Ada Pembatasan Sosial, Mobilitas Warga Turun 23 Persen di Februari 2021

Mobilitas warga di beberapa lokasi mendadak ramai di saat hari libur nasional, misalnya saat Imlek.

oleh Athika Rahma diperbarui 01 Mar 2021, 11:44 WIB
Pegawai memasuki gedung Balai Kota DKI pada hari pertama kerja di tengah pembatasan sosial berskala besar (PSBB) masa transisi di Jakarta, Senin (8/6/2020). PNS di lingkungan Pemprov DKI kembali mulai bekerja di kantor dengan sistem shifting. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) merilis perkembangan mobilitas warga di tengah penerapan kebijakan pemerintah dalam menekan angka penyebaran Covid-19. Hingga Februari 2021, tercatat mobilitas masyarakat masih melambat, di angka -23 persen karena adanya kebijakan pembatasan sosial.

Angka ini tercatat lebih baik dari bulan Januari 2021 dimana penurunannya mencapai -24,3 persen.

"Kita lihat, misalnya di tempat perdagangan, ritel dan rekreasi, di bulan Januari menurun lebih dalam dibanding bulan November dan Desember 2020, meskipun di Februari ini ada kecenderungan mulai meningkat dibanding Januari 2021," ujar Kepala BPS Suhariyanto dalam rilis BPS, Senin (1/3/2021).

Suhariyanto melanjutkan, aktivitas di beberapa lokasi mendadak ramai di saat hari libur nasional, misalnya saat Imlek.

"Penurunan ini berdampak bisa dilihat di sektor pariwisata dan transportasi baik angkutan udara, laut maupun kereta api," ujarnya.

Untuk di sektor lain seperti tempat belanja kebutuhan sehari-hari, mobilitas masyarakat terpantau naik meskipun masih minus, dari -8,6 persen menjadi -6,3 persen. Begitu pula dengan mobilitas di tempat transit yang meningkat dari -37,4 persen menjadi -36,6 persen.

Sementara di taman, mobilitasnya semakin menurun dari -20,5 persen menjadi -25,5 persen. Demikian pula di tempat kerja yang menurun dari -27,3 persen menjadi -29,6 persen.

**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Sedih, 1.033 Restoran di Jakarta Tutup Permanen sejak September 2020

Petugas Satpol PP berkeliling memberikan imbauan di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Minggu (6/12/2020). Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jakarta meminta pembatasan sosial berskala besar (PSBB) kembali diperketat lantaran tren kasus Covid-19 yang terus melonjak di Ibu Kota (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sebelumnya, terdapat kurang lebih 1.033 restoran di Jakarta yang tutup permanen sejak September 2020 hingga saat ini. Temuan ini berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Pusat.

"PHRI Pusat melakukan survei di September 2020 terhadap 9.000 lebih restoran di seluruh Indonesia, dengan 4.469 responden. Ditemukan sekitar 1.033 restoran yang tutup permanen di Jakarta sejak September 2020 sampai sekarang," ujar Wakil Ketua Umum PHRI Bidang Restoran, Emil Arifin, dalam konferensi pers virtual, Jumat (5/2/2021).

Emil mengatakan, 1.033 restoran yang mengalami gulung tikar itu lantaran terdampak berbagai kebijakan pembatasan sosial yang dilakukan secara estafet di ibu kota. Sebab, saat kebijakan pembatasan sosial berlangsung dengan sendirinya turut memangkas pendapatan bisnis restoran.

"Karena kebijakan pembatasan sosial ini turut membatasi jam operasional dan kapasitas tempat duduk. Ini memberatkan," terangnya.

Oleh karena itu, dia optimis saat kebijakan lockdown akhir pekan di ibu kota diterapkan bakal ada lonjakan jumlah restoran yang mengalami gulung tikar itu. Dimana jumlahnya mencapai sekitar 750 restoran.

"Jika opsi ini (lockdown akhir pekan) berjalan, bisa dipastikan penutupan restoran secara permanen akan mencapai sekitar 750," tutupnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya