6 Tanggapan dan Apresiasi Untuk Jokowi Usai Cabut Lampiran Perpres Investasi Miras

Dibatalkannya lampiran Perpres investasi miras itu pun menuai apresiasi dari berbagai kalangan, salah satunya dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

oleh Liputan6.com diperbarui 03 Mar 2021, 19:58 WIB
Presiden Joko Widodo (Jokowi) meninjau lokasi jebolnya Tanggul Citarum di Kampung Sumber Urip, Kecamatan Pebayuran, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Rabu 24 Februari 2021. (Dok PUPR)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi memutuskan untuk mencabut lampiran Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang mengizinkan investasi minuman keras atau miras di empat wilayah di Indonesia.

"Saya putuskan lampiran Perpres terkait pembukaan investasi baru dalam industri minuman keras yang mengandung alkohol saya nyatakan dicabut," ujar Jokowi dalam konferensi pers di Youtube Sekretariat Presiden, Selasa, 2 Maret 2021.

Jokowi menjelaskan, keputusan tersebut diambil usai menerima masukan dari para ulama, Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan Nahdlatul Ulama (NU), dan organisasi masyarakat lainnya di berbagai daerah.

Dibatalkannya lampiran Perpres investasi miras itu pun menuai apresiasi dari berbagai kalangan. Salah satunya dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Sekjen MUI Buya Amirsyah mengaku saat ini pihaknya menunggu salinan tertulis pencabutan lampiran perpres.

Kita menunggu salinan keputusannya. (Ini menjadi) kunci edukasi, pengawasan, sehingga tidak menggunakan miras secara sembarangan, karena akan bisa berbahaya untuk generasi kita di masa mendatang," ujar Amirsyah saat konferensi pers di Gedung MUI Pusat, Selasa, 2 Maret 2021.

Kemudian, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md menegaskan, dengan dicabutnya lampiran Perpres investasi miras menandakan bahwa pemerintah tidak alergi terhadap kritik dan masukan masyarakat.

Berikut tanggapan dan apresiasi dari beragam kalangan untuk Jokowi terkait keputusannya mencabut lampiran Perpres investasi miras dihimpun oleh Liputan6.com:

 

 

**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Indo Barometer

M. Qodari, Direktur Eksekutif Indo Barometer. (Liputan6.com/Abdillah)

Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari mengapresiasi langkah Presiden Joko Widodo mencabut Lampiran Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang melegalkan miras.

"Jadi itu memang saya kira adalah bukti bahwa Pak Jokowi figur yang demokratis karena Perpres itu walaupun baru satu hari sudah dicabut kembali setelah mendengarkan aspirasi, kritik dari masyarakat," kata Qodari lewat keterangan tertulisnya yang diterima Rabu (3/3/2021).

Pembatalan Perpres itu, lanjut Qodari, juga sekaligus membuktikan bahwa Presiden Jokowi benar-benar mengakomodasi aspirasi dari tokoh-tokoh umat Islam dan menepis anggapan pemerintah anti ulama atau anti umat Islam.

"Lebih khusus lagi Pak Jokowi ini sangat memperhatikan dan mendengarkan aspirasi dari organisasi dan tokoh-tokoh Islam. Artinya tudingan bahwa Pak Jokowi ini anti Islam itu tidak benar, terbukti tidak benar dengan pencabutan Perpres kali ini," ucapnya.

Ia menjelaskan, sikap demokratis Jokowi ini tidak hanya terlihat pada polemik Perpres legalitas investasi Miras saja, tetapi hal itu juga terjadi pada tahun 2018.

Pada saat itu Jokowi juga pernah menganulir Perpres tentang Daftar Negatif Investasi (DNI) terkait UKM usai menerima masukan dari Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), meskipun peraturannya sudah rampung digarap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution waktu itu.

"Untuk catatan sebetulnya Pak Jokowi juga sudah pernah mencabut juga Perpres-perpres sebelumnya. Kalau tidak salah November 2018, Presiden Jokowi membatalkan Perpres Daftar Negatif Investasi soal UKM setelah dikritik HIPMI," jelas Qodari.

 


MUI

Gedung Majelis Ulama Indonesia (MUI), Jalan Proklamasi No 51, Menteng, Jakarta Pusat. (bimasislam.kemenag.go.id)

Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) Buya Amirsyah Tambunan juga turut mengapresiasi langkah pencabutan lampiran Perpres investasi miras oleh Jokowi. Dia mengatakan, pihaknya menunggu salinan tertulis pencabutan lampiran perpres.

"Kita menunggu salinan keputusannya. (Ini menjadi) kunci edukasi, pengawasan, sehingga tidak menggunakan miras secara sembarangan, karena akan bisa berbahaya untuk generasi kita di masa mendatang," ujar Amirsyah saat konferensi pers di Gedung MUI Pusat, Selasa, 2 Maret 2021.

Dia menyampaikan, di satu sisi MUI memang mengapresiasi pencabutan tersebut. Namun di sisi lain, MUI terus melakukan aksi yang sifatnya pendampingan atau advokasi, sosialisasi, dan edukasi sehingga dampak penyalahgunaan minuman beralkohol dapat dihindari.

Sementara itu, Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh selain memuji langkah cepat Jokowi, juga menilai pencabutan ini sebagai momentum mereview peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia secara mendalam.

"MUI menyampaikan apresiasi sebesar-besarnya atas keseriusan pemerintah, atas respons cepat dari presiden yang mendengar aspirasi masyarakat, dan juga bersama-sama berkomitmen meneguhkan kemaslahatan bangsa," ujarnya.

Niam menyampaikan, sebelum Presiden mencabut lampiran perpres terkait miras ini, MUI sebelumnya sudah melakukan pendalaman materi.

MUI juga menyampaikan kepada pemerintah tentang aspirasi MUI tersebut, termasuk juga kegelisahan mayoritas masyarakat.

 


KPAI

Press conference KPAI

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra turut menganggap langkah Presiden Jokowi untuk mencabut Lampiran Perpres mengenai investasi miras tepat dilakukan. Hal itu sesuai dengan semangat mengedepankan keselamatan anak-anak.

"Iklim investasi yang membawa ancaman lingkungan, tatanan moral, tatanan etika, seperti produk miras, hendaknya dihindari. Ini adalah prinsip kehati-hatian. Dan bagian merawat masa depan Indonesia, mencabut kebijakan ini adalah bicara masa depan generasi kita," kata Jasra dalam keterangan tulis.

Jasra mengatakan, dengan kondisi tak dilegalkan saja, produk miras banyak mengorbankan anak-anak. Misalnya, banyaknya kasus anak-anak yang tewas akibat menenggak minuman haram itu. Apalagi jika miras jadi dibiarkan bebas beredar.

Menurut Jasra, pengawasan peredaran miras di tengah masyarakat juga masih kurang maksimal. Sebab menurutnya regulasi saat ini tak lebih dari kata-kata yang tertuang pada kemasan miras saja.

Sementara untuk tanggung jawab ketika minuman itu sampai ke tangan anak-anak, baik pembuat maupun pengedar miras lepas tangan.

"Tetapi sering kali laporan pencegahan anak-anak untuk tidak mengonsumsi minuman keras, kenyataannya di level grassroot (akar rumput) sangat sulit dicegah. Sehingga lebih menampakkan regulasi yang pengawasannya sangat lemah," ucap dia.

Jasra juga menyinggung soal aspirasinya untuk menaikkan cukai rokok. Pasalnya menurut Jasra miras dengan rokok sama berbahayanya bagi anak-anak.

"Sama ketika kita ingin menurunkan prevalensi merokok anak, alih-alih menaikkan cukainya, tapi kenyataannya angka prevalensi perokok anak meningkat tajam. Dan sudah barang tentu dari sana juga muncul kasus miras dan narkoba," sebutnya.

Ia berharap dengan kenaikan cukai rokok ini dapat mengurangi angka keterpaparan anak terhadap asap rokok. Hal ini sekaligus menjawab tantangan kerusakan lingkungan serta kerusakan generasi bangsa akibat rokok.

"Kita berharap berbagai produk yang dibatasi karena dampak lingkungan, dampak merugikan kesehatan, dan harus dijauhkan dari jangkauan anak-anak harus benar-benar terawasi dengan baik. Meski memberikan pendapatan buat Pemda dan Pempus, untuk pengawasannya jangan sampai kendor. Karena dampaknya yang luar biasa dan harus ditekan," tegas Jasra.

 


Partai Bulan Bintang

Pelantikan pengurus Dewan Pimpinan Pusat Partai Bulan Bintang (PBB), Kamis (6/2/2020). (Liputan6.com/ Muhammad Radityo Priyasmoro)

Ketua DPP Partai Bulan Bintang (PBB) Firmansyah menyambut baik atas keputusan Presiden Jokowi. Pihaknya pun memang sudah lama menentang akan hal miras ini.

"PBB jelas menentang peredaran miras dan pemakaian miras," kata Firman.

Menurut dia, jangan hanya mencabut soal izin investasi, tapi sekarang pemerintah perlu meningkatkan pengawasan peredaran miras. Dia memberi contoh masih banyak miras diperjualbelikan di bawah usia.

"Siapa yang mengawasi (kejadian di bawah umur beli miras)? Itu kan tidak mudah," ungkap Firman.

Dia berharap ada aturan yang memperketat akan hal ini. "Nah itu implementasinya bagaimana? Apakah setiap bar, restoran, minimarket ada pengawasnya? Terus kalau melanggar diapain? Kan ada aturannya lagi," kata Firman.

 


DPR

Gedung DPR/MPR di Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta. (Liputan6.com/Devira Prastiwi)

Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher menilai, pencabutan lampiran Perpres investasi miras tersebut merupakan sikap yang memang harus diambil Jokowi, mengingat kebijakan memasukkan miras dalam daftar positif investasi akan membahayakan rakyat.

Menurut Wakil Ketua F-PKS DPR RI ini, laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, selama tahun 2016, ada sekitar 3 juta orang di dunia meninggal akibat konsumsi alkohol. Angka ini setara dengan 1 dari 20 kematian di dunia yang disebabkan oleh konsumsi alkohol.

"Jika ingin rakyat selamat, aturan tersebut memang harus dicabut. Melindungi dan memberikan jaminan kesehatan rakyat adalah amanah konstitusi pada pemerintah. Implementasinya antara lain dengan memastikan barang konsumsi yang diproduksi dan beredar di tengah masyarakat adalah barang yang baik, berkualitas dan halal," kata Netty dalam keterangannya, Rabu (3/3/2021).

"Apa jadinya jika pemerintah justru melegalkan investasi industry miras yang jelas buruk untuk kesehatan dan haram pula buat umat Islam yang mayoritas di negeri ini," sambung Netty.

Menurut dia, aturan tersebut tidak layak diberlakukan karena dinilai bertentangan dengan kampanye gerakan masyarakat sehat yang dilakukan Kemenkes RI.

"Rilis Kemenkes menyebutkan 10 dampak negatif dari minuman beralkohol bagi kesehatan. Artinya rakyat diminta untuk menghindari miras. Jadi aneh kan jika malah dilegalkan dan didorong investasi industrinya," kata dia.

Netty pun meminta pemerintah melakukan kajian, penelitian serta masukan dari pihak terkait sebelum membuat kebijakan agar tidak kontra produktif dan menimbulkan kegaduhan publik.

"Apa sih susahnya melakukan kajian, penelitian dan meminta masukan dari tokoh agama, tokoh masyarakat atau pihak lain yang terkait. Jangan pernah coba-coba, test the water, apalagi tidak menelaah dengan teliti setiap kebijakan yang dibuat. Ini hanya membuat kontra produktif dan menimbulkan kegaduhan di masyarakat. Jika pola komunikasi publik semacam ini terus dilakukan pemerintah, jangan salahkan masyarakat jika mengabaikan pemerintah," tandas Netty.

Sementara itu, senada, Wakil Ketua DPR RI M. Azis Syamsuddin juga mengapresiasi keputusan Presiden Jokowi terkait pembatalan Perpres tersebut.

"Saya patut memberikan apresiasi kebijakan Presiden Jokowi tersebut karena memang minuman keras lebih banyak membawa dampak negatif," kata Aziz dalam siaran pers.

Ia menyarankan ke depannya pemerintah harus lebih mengutamakan masukan dari para pakar dan tokoh masyarakat dalam menentukan kebijakan.

Azis juga meminta pemerintah harus memperhatikan dampak kebijakan tersebut terhadap berbagai aspek, seperti kesejahteraan masyarakat, sosial, ekonomi dan kesehatan.

"Pemerintah juga harus lebih memperhatikan dan mendukung investasi yang lebih membawa hal positif dan membuka lapangan pekerjaan sehingga dapat menyerap para pekerja yang saat ini banyak menganggur," ujar Pimpinan DPR RI Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Korpolkam).

Politisi Partai Golkar itu menilai peran Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) sangat diharapkan demi mendukung dan mempermudah investasi di setiap daerah.

Menurutnya, langkah tersebut dapat dilakukan dengan membantu mempermudah izin serta memberikan rasa aman dan nyaman kepada para investor dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

 


Menko Polhulkam

Menko Polhukam Mahfud Md. (Liputan6.com/Putu Merta Surya Putra)

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md turut mengapresiasi keputusan Jokowi mencabut Perpres tersebut.

Dia menilai, pencabutan keputusan tersebut menandakan bahwa pemerintah tidak alergi terhadap kritik dan masukan masyarakat.

"Ketika ada kritik tentang izin investasi miras untuk daerah-daerah tertentu, maka pemerintah mencabutnya. Jadi, pemerintah tak alergi terhadap kritik dan saran," kata Mahfud melalui akun Twitternya @mohmahfudmd, Rabu (3/3/2021).

Menurut dia, hal yang sama juga dilakukan ketika masyarakat ramai-ramai mengkritik vaksinasi Covid-19 yang berbayar. Akhirnya, pemerintah memutuskan untuk menggratiskan vaksin Covid-19 untuk semua masyarakat Indonesia.

"Semula vaksinasi akan digratiskan untuk kelas bawah dan berbayar untuk kelas tertentu. Ada yang kritik, harusnya gratis semua. Pemerintah terima kritik itu dan gratiskan vaksin untuk semua. Ada kritik lagi harusnya perusahaan-perusahaan yang mau lakukan vaksinasi secara mandiri diizinkan. Ok, pemerintah izinkan," ucap dia.

Mahfud menilai bahwa kritikan yang disampaikan masyarakat merupakan sebuah vitamin. Selagi rasional, dia memastikan pemerintah akan mengakomidir kritikan itu.

"Asal rasional sebagai suara rakyat maka Pemerintah akamodatif terhadap kritik dan saran. Kritik adalah vitamin yang harus diserapkan ke tubuh pemerintahan," jelas Mahfud.

 

Reporter: Dinda Permata

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya