Liputan6.com, Jakarta - Para pelaku industri menyambut baik kebijakan relaksasi pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) dari pemerintah. Sebab, insentif ini menjadi angin segar untuk stimulus bagi pasar otomotif tanah air dan manufaktur otomotif lokal di tengah pandemi Covid-19.
"Kebijakan ini tentunya membuat kami para pelaku industri sangat percaya diri untuk menaikkan penjualan dari model-model yang mendapatkan insentif," ungkap Vice President Toyota Astra Motor Henry Tanoto, Jumat (5/3).
Advertisement
Menurut Henry, setelah diumumkannya kebijakan relaksasi PPnBM oleh pemerintah, pihaknya melihat respons positif dari masyarakat. Khususnya terkait rencana pembelian mobil baru.
"Tentunya kami akan mendukung dan berupaya berkontribusi pada target pemerintah untuk peningkatan penjualan hingga 82 ribu unit," bebernya
Sementara itu, Bussiness Innovation and Sales & Marketing Director PT Honda Prospect Motor Yusak Billy mengatakan, dampak diumumkannya kebijakan PPnBM untuk kendaraan langsung dirasakan pelaku industri.
"Misalnya terjadi peningkatan permintaan hingga 50 persen dibandingkan bulan lalu pada periode yang sama. Honda sendiri menargetkan mampu mempertahankan market share sebesar 14 persen," ucapnya.
Maka dari itu, pihaknya sangat mengapresiasi kebijakan PPnBM yang baru saja berlaku di awal bulan ini. Menyusul dampak insentif ini bisa memajukan perekonomian melalui industri otomotif.
"Ini juga menjadi tantangan bagi industri untuk mampu memenuhi permintaan konsumen yang meningkat. Jadi kami terus memonitor supaya suplai produk kendaraan bisa mengikuti permintaan," tandasnya.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Insentif Pajak PPnBM Mobil 0 Persen Jadi Strategi Pemerintah Lawan Thailand
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, keluarnya aturan mengenai insentif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) mobil 0 persen alias ditanggung pemerintah bisa menciptakan multiplier effect. Beberapa diantaranya adalah membuka lapangan kerja dan melawan kebijakan proteksi Thailand.
“Kita memahami bahwa ekonomi Indonesia memiliki ruang 57 persen pada belanja konsumen jika ingin tumbuh positif tahun ini. Jadi sektor yang penting adalah sektor manufaktur yang mewakili hampir 20 persen dari PDB,” kata Airlangga, dalam MNC Group INVESTOR FORUM 2021 “Recovery Story after The Big Reset", Selasa (2/3/2021).
Menurutnya, jika dilihat sektor-sektor yang memiliki multiplier effect yang tinggi salah satunya adalah sektor otomotif. Hal ini karena sektor tersebut mempunyai kapasitas atau utilisasi kurang dari 50 persen dan pabrik mempunyai kapasitas yang besar.
“Jadi sebenarnya yang kita rencanakan dengan kebijakan ini adalah sektor otomotif yang kapasitasnya di bawah 1.500 CC. Kandungan lokalnya sudah lebih dari 90 persen. Artinya, multiplier effect adalah hide dan sektor tersebut mempekerjakan 1,5 juta orang secara langsung,” jelasnya.
Apabila Pemerintah memberikan kemudahan kepada konsumen, maka utilisasi kapasitas akan meningkat. Jika utilisasi kapasitas ditingkatkan mendekati 1 juta mobil per tahun dalam ekspor Indonesia berbasis otomotif, maka ekspor Indonesia semakin kompetitif karena volume produksi yang meningkat.
“Jika volume lebih banyak biaya lebih rendah. Jadi kami lebih kompetitif. Jadi untuk menyelesaikan melawan negara lain seperti Thailand, kami harus mengembalikan volume kami ke level sebelum covid-19,” katanya.
Advertisement
Sektor Properti
Selain itu, pemerintah juga melihat bahwa sektor properti merupakan salah satu sektor yang terpukul keras dengan adanya pandemi covid-19 ini. Sektor properti yang dimaksud tidak hanya real estat, melainkan juga sektor konstruksi.
“Ini (properti) juga menyumbang terhadap PDB Indonesia, dan ada sekitar 174 industri yang mengandalkan dan menggantungkan diri pada sektor properti ini,” ujarnya.
Oleh karena itu, untuk memulihkan sektor properti, Pemerintah memberikan insentif sebesar 80 persen yang diharapkan bisa mendorong masyarakat kelas menengah untuk membelanjakan uangnya ke sektor properti.
“Jadi bagaimana menggunakan kesempatan ini untuk kelas menengah untuk membelanjakan lebih banyak kemudian kita melakukan relaksasi nilai ini di taksiran untuk properti,” pungkasnya.