Hore, Beli Rumah Harga Rp 2 Miliar Tak Perlu Bayar PPN Mulai Maret 2021

Pemerintah memastikan untuk menanggung pembayaran PPN untuk setiap pembelian rumah dengan harga maksimal Rp 2 miliar.

oleh Liputan6.com diperbarui 01 Mar 2021, 16:46 WIB
Sebuah maket perumahan di tampilkan di pameran properti di Jakarta, Kamis (8/9). Sepanjang semester I-2016, pertumbuhan KPR mencapai 8,0%, sehingga diperkirakan pertumbuhan KPR hingga semester I-2017 menjadi 11,7%. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Jokowi-Ma'ruf akan memberikan insentif perpajakan untuk sektor properti atau rumah di Tanah Air. Kebijakan ini menyusul adanya loan to value 100 persen persen dari Bank Indonesia dan kebijakan penyesuaran perhitungan aset tertimbang menurut risiko atau ATMR atas LTV dari Otoritas Jasa Keuangan atau OJK.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan di dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang baru sektor penyerahan rumah tapak dan unit hunian rumah susun dengan kriteria tertentu akan diberikan dukungan PPN ditanggung pemerintah.

"Adapun kriterianya adalah rumah tapak atau rumah susun. Tapi yang harga jualnya maskimal Rp5 miliar. Jadi Rp5 miliar ke bawah. Dan dia harus diserahkan secara fisik pada periode pembelian insentif," jelas dia dalam konferensi pers secara virtual, Senin (1/3/2021).

Insentif ini diberikan untuk rumah yang sudah selesai dan siap dihuni. Adapun pemberian insentif ini hanya diberikan maskimal satu unit rumah tapak atau unit hunian rumah susun untuk satu orang, dan tidak bisa dijual kembali dalam waktu satu tahun.

"Ini turunnya adalah untuk mendukung dari sisi sektor properti di bawah Rp5 miliar. Ini untuk masa pajak 2021 dari Maret sampai Agustus atau selama 6 bulan," jelas dia.

Secara hitung-hitungan, untuk rumah susun yang nilainya mencapai Rp2 miliar 100 persen PPN-nya akan ditanggung oleh pemerintah. Sementara rumah yang harganya Rp2-5 miliar 50 persen ditanggung pemerintah. "Ini flat dari Maret sampai Agustus 2021," katanya.

Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan salah satu latar belakang diberikan insentif properti karena memberikan andil atau kontribusi besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia.

Berdasarkan catatan, selama 20 tahun terakhir PDB dari sektor properti meningkat 7,8 persen. Kemudian pada 2020 meningkat kembali menjadi 13,6 persen.

Namun dari sisi pertumbuhan, harus diakui sektor properti mengalami kontraksi pada 2020 sebesar minus 2,0 persen. Bahkan, sektor kontruksi turun lebih dalam, yakni minus 3,3 persen.

"Pekerjanya juga sedikit turun dari biasanya 9,1 juta turun jadi 8,5 juta di 2020," jelas dia dalam koferesni pers yang dilakukan secara virtual, Senin (1/3).

 

**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Kontribusi Kredit

Pekerja menyelesaikan pembangunan rumah bersubsidi di Ciseeng, Bogor, Jawa Barat, Rabu (16/2/2021). PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. meyakini tahun ini menjadi tahun pemulihan bagi sektor properti khususnya rumah tapak. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Di sisi lain, Menko Airlangga mencatat kontribusi kredit pada sektor ini juga cukup besar, di mana secara total sektor kredit meningkat sebesar 7,3 persen pada 2002. Kemudian kembali meningkat menjadi 19,5 persen pada 2020.

Hanya saja, lagi-lagi industri properti turun signifikan sebesar minus 21 persen. Dampak terbesar terjadi pada pada perumahan besar yang turun mencapai 37 persen. Namun, harga masih bertumbuh rata-rata 1,43 persen.

Mantan Menteri Perindustrian ini menambahkan, dukungan insentif terhadap sektor properti diberikan karena memiliki output multiplier yang tinggi. Apalagi terdapat 174 industri ikutan seperti baja, semen, cat, alat rumah tangga dan lain -lain. Kemudian terdapat juga 350 jenis industri kecil terkait dengan furniture seperti kasur, mabel, hingga lainnya.

Dwi Aditya Putra

Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya