Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar Rupiah sore ini ditutup melemah. Dikutip dari Bloomberg, Selasa (2/3/2021) rupiah ditutup di level 14.325 per dolar AS dari penutupan sebelumnya di level 14.255 per dolar AS.
Sedangkan untuk perdagangan besok, mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuasi namun ditutup melemah di rentang 14.320-14.400 per dolar AS.
Advertisement
"Data eksternal lebih kuat perannya, sehingga wajar kalau mata uang rupiah melemah cukup tajam," ungkap Direktur PT TRFX Garuda Berjangka, Ibrahim, Jakarta, Selasa (2/3/2021).
Ibrahim mengungkapkan, data eksternal mencatat kenaikan yield Treasury yang dilatarbelakangi prospek pertumbuhan ekonomi serta inflasi kemungkinan menanjak. Ini berarti pelaku pasar telah mengantisipasi kemungkinan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan mengurangi nilai program pembelian obligasi dan surat berharga lainnya (quantitative easing/QE) atau yang dikenal dengan istilah tapering.
"Tapering merupakan salah satu hal yang ditakutkan, sebab berkaca dari pengalaman sebelumnya memberikan dampak yang besar di pasar finansial termasuk Indonesia. Saat itu dikenal dengan istilah taper tantrum," ungkap dia.
Namun, baik investor maupun para ekonom memperkirakan The Fed akan merubah kebijakannya di bulan ini guna meredam gejolak di pasar obligasi.
Ketua The Fed, Jerome Powell, pada rapat kebijakan moneter 16 - 17 Maret waktu setempat diperkirakan akan mengaktifkan kembali Operation Twist yang pernah dilakukan 10 tahun yang lalu, saat terjadi krisis utang di Eropa.
Operation Twist dilakukan dengan menjual obligasi AS tenor pendek dan membeli tenor panjang, sehingga yield obligasi tenor pendek akan naik dan tenor panjang menurun.
Hal tersebut dapat membuat kurva yield melandai. Investor sekarang beralih ke Ketua Fed Jerome Powell, yang akan berbicara di acara Wall Street Journal pada hari Kamis di mana dia diperkirakan akan membahas ekonomi. The Fed juga akan merilis Beige Book pada hari Rabu. Hal ini yang kemudian menekan rupiah.
**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Faktor Dalam Negeri
Sementara dari dalam negeri, pemerintah telah memberikan insentif tambahan ke sektor properti. Di mana Bank Indonesia (BI) menetapkan kebijakan DP 0 persen untuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR), kini pemerintah menetapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 0 persen atau PPN ditanggung pemerintah.
Kebijakan yang berlaku 1 Maret 2021 sampai 31 Agustus 2021. Alasan penghapusan PPN untuk pembelian rumah karena sektor properti sangat terdampak pandemi, di sisi lain sektor ini banyak menyerap tenaga kerja dan banyak berkaitan dengan industri lain. Sehingga butuh dukungan stimulus dari pemerintah.
Pertimbangan lainnya, pemerintah menilai selama 20 tahun terakhir kontribusi sektor properti terhadap ekonomi terus meningkat, pada tahun 2000 sebesar 7,8 persen menjadi 13,6 persen pada 2020. Namun, pada 2020 sektor properti mengalami kontraksi jadi minus 2 persen bahkan sektor konstruksi minus 3,3 persen.
Kebijakan ini merupakan langkah luar biasa yang di ambiloleh pemerintah yang bertujuan untuk menggerakan ekonomi khususnya bidang proferti yang diharapkan akan dapat memberikan kontribusi positif bagi perekonomian nasional dan kebijakan ini akan membantu pengembang dalam peningkatan penjualan ditengah pandemi covid-19.
"Di sisi lain, saat ini masyarakat sedang mengencangkan ikat pinggang akibat Indonesia masih dalam kondisi resesi akibat sengatan pandemi covid-19," ungkapnya.
Walhasil, dia menilai wajar jika data internal tidak bisa mengangkat sentimen positif terhadap Rupiah.
Advertisement