50 Orang Lebih Tewas Akibat Demo Tolak Kudeta Militer Myanmar

Utusan khusus PBB untuk Myanmar mengatakan, setidaknya 50 orang lebih tewas sejak kudeta dimulai pada 1 Februari 2021.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 05 Mar 2021, 15:08 WIB
Orang-orang mempersiapkan upacara peringatan sebagai penghormatan kepada seorang guru yang meninggal dalam protes kudeta militer di Yangon, Myanmar, Senin (1/3/2021). Kendati demikian, penyebab kematian guru itu masih belum diketahui, kata putri dan seorang rekan korban. (AP Photo)

Liputan6.com, Yangon - Sejak pengumuman kudeta militer 1 Februari 2021, tercatat lebih dari 50 warga Myanmar meninggal dunia, demikian dilaporkan oleh media Jepang, NHK World, Jumat (5/3/2021).

Peringatan bagi mereka yang tewas dalam aksi protes diadakan di banyak bagian negara itu, Kamis (4/3).

Utusan khusus PBB untuk Myanmar Christine Schraner Burgener mengatakan pada konferensi pers, Rabu (3/3) bahwa setidaknya 38 orang tewas pada hari itu saja.

Banyak yang meninggal dunia ketika pasukan keamanan menembaki pengunjuk rasa di kota terbesar negara itu Yangon, serta kota terbesar kedua Mandalay dan kota-kota lain.

Burgener mengatakan, setidaknya 50 orang lebih tewas sejak kudeta dimulai pada 1 Februari 2021.

Demonstrasi menentang kudeta militer Myanmar masih berlanjut hingga sekarang.

Para pengunjuk rasa, membawa perisai buatan sendiri, sambil meneriakkan, "Ganyang otokrat," dan "Kembalikan kedaulatan kembali ke rakyat."

 

Saksikan Video Berikut Ini:


Tembakan Militer pada Pengunjuk Rasa Damai

Keluarga menangis saat membawa peti jenazah Mya Thwet Thwet Khine ke pemakaman di Naypyitaw, Myanmar (22/2/2021). Mya Thwet Thwet Khine bertahan hidup selama 10 hari dengan bantuan alat medis, tetapi meninggal pada hari Jumat. (AP Photo)

Media lokal mengatakan, pasukan keamanan menembaki para pengunjuk rasa di Yangon, dan kota-kota lain, meningkatkan kekhawatiran bahwa akan ada lebih banyak korban.

Dewan Keamanan PBB telah memutuskan untuk mengadakan pertemuan pada Jumat (5/3/) untuk membahas situasi Myanmar.

Masih belum jelas apakah dewan dapat mengambil langkah-langkah efektif untuk menghentikan kekerasan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya