Liputan6.com, Yangon - Menteri luar negeri negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) bersiap untuk hadir dalam pertemuan khusus dengan militer yang berkuasa di Myanmar pada hari Selasa (2/3) dalam upaya untuk memadamkan kekerasan yang mematikan dan membuka saluran untuk mengatasi krisis politik yang meningkat.
Pembicaraan itu akan dilakukan dua hari setelah hari paling mematikan dalam kerusuhan sejak militer menggulingkan pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi sebulan lalu, yang menimbulkan kemarahan dan protes jalanan massal di seluruh Myanmar. Demikian seperti mengutip laman Channel News Asia, Selasa (2/3/2021).
Baca Juga
Advertisement
Jalan-jalan di kota terbesar, Yangon sebagian besar sepi pada Selasa pagi menjelang apa yang dikatakan pengunjuk rasa akan menjadi hari demonstrasi besar lainnya.
Beberapa pusat perbelanjaan mengumumkan penutupan karena kerusuhan, beberapa di tempat-tempat protes terjadi.
Polisi menembakkan gas air mata dan granat untuk membubarkan ratusan pengunjuk rasa di Yangon pada Senin kemarin dan kemudian menyisir jalan-jalan samping, menembakkan peluru karet, kata saksi mata.
Dalam sambutan yang dibacakan di televisi pemerintah oleh penyiar berita, pemimpin junta Jenderal Senior Min Aung Hlaing mengatakan para pemimpin protes dan "penghasut" akan dihukum dan mengancam akan menindak pegawai negeri yang menolak untuk bekerja.
Min Aung Hlaing telah berjanji untuk mengadakan pemilihan baru dan menyerahkan kekuasaan kepada pemenang, tetapi tidak memberikan kerangka waktu yang jelas.
**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Matinya Demokrasi Myanmar
Kudeta pada 1 Februari menghentikan langkah tentatif Myanmar menuju demokrasi setelah hampir 50 tahun pemerintahan militer, dan telah menuai kecaman dan sanksi dari Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya sekaligus meningkatnya kekhawatiran di antara tetangganya.
Menteri Luar Negeri Singapura Vivian Balakrishnan mengatakan, rekan-rekannya di Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) akan terus terang ketika mereka bertemu melalui sambungan video call pada hari Selasa dan akan memberi tahu perwakilan militer Myanmar bahwa mereka terkejut dengan kekerasan tersebut.
Dalam wawancara televisi Senin malam, dia mengatakan ASEAN akan mendorong dialog antara Suu Kyi dan junta.
"Ada kepemimpinan politik ... dan ada kepemimpinan militer, di sisi lain. Mereka perlu bicara, dan kami perlu membantu menyatukan mereka," katanya.
ASEAN beranggotakan negara-negara yakni Myanmar, Singapura, Filipina, Indonesia, Thailand, Laos, Kamboja, Malaysia, Brunei, dan Vietnam.
Namun upaya ASEAN untuk terlibat dengan militer Myanmar mendapat teguran keras dari kelompok-kelompok dalam gerakan anti-kudeta, termasuk komite anggota parlemen yang telah digulingkan yang menyatakan junta sebagai kelompok "teroris".
Advertisement
Campur Tangan ASEAN
Sa Sa, utusan yang ditunjuk komite untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, mengatakan ASEAN seharusnya tidak berurusan dengan "rezim yang dipimpin militer yang tidak sah ini".
Alumni program pemuda ASEAN di Myanmar mengatakan blok tersebut harus berbicara dengan perwakilan internasional dari pemerintahan Suu Kyi, bukan dengan rezim.
"ASEAN harus memahami bahwa kudeta atau pemilihan ulang yang dijanjikan oleh junta militer sama sekali tidak dapat diterima oleh rakyat Myanmar," katanya dalam sebuah surat kepada ASEAN.
Menteri Luar Negeri Filipina, Teodoro Locsin, mengindikasikan di Twitter bahwa ASEAN akan tegas dengan Myanmar dan mengatakan kebijakan non-campur tangan dalam urusan internal anggota "bukan persetujuan menyeluruh atau persetujuan diam-diam untuk kesalahan yang dilakukan di sana".
Infografis Kudeta Militer di Myanmar:
Advertisement