The Fed Gagal Yakinkan Investor, Wall Street Tergelincir

Bursa saham Amerika Serikat atau wall street tertekan setelah pernyataan Ketua The Federal Reserve Jerome Powell belum dapat meyakinkan investor terkait kenaikan imbal hasil obligasi AS.

oleh Agustina Melani diperbarui 05 Mar 2021, 05:51 WIB
Ekspresi pialang Michael Gallucci saat bekerja di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street jatuh ke zona bearish setelah indeks Dow Jones turun 20,3% dari level tertingginya bulan lalu. (AP Photo/Richard Drew)

Liputan6.com, New York - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street melemah tajam setelah Ketua The Federal Reserve (the Fed) Jerome Powell gagal meyakinkan investor terkait harapan inflasi dan imbal hasil obligasi AS.

Pada penutupan wall street, Kamis, 4 Maret 2021, indeks saham S&P 500 melemah 1,3 persen ke posisi 3.768,47 setelah melemah 2,5 persen pada sesi terendahnya.

Indeks saham Dow Jones susut 345,95 poin atau 1,1 persen menjadi 30.924,14. Indeks saham Nasdaq tergelincir 2,1 persen menjadi 12.723,47 yang dipicu penurunan growth stocks di tengah kenaikan suku bunga. Saham Tesla turun hampir lima persen.

Dengan aksi jual yang terjadi pada perdagangan saham Kamis pekan ini, indeks saham Nasdaq melemah 1,3 persen sepanjang 2021. Indeks saham Nasdaq turun ke posisi koreksi secara intraday dengan melemah lebih dari 10 persen dari level tertinggi dalam 52 minggu. Demikian dilansir dari CNBC, Jumat (5/3/2021).

Powell menuturkan, pembukaan kembali ekonomi dapat menciptakan sejumlah tekanan ke harga. Ia kembali menegaskan bank sentral akan “sabar” sebelum mengubah kebijakan bahkan ketika melihat inflasi meningkat.

Powell mengakui, kenaikan cepat suku bunga baru-baru ini menarik perhatiannya. Akan tetapi, the Fed melihat kenaikan suku bunga yang lebih luas di seluruh spektrum sebelum mempertimbangkan tindakan apapun.

 

**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini


Investor Gelisah

Ekspresi spesialis David Haubner (kanan) saat bekerja di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street anjlok karena investor menunggu langkah agresif pemerintah AS atas kejatuhan ekonomi akibat virus corona COVID-19. (AP Photo/Richard Drew)

Yield treasury AS bertenor 10 tahun telah membuat investor gelisah dalam beberapa pekan terakhir dengan naik menjadi 1,54 persen setelah pernyataan Powell.

Pekan lalu, imbal hasil obligasi bertenor 10 tahun melonjak ke level tertinggi 1,6 persen secara tiba-tiba sehingga memicu aksi jual besar-besaran di saham. Imbal hasil kemudian turun pada pekan ini sebelum Powell memicu lonjakan lain.

Beberapa investor mungkin kecewa karena Powell tidak membuat petunjuk kuat tentang perubahan apapun dalam pembelian aset oleh the Federal Reserve untuk menahan kenaikan cepat suku bunga yang terlihat akhir-akhir ini.

Harapan yang tumbuh adalah the Federal Reserve mungkin menerapkan operasi twist seperti yang dilakukan di masa lalu, dengan menjual short-term bills, dan membeli obligasi jangka panjang.

“Ini adalah negatif minor karena dia gagal memberikan komentar yang meyakinkan yang diharapkan investor. Dia tidak jelas tentang tindakan apa yang secara khusus akan diambil jika the Federal Reserve merasa imbal hasil naik ke level yang berlebihan,” ujar dia.

Powell mengatakan, kenaikan harga di atas target the Federal Reserve dua persen untuk beberapa kuartal atau lebih tidak akan menyebabkan harapan inflasi jangka panjang konsumen berubah secara material.


The Fed Berada dalam Posisi Sulit

Spesialis Michael Mara (kiri) dan Stephen Naughton berunding saat bekerja di New York Stock Exchange, AS, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street anjlok pada akhir perdagangan Rabu (11/3/2020) sore waktu setempat setelah WHO menyebut virus corona COVID-19 sebagai pandemi. (AP Photo/Richard Drew)

Di sisi lain harga emas merosot lebih dari satu persen, dan mencapai level terendah hampir sembilan bulan di tengah komentar Powell. Kenaikan imbal hasil obligasi bisa mengikis daya tarik emas sebagai lindung nilai inflasi.

"Dengan kenaikan suku bunga jangka panjang sebagai tanggapan atas komentarnya, kami kembali melihat pasar yang mengambil kendali kebijakan moneter the Fed. The Fed telah menempatkan diri mereka dalam situasi yang sulit dan satu-satunya jalan keluar adalah jika inflasi tidak naik lebih jauh dan tidak mencapai target dua persen mereka,” ujar Chief Investment Officer Bleakley Advisoru Group, Peter Boockvar.

Ia menuturkan, jika memiliki masalah karena takut menghadapinya dengan tarif lebih tinggi jika mereka tetap fokus pada data tenaga kerja.


Data Klaim Pengangguran

Ekspresi spesialis Michael Pistillo (kanan) saat bekerja di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street anjlok pada akhir perdagangan Rabu (11/3/2020) sore waktu setempat setelah WHO menyebut virus corona COVID-19 sebagai pandemi. (AP Photo/Richard Drew)

Investor mencerna pembacaan klaim pengangguran mingguan yang lebih baik dari perkiraan. Pengajuan pertama kali untuk klaim pengangguran pada pekan terakhir 27 Februari berjumlah 745.000, sedikit di bawah perkiraan Dow Jones di 750.000.

“Kami kembali ke kabar baik untuk ekonomi, berita buruk untuk pasar karena suku bunga bergerak lebih tinggi di tengah harapan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik, hal itu telah menekan pasar saham,” ujar Chief Investment Officer Independet Advisor Alliance, Chris Zaccarelli.

Beberapa percaya langkah-langkah stimulus tambahan dapat menyuntikkan optimisme ke pasar. Senat saat ini memperdebatkan paket bantuan senilai USD 1,9 triliun yang disahkan oleh DPR. Presiden AS Joe Biden telah mendukung rencana memangkas batas pendapatan bagi warga AS untuk menerima stimulus.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya