Liputan6.com, New York - Perusahaan minyak besar China, CNOOC yang mencatatkan saham di Bursa Efek New York (New York Stock Exchange/NYSE) selama 19 tahun telah menjadi korban terbaru dari ketegangan antara Washington dan Beijing.
Bursa Efek New York (New York Stock Exchange/NYSE) mengumumkan akan menghapus atau delisting saham CNOOC (CEO), perusahaan minyak terbesar ketiga di China dan produsen minyak lepas terbesar. Saham CNOOC akan berhenti diperdagangkan mulai 9 Maret 2021.
Bursa Efek New York mengatakan langkah itu untuk mematuhi perintah yang diteken mantan Presiden AS Donald Trump pada November 2020. Pemerintah AS sebelumnya melarang orang AS berinvestasi di perusahaan-perusahaan yang dicurigai dimiliki dan dikendalikan oleh militer China. Demikian dilansir dari CNN, Selasa (2/3/2021).
Baca Juga
Advertisement
CNOOC, perusahaan keempat China yang sahamnya dikeluarkan dari wall street. Sebelumnya Bursa Efek New York telah menghapus perdagangan saham China Mobile, China Telecom dan China Unicorn untuk mematuhi perintah Trump. Tiga saham tersebut sudah berhenti diperdagangkan.
CNOOC telah diperdagangan di bursa saham New York sejak 2001. CNOOC menyesali keputusan Bursa Efek New York dan mengajukan ke Bursa Efek Hong Kong.
CNOOC memperingatkan kalau delisting atau penghapusan saham akan pengaruhi harga dan volume saham. Saham CNOOC yang terdaftar di Hong Kong turun 1,1 persen pada awal pekan ini.
**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
CNOOC Jadi Sasaran Pemerintah AS
Langkah tersebut bukan pertama kalinya CNOOC menjadi sasaran Washington. Beberapa hari sebelum Trump meninggalkan Gedung Putih pada Januari, Departemen Perdagangan AS telah memasukkan CNOOC ke daftar perusahaan yang memangkas pasokan dan teknologi dari AS.
Pada saat itu, mantan Menteri Perdagangan Wilbur Ross menyebut perusahaan itu sebagai “penganggu” bagi militer China, dan mengklaim telah menganggu eksplorasi minyak dan gas lepas pantai di Laut China Selatan oleh negara lain.
Beijing telah berulang kali mengecam pembatasan seperti penyalahgunaan kekuasaan oleh Amerika Serikat. Keputusan menghapus CNOOC menunjukkan Washington masih menekan Beijing di beberapa area saat Presiden Joe Biden mulai masa jabatannya.
Bulan lalu, pemerintah Biden menekankan kalau tetap tegas terhadap China. Dalam panggilan telepon dengan Presiden China Xi Jinping, Biden menekankan keprihatinan mendasar tentang praktik ekonomi Beijing yang memaksa dan tidak adil, tindakan keras di Hong Kong, pelanggaran hak asasi manusia di Xinjiang, dan tindakan yang semakin tegas di wilayah tersebut termasuk Taiwan.
Para analis menilai Biden tidak akan mudah menangani China karena teknologi dan perdagangannya.
Advertisement