Sederet Insentif Pajak yang Diberikan Pemerintah Selama Pandemi Covid-19

Sri Mulyani Indrawati membeberkan sederet insentif perpajakan yang diberikan oleh pemerintah selama masa pandemi Covid-19

oleh Liputan6.com diperbarui 04 Mar 2021, 17:45 WIB
Ilustrasi Foto Pajak (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati membeberkan sederet insentif perpajakan yang diberikan oleh pemerintah selama masa pandemi Covid-19. Berbagai insentif pajak itu diberikan untuk membantu agar dunia usaha bisa bertahan dari hantaman Covid-19.

Pertama, insentif PPh Pasal 21 untuk karyawan. Pemerintah sudah menanggung dan membayar pajak kepada 131.889 orang dari berbagai perusahaan. Adapun nilainya telah mencapai sebesar Rp3,49 triliun.

"Kemudian ada insentif untuk membantu agar korporasi tidak mengalami tekanan cash atau likuiditas karena harus membayar berbagai ketentuan perpajakan seperti pajak impor 22, pajak pph pasal 25 dari sisi cicilan masanya dan juga dari sisi PPN," kata dia dalam Rapat Kerja Kementerian Perdagangan 2021, Kamis (4/3/2021).

Bendahata Negara itu menyampaikan berbagai insentif itu sudah dinikmati oleh puluhan ribu perusahaan. Untuk PPh 22 impor dirasakan oleh 14.941 perusahaan dengan nilai mencapai Rp13,56 triliun. Kemudian untuk cicilan masa PPH 25, dinikmati 66.682 perusahaan dengan nilai Rp20,5 triliun.

"Sedangkan untuk PPN restitusi yang dipercepat dinikmati oleh 2.529 wajib pajak dengan total fasilitas Rp5,05 triliun," jelas Sri Mulyani.

Adapun berdasarkan survei dilakukan oleh pemerintah dari seluruh perusahaan yang telah menikmati fasilitas perpajakan tersebut, mayoritas mereka akan meminta atau akan memanfaatkan insentif itu kembali. Untuk PPH 21 sebanyak 90 persen dari perusahaan akan memanfaatkan insentif di tahun 2021, PPH 25 86 persen dan, Pembebasan 22 impor 2 persen.

Dwi Aditya Putra

Merdeka.com

**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Kasus Suap Bikin Masyarakat Malas Bayar Pajak?

Petugas melayani masyarakat yang ingin melaporkan SPT di Kantor Direktorat Jenderal Pajak di Jakarta, Rabu (11/3/2020). Hingga 9 Maret 2020, pelaporan SPT pajak penghasilan (PPh) orang pribadi meningkat 34 persen jika dibandingkan pada tanggal yang sama tahun 2019. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji, berpendapat adanya kasus suap pajak yang terjadi di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), tidak turunkan kepercayaan masyarakat.

“Pertama-tama, saya mengapresiasi komitmen Kemenkeu dan KPK untuk mewujudkan sektor pajak yang berintegritas, bersih, dan professional,” kata Bawono kepada Liputan6.com, Kamis (4/3/2021).

Bawono menjelaskan, seperti diketahui bersama bahwa selama beberapa tahun terakhir terdapat berbagai pembenahan dari sisi hulu hingga hilir sektor pajak yang mencakup aspek kebijakan, hukum, dan administrasi.

Sebagai contoh upaya membangun sistem IT dalam hal administrasi, kebijakan yang partisipatif dan terbuka, implementasi compliance risk management yang berbasis profil kepatuhan wajib pajak, adanya pengawasan internal dan eksternal, dan sebagainya.

“Agenda reformasi pajak juga turut mencakup pilar SDM dan organisasi dalam rangka mewujudkan SDM yang profesional dan berintegritas,” katanya.

Artinya, berbagai kunci keberhasilan sistem pajak yang bersih, diantaranya transparansi, kode etik dan budaya, serta sistem yg berbasis IT (mengurangi tatap muka) sudah diterapkan. Dengan demikian, saya melihat sistemnya sudah kian baik dan mengurangi celah.

Menurutnya berbagai pembenahan di atas serta sikap ketegasan Kemenkeu yang tidak mentolerir adanya pelanggaran tersebut justru akan menciptakan kepercayaan masyarakat.

“Dengan demikian, dalam jangka pendek tidak terdapat pengaruh terhadap kepercayaan serta perilaku kepatuhan,” pungkasnya.   

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya