tentang fintech di Indonesia, Jakarta, Rabu (12/12). Sedangkang P2P ilegal tidak menjadi tanggung jawab pihak manapun. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Satgas Waspada Investasi (SWI) membeberkan sejumlah alasan dibalik pemblokiran aplikasi VTube dan TikTok Cash. Kedua aplikasi ini diduga merupakan kegiatan money game.

Ketua Tim Satgas Waspada Investasi, Tongam Lumban Tobing menuturkan, alasan paling dasar adalah Vtube dan TikTok Cash aplikasi menawarkan imbal hasil yang menggiurkan. Sementara cara kerja yang cukup mudah, yakni menonton hanya dengan menonton video di masing-masing aplikasi.

"Kalau kita lihat VTube ini kegiatannya adalah memberikan penghasilan kepada para membernya dengan menonton iklan di aplikasi dengan menonton iklan 10 iklan per hari. Kemudian member akan mendapatkan View Poin (VP) setara USD 1 (Rp 14.254 per USD),” kata Tongam dalam diskusi virtual, Jumat (26/2/2021).

Tongam mengatakan, member juga dapat membeli fast track untuk misi-misi tertentu. Sehingga dengan misi atau rate bintang yang lebih tinggi, maka VP yang diperoleh juga lebih besar. 

Selanjutnya, juga ada jual beli VP antar member. Tentunya, ini dilakukan untuk mendapat VP yang lebih tinggi. Tak hanya itu, ada juga sistem referal atau member get member yang memberikan penghasilan tambahan kepada penguna.

“Secara umum, harusnya memang VTube ini kalau memang jasa periklanan dan memberikan keuntungan kepada membernya, harusnya tidak ada pembelian atau penyerahan VP kepada VTube, tetapi cukup orang menonton kasih uang, itu harusnya. kalau begitu bisa meningkatkan pendapatan masyarakat,” kata Tongam.

Tongam mengatakan, VTube memiliki enam kategori berupa bintang 1-6. Semakin tinggi bintangnya, semakin besar pula misi dan VP yang didapat.

Contohnya, Tongam mengatakan untuk bintang 1, bisa mendapatkan 14 VP secara gratis. Namun, 10 VP-nya merupakan biaya (fee/komisi) untuk VTube. Di bintang 6 VP-nya bisa sampai mencapai 10 ribu VP.

 "Biaya inilah yang diduga merupakan kegiatan menghimpun dana,” kata Tongam.

"Mereka juga membangun tim viewer dengan peringkat dari bronze sampai diamond, dan atas dasar peringkat ini mereka mendapatkan VP yang lebih tinggi jika mendapatkan view yang lebih besar,” ia menambahkan.

 


Lalu Bagaimana dengan TikTok Cash?

Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L Tobing (kedua kanan) menjelaskan tentang fintech di Indonesia, Jakarta, Rabu (12/12). Sedangkang P2P ilegal tidak menjadi tanggung jawab pihak manapun. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Tak jauh berbeda, TikTok Cash memberikan bonus kepada member dengan melakukan tugas harian berupa follow akun, like, nonton video TikTok, dan screenshot hasil tugas untuk dilaporkan ke akun TikTok Cash member.

Untuk masuk TikTok Cash member harus masuk keanggotaan. Ada anggota magang yang gratis, tetapi kurang diminati karena imbal hasilnya kecil.

"Sehingga masyarakat cenderung membeli keanggotaan. Jadi ada di situ tingkat keanggotaan. Semakin tinggi tingkat keanggotaan, semakin mahal harga paket dan semakin banyak bonus yang didapat,” jelas Tongam.

Adapun tingkatan tersebut mulai dari magang, pekerja sementara, karyawan, pemimpin grup, pengawas. Untuk tingkatan pengawas, biaya keanggotaannya sekitar Rp 5 juta dengan imbal hasil yang sangat menggiurkan, yakni mencapai Rp 120 juta.

"Dalam setahun bisa mendapatkan komisi 120 juta,” kata Tongam.

Hal ini lantas menimbulkan pertanyaan, dari mana uang tersebut berasal, sementara aplikasi ini tidak memiliki produk fisik yang ditransaksikan. 

"Tentunya ini didapat dari peserta yang datang belakangan. Jadi tidak ada barang atau jasa yang dijual. cukup nonton saja. Ini sangat parah menurut saya,” kata Tongam.

Untuk diketahui, TikTok Cash memberlakukan syarat minimum saldo mengendap Rp 300 ribu, sementara saat ini ada sekitar 500 ribu member yang tergabung. Dengan begitu, ada sekitar Rp 150 miliar uang yang terus mengendap dalam TikTok Cash ini.

"Jadi kegiatan-kegiatan ini memang diduga adalah kejahatan penipuan, yang nantinya ketika tidak ada member baru akan collapse juga,” pungkas dia.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya