Liputan6.com, Yangon - Militer Myanmar ternyata tidak menyangka bahwa kudeta bakal menghadapi gelombang protes. Masyarakat setempat terus turun ke jalan meski korban jiwa berjatuhan.
Dilaporkan AP, Jumat (5/3/2021), utusan PBB berkata militer Myanmar "sangat kaget" karena gagal untuk mendirikan rezim militer tanpa adanya oposisi.
Baca Juga
Advertisement
Militer Myanmar merebut kekuasaan dari Aung San Suu Kyi pada 1 Februari 2021. Sebelumnya, junta militer Myanmar pernah berkuasa selama setengah abad. Terakhir mereka kudeta pada 1988.
Ketika militer melonggarkan kekuasaan, Aung San Suu Kyi menang pemilu 2015, sehingga dunia internasional ikut meringankan sanksi. Suu Kyi kembali unggul pada pemilu 2020, tetapi militer tidak terima kalah.
Utusan PBB untuk Myanmar, Christine Schraner Burgener, mengaku menerima ribuan pesan dari rakyat Myanmar yang menantikan adanya respons dari dunia internasional. Ia berkata para anak-anak muda menolak hidup di dalam rezim diktator.
"(Mereka) terorganisir dengan baik dan sangat bertekad bahwa mereka tidak ingin kembali menuju kediktatoran dan isolasi," ujarnya.
**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Militer Cuek pada Sanksi
PBB telah berulang kali mengecam militer Myanmar agar tidak bertindak represif. Negara-negara Eropa juga memberikan sanksi.
Christine Schraner Burgener sudah berkomunikasi dengan militer, dan mengingatkan bahwa ada ancaman sanksi. Namun, militer Myanmar tidak gentar karena sudah biasa.
"Jawaban (militer) adalah: 'Kita sudah biasa dengan sanksi-sanksi, dan kita pernah selamat dari sanksi-sanksi tersebut di masa lalu,'" ungkap Christine.
"Ketika saya juga memperingatkan akan ada isolasi, jawabannya adalah: 'Kita harus belajar untuk berjalan dengan sedikit teman.'"
Hingga kini, Aung San Suu Kyi juga masih ditahan militer tanpa adanya kejelasan kapan dibebaskan.
Advertisement