Liputan6.com, Jakarta - Covid-19 melanda seluruh Dunia tak terkecuali Indonesia. Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengumumkan pertama kali bahwa dua warga Kota Depok terpapar virus Covid-19 pada Senin, 2 Maret 2020.
Semakin hari jumlah kasus terkonfirmasi positif mengalami peningkatan. Berdasarkan data yang disampaikan Kementerian Kesehatan RI secara kumulatif angka positif Covid-19 per 1 Maret 2021 mencapai 1.341.314 kasus. Berbagai cara dilakukan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah untuk menekan laju penyebaran virus Covid-19.
Advertisement
Pemerintah kemudian mengeluarkan kebijakan Penetapan pembatasan sosial dalam skala besar (PSBB). Acuannya ialah Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 yang ditandatanggani Presiden Joko Widodo pada Selasa (31/3/2020). Disebutkan, syarat daerah yang ingin menerapkan PSBB harus mendapatkan restu dari Menteri Kesehatan (Menkes) yang saat itu masih di bawah komando Terawan Agus Putranto.
DKI Jakarta menjadi Provinsi yang pertama kali mengajukan penerapan PSBB. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menilai perlu membatasi aktivitas masyarakat untuk meredakan penyebaran Covid-19. Saat itu, penyumbang terbanyak kasus positif Covid-19 didominasi masyarakat yang tinggal di DKI Jakarta. Usul itupun disetujui Kemenkes.
Anies lalu memberlakukan PSBB mulai 10 April 2020 sampai 14 hari ke depan. Pemberlakukan PSBB perdana tak cukup efektif. Masyarakat tetap beraktivitas dan tidak mematuhi instruksi untuk tetap di rumah, menjaga jarak, dan menghindari kerumunan.
Anies kembali melanjutkan pemberlakukan PSBB tahap dua terhitung pada 24 April 2020 hingga 21 Mei 2020. Kala itu, Anies sampai mengeluarkan peraturan untuk mendisplinkan warganya. Peraturan itu berupa pergub Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengenaan Sanksi Terhadap Pelanggaran Pelaksanaan PSBB dalam Penanganan Covid-19.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyatakan masyarakat yang melakukan pelanggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dijatuhi sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang ada. Tak main-main sanksi berupa pidana dan denda. Dalam hal ini, Anies menggandeng aparat penegak hukum.
"Mulai pidana ringan, bila berulang bisa jadi lebih berat. Di mana bisa mendapatkan sanksi hukuman selama-lamanya 1 tahun dan denda sebesar-besarnya 100 juta rupiah," kata Anies di Balaikota, Jakarta Pusat, Kamis (9/4/2020).
Sebagaimana yang tertuang Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengenaan Sanksi Terhadap Pelanggaran Pelaksanaan PSBB dalam Penanganan Covid-19.
Dijelaskan pada Pasal 11 bahwa masyarakat yang melanggar mendapatkan sanksi mulai teguran tertulis, membersihkan sarana fasilitas umum dengan menggunakan rompi hingga denda administratif.
"Denda administratif paling sedikit Rp 100 ribu dan paling banyak Rp 250 ribu," bunyi dalam Pergub Nomor 44 tahun 2020.
**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Rumah Makan Ditutup
Tak hanya masyarakat, rumah makan atau restoran juga terkena imbas dari PSBB. Pembeli dilarang makan di restoran atau rumah makan. Makanan yang dibeli hanya diperbolehkan untuk dibawa pulang.
Bila melanggar rumah makan itu akan dikenakan sanksi dari penutupan sementara sampai adanya denda administratif kepada pemilik. "Denda administratif paling sedikit Rp 5 juta dan paling banyak Rp 10 juta," berdasarkan pasal 7 dalam Pergub tersebut.
Belakangan, Pemerintah DKI Jakarta tak hanya berpatokan pada Peraturan Gubernur tapi juga pada Peraturan Daerah (Perda) Penanggulangan Covid-19 yang diteken oleh Gubernur DKI Jakarta pada 12 November 2020.
Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria menyampaikan apresiasi atas terciptanya sinergitas antara eksekutif dan legislatif.
"Dengan ditetapkannya Perda, maka kita memiliki landasan hukum yang kuat dalam penyelenggaraan penanggulangan Covid-19 di wilayah DKI Jakarta. Semangat kemitraan yang terbina dengan baik, selain merupakan landasan utama bagi kita bersama dalam memikul tanggung jawab, mencegah, memutus mata rantai penyebaran dan penularan Covid-19, memulihkan kesehatan masyarakat dan memulihkan perekonomian masyarakat," ungkap pria yang biasa disapa Ariza ini, Senin (19/10/2020).
Ariza menilai cepatnya penetapan Raperda memberikan keyakinan untuk dapat mencegah serta memutus penyebaran Covid-19.
"Kita juga menggarisbawahi pentingnya dalam menjaga, menumbuhkan, dan mengimplementasikan nilai-nilai semangat kemitraan antara eksekutif dan legislatif yang terbina dengan sangat baik, proporsional dan profesional selama ini," tambah Ariza.
Advertisement
Jumlah Denda
Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 tahun 2020 tentang Penanggulangan Covid-19 yang berisi 11 Bab dan 35 pasal mengatur mulai dari ketentuan, tanggung jawab, wewenang, hingga sanksi selama penanganan Covid-19.
Dijelaskan, sanksi denda yang tertuang dalam Perda Nomor 2 Tahun 2020 bertambah banyak diantaranya sanksi denda untuk warga yang menolak tes PCR dan vaksin, sanksi denda untuk warga yang Jemput paksa nenazah Covid-19, sanksi denda warga yang tolak isolasi mandiri.
Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DKI Jakarta menjadi garda yang paling terdepan dalam memberian sanksi mulai teguran tertulis, membersihkan sarana fasilitas umum dengan menggunakan rompi hingga denda administratif. Satpol PP juga didamping TNI dan Polri dalam melaksanakan penegakan Pergub DKI dan Perda DKI yang berkaitan dengan penanggulangan Covid-19.
Menurut catatan Satpol PP DKI Jakarta, jumlah denda yang dikumpulkan dari pelanggar protokol kesehatan dari 5 Juni 2020 sampai 28 Februari 2021 mencapai Rp 6.142.420.000
"Angka itu merupakan rekapitulasi data penindakan terhadap pelanggar PSBB hingga 28 Februari 2021," kata Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DKI Jakarta, Arifin dalam keterangannya, Senin (1/3/2021).