Tesla Bangun Pabrik di India, Kementerian BUMN: Kita Tidak Kecolongan

Perusahaan kendaraan listrik Tesla lebih memilih India untuk membangun pabrik mobil ketimbang Indonesia.

oleh Athika Rahma diperbarui 04 Mar 2021, 16:30 WIB
Logo Tesla

Liputan6.com, Jakarta - Perusahaan kendaraan listrik Tesla lebih memilih India untuk membangun pabrik mobil ketimbang Indonesia. Disebutkan, ada beberapa faktor yang membuat Tesla 'minggat', seperti pajak hingga birokrasi.

Kendati, Juru Bicara Kementerian BUMN Arya Sinulingga menegaskan, Indonesia tidak merasa kecolongan gegara pabrikan mobil listrik tersebut bertolak ke India.

"Sebenarnya Tesla kan bikin mobil, nah kita kan bukan bikin mobil. Kami kejar Tesla bukan dari sisi bikin mobil, tapi di sisi EV Battery-nya atau di chargingnya. Karena kita sejak awal tidak bicara membangun mobilnya, tapi industri EV battery-nya," ujar Arya dalam siaran langsung televisi swasta, Kamis (4/3/2021).

Arya menegaskan, tujuan kerjasama Tesla dengan Indonesia berbeda.

"Makanya ketika kemarin dikatakan Tesla ke India, ya, kita tidak kecolongan, karena kita bukan mau bangun pabrik mobil listrik," tandasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Tim Kerja Percepatan Pengembangan EV Battery BUMN dan Komisaris Utama PT MIND ID Agus Tjahajana mengatakan, pihaknya lebih condong untuk menunggu keputusan kerja sama tersebut.

"Diskusinya dengan kami belum cukup matang. Kami siap saja sebenarnya Tesla mau dimana saja, kami sediakan lahannya kalau diperlukan, kalau tidak ya, tidak apa-apa. Kita pada posisi yang lebih banyak menunggu saja," katanya.

 

**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Tesla Pilih Investasi di India Ketimbang Indonesia, Gara-Gara Pajak?

Kendaraan Tesla Model 3 yang diproduksi di China (made in China) di gigafactory Tesla yang terletak di Shanghai, China pada 26 Oktober 2020. Tesla, pabrikan mobil AS, mengumumkan akan mengekspor 7.000 kendaraan Model 3 yang diproduksi di China ke Eropa pada Selasa (27/10). (Xinhua/Ding Ting)

Preferensi pabrikan kendaraan listrik Tesla untuk memilih India untuk membangun pabrik alih-alih di Indonesia mesti jadi pelajaran buat pemerintah. Ekosistem investasi nasional masih jadi momok buat investor global menanamkan modalnya di tanah air.

Direktur Eksekutif Indef Ahmad Tauhid mengatakan, biaya investasi yang akan dikeluarkan Tesla di India jauh lebih murah dibandingkan Indonesia. Itu alasan mengapa Indonesia gagal dipilih Tesla.

“Terkait biaya investasi, ada dua hal mengapa Tesla akhirnya lebih memilih India, pertama adalah soal pajak, di Indonesia meskipun ada keringanan pajak kendaraan listrik, namun buat Tesla iklim pajak di India jauh lebih baik dibandingkan Indonesia,” ungkapnya, dikutip Rabu (24/2/2021).

Iklim pajak dijelaskan Ahmad tak cuma soal tarif melainkan soal kemudahan, serta birokrasi yang lebih cepat dan mudah. Adapun alasan kedua adalah soal tenaga kerja, industri kendaraan listrik di India telah jauh lebih berkembang dibandingkan di Indonesia. Alhasil tenaga kerja di India memiliki kemampuan yang lebih dibandingkan di Indonesia yang baru memulai pengembangan industri kendaraan listrik.

Akumulasi hal-hal tersebut yang menurut Ahmad jadi alasan Tesla mengurungkan niatnya melakukan ekspansi di Indonesia. Ia menilai investasi yang dikeluarkan Tesla di Indonesia akan jauh lebih mahal dibandingkan di India.

“Kalau soal SDM (sumber daya manusia) memang cukup butuh waktu panjang untuk pengembangannya, makanya pemerintah mesti menciptakan iklim yang mendukung investasi, pajak yang lebih murah misalnya, karena ini bukan cuma jadi kendala Tesla, sejumlah perusahaan asal Jepang juga sering mengeluhkan hal ini,” sambungnya.


Rencana Investasi Asing

Papan Nama Booth Tesla di Computex 2017. Liputan6.com/Mochamad Wahyu Hidayat

Hal senada diungkapkan Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet. Menurutnya, selain Tesla, masih banyak rencana investasi asing yang berminat masuk ke Indonesia, namun masih ragu dan memiliki banyak pertimbangan.  Salah satunya mengenai perpajakan.

Memang betul Indonesia sudah memiliki tax holiday, tetapi tidak banyak yang memanfaatkannya dengan berbagai faktor. Salah satunya karena insentif pajak tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan investor. Karena jika dilihat, investor yang berkomitmen untuk berinvestasi datang dari berbagai jenis industri sehingga tidak bisa dipukul rata.

Itu sebabnya, Yusuf bilang, pemerintah perlu mempertimbangkan pemberian insentif berdasarkan kebutuhan industri yang akan dibidik oleh investor. Tentu, ini membutuhkan usaha yang lebih besar untuk menghitung kebutuhan insentif tiap sektor dan berapa lama imbal hasil masing-masing sektor.

"Ini saja dilakukan dalam rangka menarik investasi untuk mendorong masing-masing industri," kata Yusuf, seperti dikutip, Rabu (24/2/2021).

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya