Liputan6.com, Jakarta Virtual police yang menjadi salah satu program Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mengantisipasi berbagai tindak pindana yang bersinggungan dengan UU ITE sudah bergerak meski belum diluncurkan.
Kadiv Humas Polri Irjen Raden Prabowo Argo Yuwono membenarkan bahwa ada 21 akun media sosial dikirim pesan peringatan dari virtual police. Pesan tersebut berisi edukasi agar tidak tersandung tindak pidana khususnya UU ITE.
Advertisement
"Ya (kirim 21 akun media sosial)," kata Argo saat dikonfirmasi, Senin (1/3/2021).
Sementara di kesempatan berbeda, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Fraksi Nasdem Ahmad Sahroni meminta masyarakat tak takut akan keberadaan virtual police.
"Polisi virtual ini justru akan bekerja untuk melindungi masyarakat dari konten-konten yang dapat menimbulkan konflik bangsa seperti postingan hoaks, intoleransi, hingga rasisme," kata Sahroni.
Dia juga melihat, keberadaan virtual police justru dapat meminimalisir tindak pidana, khususnya berkaitan dengan UU ITE.
"Justru polisi virtual ini akan menghindari masyarakat dari pidana ITE, di mana nantinya, mereka akan diberikan peringatan terlebih dahulu. Jadi kalau ada konten yang disinyalir melanggar UU ITE, tidak mesti langsung diperkarakan ke pengadilan atau ditindak pidana, namun cukup diberikan teguran kepada pengguna media sosial untuk memperbaiki," kata dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Libatkan Alogaritma Digital
Kriminolog dari Universitas Indonesia (UI) Adrianus Meliala menilai konsep virtual police yang dijalankan Polri memerlukan rumusan ketat melibatkan algoritma digital. Jika tidak, maka pada akhirnya malah berpotensi menciptakan ketidakadilan baru di masyarakat.
"Jika virtual polisi ini toh ujung-ujungnya digerakkan oleh manusia juga. Manusia yang mengawasi, manusia yang memindai adanya pelanggaran, manusia yang memutuskan untuk memberikan peringatan, atau manusia juga yang memutuskan mengadakan penindakan, maka selalu dikhawatirkan adanya bias," kata Adrianus dalam keterangannya, Jumat (26/2/2021).
Adrianus menyambut baik virtual police sebagai sebuah inisiatif Polri menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) dalam ruang digital Indonesia. Hanya saja, teknis dan eksekusi konsep tersebut sangat menjadi perhatian.
"Bias di mana sang polisi yang menjadi pelakunya, pengawas dunia virtual, ini melakukan oh kalau yang melakukannya si A enggak apa-apa, kalau orangnya si B wah ini perlu diberikan sanksi, atau kalau orangnya si C wah ini perlu diberikan peringatan, atau dari segi kontennya. Kalau kontennya menyerang pemerintah wah ini enggak boleh, tapi ketika menyerang yang lain boleh, tidak boleh, dan seterusnya," tutur dia.
"Jika ini terjadi maka virtual police akan menjadi sumber ketidakadilan baru yang kemudian alih-alih menciptakan kamtibmas malah menciptakan situasi yang tidak aman dan tidak tertib, minimal di beberapa kalangan," lanjut Adrianus.
Advertisement