Pemerintah Harus Pastikan Keberlanjutan Produksi Jangka Panjang Biodiesel

Hingga Maret 2020, total luas kebun kelapa sawit yang telah tersertifikasi ISPO baru mencapai 5,4 juta hektare.

oleh Tira Santia diperbarui 28 Feb 2021, 17:31 WIB
Petugas memegang nozzle saat melakukan pengisian bahan bakar jenis Biosolar pada kendaraan di salah satu SPBU Pertamina di Jakarta, Rabu (17/2/2021). Kementerian ESDM mencatat, pada tahun 2020 realisasi pemanfaatan biodiesel mencapai 8,46 juta kiloliter (kl). (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia (UI), Bisuk Abraham Sisungkunon, mengatakan bahwa diperlukan komitmen yang lebih tinggi dari Pemerintah Indonesia untuk memastikan aspek keberlanjutan dari produksi biodiesel dalam negeri.

“Tahun lalu ada Perpres, setiap perusahaan perkebunan itu wajib mempunyai sertifikasi ISPO di dalam ISPO itu dijamin bahwa ketinggian air gambut harus sekian dan juga tidak boleh ada konflik lahan segala macam,” kata Bisuk dalam Ngopi Chapter 1: Dilema Kebijakan Biodiesel, Minggu (28/2/2021).

Perpres yang dimaksud adalah Perpres nomor 44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia, Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) diwajibkan bagi seluruh perusahaan perkebunan kelapa sawit dan petani sawit.

“ISPO penerbitan sertifikasinya melibatkan auditor independen, jadi penerbitan sertifikasi ISO bisa kita katakan perusahaan yang sudah tersertifikasi ISPO itu dia sudah memenuhi aspek keberlanjutan secara legal,” katanya.

Namun, hingga Maret 2020, total luas kebun yang telah tersertifikasi ISPO baru mencapai 5,4 juta hektar atau ekuivalen dengan 37 persen dari keseluruhan luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia.

“Artinya Pemerintah perlu komitmen yang lebih tinggi kalau memang kita ingin melepaskan jaket ketidakberlanjutan dari industri biodiesel maupun industri kelapa sawit,” ujarnya.

 

Load More

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Ketahanan Energi

Petugas mengisi bahan bakar jenis Biosolar pada kendaraan di SPBU Pertamina di Jakarta, Rabu (17/2/2021). Kementerian ESDM juga mencatat, pemanfaatan biodiesel telah memberikan perangkat sekitar Rp38,31 triliun. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Kemudian Bisuk mempertanyakan, bagaimana posisi biodiesel dalam kerangka ketahanan energi di jangka Panjang?

Padahal Pemerintah Indonesia sendiri telah mengembangkan peta jalan pengembangan kendaraan listrik di dalam negeri. Apakah produk biodiesel yang tengah dikembangkan saat ini masih bisa terserap di masa depan? 

Menurutnya, dimensi untuk kendaraan listrik naiknya cukup eksponensial. Bahkan Kemenperin sendiri punya Rencana Strategis (Renstra) untuk mobil listrik. Lalu, bagaimana positioning biodiesel dalam jangka Panjang?

“Kita bicara Pemerintah sudah berinvestasi dalam bentuk subsidi ini, kalau subsidi ini tidak berkelanjutan sampai jangka panjang artinya duitnya terbuang sia-sia, artinya kita membuang sesuatu untuk project yang tidak jangka panjang,” ungkapnya.

Demikian ia meminta agar memastikan arah kebijakan Pemerintah terkait pengembangan jangka Panjang biodiesel.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya