Strategi Investasi Saat Imbal Hasil Obligasi AS Naik

Senior Investment Strategist Bank OCBC, Vasu Menon menilai, kenaikan imbal hasil obligasi AS menunjukkan antisipasi ada peningkatan pengeluaran fiskal

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 05 Mar 2021, 18:16 WIB
Ilustrasi obligasi

Liputan6.com, Jakarta - Selama beberapa minggu terakhir, imbal hasil obligasi AS mengalami kenaikan. Senior Investment Strategist Bank OCBC, Vasu Menon menilai, hal ini menunjukkan antisipasi ada peningkatan pengeluaran fiskal, seiring usulan paket bantuan stimulus COVID-19 senilai USD 1,9 triliun.

Dengan stimulus tersebut, diharapkan dapat mendorong pemulihan ekonomi melalui peningkatan konsumsi. Sehingga berangsur dapat mengakhiri tren suku bunga rendah. Vasu menambahkan, menjaga durasi portofolio yang lebih rendah akan lebih bijak dilakukan dalam kondisi saat ini.

Dengan kondisi berisiko seperti saat ini, obligasi korporasi non-investment grade (non-IG) negara berkembang dinilai baik untuk disimpan, karena akan memberikan keuntungan lebih. Disamping itu, jika dibandingkan dengan obligasi korporasi non-IG milik AS dan rata- rata secara historis, valuasi jauh lebih menarik.

“Pada instrumen pendapatan tetap, kami mempertahankan pandangan yang positif pada obligasi high yield (Non-Investment Grade) negara berkembang, yang akan diuntungkan dari kebutuhan investor akan imbal hasil yang tinggi,” kata Vasu Menon dalam Market Outlook Bank OCBC NISP, Jumat (5/3/2021).

Adapun pada awal 2021, instrumen pendapatan tetap cukup tertekan. Kondisi ini tercermin dari pergerakan harga obligasi high yield dan investment grade yang berasal dari negara berkembang, yang rata–rata turun -0,1 persen, sementara obligasi AS turun -0,8 persen.

 

 

**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini


Imbal Hasil Obligasi AS Bayangi Pasar Modal

Pengunjung melintas dilayar pergerakan saham di BEI, Jakarta, Senin (30/12/2019). Pada penutupan IHSG 2019 ditutup melemah cukup signifikan 29,78 (0,47%) ke posisi 6.194.50. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, kenaikan imbal hasil (yield) obligasi Amerika Serikat diprediksi berdampak untuk pasar modal di Indonesia, salah satunya membuat dana asing keluar.

"Bagi kita di Indonesia dengan imbal hasil negara AS itu mengalami kenaikan, ada potensi dana asing akan keluar dari Indonesia. Yang paling pertama kalau misalnya ini terjadi dalam jangka panjang ada di surat utang negara," kata Investment Information Mirae Asset, Martha Christina, Kamis, 4 Maret 2021.

Martha menuturkan bila di obligasi sudah mulai keluar, dampak lain yang mungkin saja terjadi akan mempengaruhi pasar saham di Tanah Air.

"Tapi kita harus lihat dulu datanya apakah untuk asing di surat negara bagaimana. Nah biasanya kalau sudah mulai keluar di surat utang negara yang berikutnya itu ada di pasar saham," ujarnya.

Meski demikian, Martha mengaku hingga saat ini dirinya belum melihat dengan pasti terkait surat utang negara. Oleh karena itu, Ia mengimbau tak perlu terlalu khawatir dengan hal ini.

"Kami belum lihat di surat utang negara ya, jadi yang di saham belum perlu dikhawatirkan. Kalau memang nanti terjadi di surat utang negara lalu di pasar saham. Itulah pentingnya juga peran investor domestik," tuturnya.

Saat ini pasar saham telah didominasi investor domestik sehingga apabila memberikan dampak, investor lokal diharapkan mampu memberikan sentimen positif.

"Kalau saat ini memang pasar saham di Indonesia, investor domestiknya sudah mulai dominan, jadi sudah mulai menggerus porsi asing yang sebelumnya lebih tinggi. Jadi nanti kalau memang terjadi dari domestik sendiri bisa mengcover," kata dia.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya