Liputan6.com, Jakarta - Artis Nikita Mirzani menjadi salah satu narasumber yang diundang tim kajian Undang-Undang Infomasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Tim kajian saat ini tengah meminta masukan dari para narasumber yang pernah menjadi pelapor dan terlapor terkait kasus ITE.
Nikita Mirzani menjadi salah satu narasumber yang berasal dari pelapor bersama Alvin Lie, Dewi Tanjung, dan Muannas Alaidid. Sementara dari kalangan terlapor antara lain Muhammad Arsyad, Ravio Patra, Prita Mulyasari, Yahdi Basma, dan Teddy Sukardi.
Advertisement
Mereka diberikan kesempatan menyampaikan pendapatnya lewat forum virtual pada Selasa, 2 Maret 2021 kemarin.
Dalam kesempatan itu, Nikita Mirzani menyatakan menolak jika UU ITE dihapuskan. Malah, Nikita meminta agar aparat bertindak cepat dalam menyelesaikan kasus yang berkaitan dengan UU ITE.
"UU ITE jangan dihapus, kalau dihapus nanti pada barbar netizennya, pada ngaco soalnya," ujar Nikita.
Kehawatiran yang sama juga disampaikan Ketua Umum Cyber Indonesia Muanas Alaidid. Ia meminta pemerintah berhati-hati dalam merevisi sejumlah pasal di UU ITE agar tidak muncul persoalan baru.
"Saya kira poinnya yang pertama jangan sampai kemudian niat baik revisi UU ITE, misalnya dalam pasal 27 ayat 3 yang dituding sebagai pasal karet kemudian malah dihapus dan media sosial kita malah menjadi saling menghujat satu sama lain. Bapaknya dihina, ibunya dihina, ya mungkin itu akan menjadi persoalan kalau kemudian tidak dilaporkan. Baik pasal 27 ayat 3, pasal 28 ayat 2 ITE. Jadi saya kira ini harus hati-hati dalam persoalan revisi UU ITE," kata Muannas.
Berbeda dengan Muannas dan Nikita, aktivis yang pernah dikenakan pasal dalam UU ITE, Ravio Patra menjelaskan, hukum seharusnya menciptakan ketertiban, bukan memunculkan kekacauan di kalangan masyarakat.
"Saya dikata-katain, difitnah dinarasikan sebagai mata-mata asing suatu negara. Kalau saya bereaksi dengan melaporkan banyak orang-orang, ujungnya satu negara dipenjara kan?," ujar Ravio Patra kepada tim kajian UU ITE.
**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Pentingnya Edukasi Bermedia Sosial
Ravio menceritakan bagaimana pengalamannya berhadapan dengan aparat kepolisian saat dilaporkan terkait kasus UU ITE. Bagi dia, UU ITE adalah bentuk pengekangan kebebasan sipil.
Ravio menginginkan UU ITE dihapus. Namun dia juga memahami kondisi Indonesia yang masih belajar mengatur medium internet.
"Cuma yang terjadi di Indonesia menurut saya terlalu cepat, terlalu bringas, tidak ada moderasinya, berlebihan responnya. Kalau saya tidak punya prinsip bahwa UU ITE ini bentuk mengekang kebebasan sipil, saya bisa laporkan orang-orang yang ketika saya mengalami kriminalisasi tahun lalu misalnya, kalau saya hitung ada ratusan orang yang bisa saya UU ITE-kan," katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Prita Mulyasari, ibu rumah tangga yang juga pernah bersinggungan dengan UU ITE menekankan pentingnya edukasi di media sosial agar tidak terjebak dalam kasus hukum.
"Edukasi kepada generasi anak muda sekarang ini bagaimana tata krama dari media sosial itu seperti apa? karena saya lihat banyak juga kasus-kasus yang masih anak-anak muda dengan tanpa berpikir dua kali langsung memberikan posting di media sosial dan itu mereka tidak banyak berpikir bahwa akan ada akibatnya di undang-undang ITE ini," ujar Prita.
Sementara itu, Ketua Tim Revisi UU ITE Sugeng Purnomo berharap masukan dari narasumber dapat menjadi bahan diskusi tim dalam pembahasan selanjutnya yang akan diadakan oleh sub tim I dan sub tim II pada pertemuan pekan depan.
"Ini bisa dimanfaatkan untuk mengadakan diskusi-diskusi terkait dengan berbagai masukan, saran, pandangan dari berbagai narasumber mulai dari sesi pertama sampai ketiga pada siang hari ini," Ujar Sugeng.
Advertisement