Canberra - Muncul desakan bagi pemerintah Australia agar membuka program karantina khusus bagi mahasiswa asing. Wacana ini muncul agar para mahasiswa bisa kembali melanjutkan kuliah di tengah pandemi COVID-19.
Dilaporkan ABC Australia, Jumat (5/3/2021), Ketua Asosiasi Pendidikan Australia Phil Honeywood berkata siap menanggung biaya yang diperlukan untuk mewujudkan hal itu.
Baca Juga
Advertisement
"Tidak ada alasan mengapa kita tidak menyewa pesawat untuk membawa para mahasiswa ke sini, memasukkan mereka di fasilitas karantina yang terpisah dari karantina hotel untuk warga Australia yang kembali," jelas Phil.
"Industri ini siap untuk membayar petugas perbatasan dan polisi yang diperlukan untuk memastikan semuanya berjalan dengan baik, melalui satu pintu masuk dan keluar," katanya.
Data terbaru menunjukkan saat ini ada 374.000 pemegang visa pelajar di Australia, belum termasuk keluarga yang mendapatkan visa serupa.
Jumlah ini turun dari 580.000 orang sebelum pandemi COVID-19, di mana pada Maret tahun lalu, jumlahnya masih tercatat 495.000 orang.
"Biro Statistik Australia minggu lalu menyatakan kondisi ini merugikan perekonomian itu sebesar AU$9 miliar," kata Phil.
Ia menyebut ada penurunan pendapatan dari 40 miliar Australia pada 2019 menjadi 30 miliar saja. Hal itu mencakup uang sekolah, biaya akomodasi, hiburan, dan belanja lainnya yang dikeluarkan mahasiswa asing di Australia.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Respons Pemerintah
Menanggapi usulan ini, Menteri Pendidikan Australia, Alan Tudge menyatakan pemerintah akan mempertimbangkan semua masukan dari universitas.
"Tapi karantinanya harus menggunakan tempat tidur di luar yang sudah ada dan harus disetujui oleh pejabat tertinggi bidang medis," katanya.
Menteri Alan menambahkan pendaftaran mahasiswa internasional di universitas hanya turun lima persen dan mahasiswa yang ada saat ini belajar secara online dari luar negeri.
November tahun lalu, 63 mahasiswa asing tiba di Darwin dengan penerbangan sewaan dan menghabiskan waktu dua minggu di fasilitas karantina Howard Springs sebelum diizinkan kuliah.
Namun model ini ternyata tidak diadopsi secara luas di kota lainnya.
Menurut Phil Australia tertinggal jauh di belakang negara-negara lain dalam persaingan pasar pendidikan internasional, yang merupakan ekspor terbesar keempat.
"Kanada dan Inggris, dua pesaing terbesar kita, telah membuka perbatasan mereka selama satu tahun penuh dan menerima mahasiswa internasional untuk kuliah muka di kampus," katanya.
"Selandia Baru sekarang menerima 1.000 mahasiswa internasional yang kembali. Kami hanya mendatangkan beberapa orang ke Darwin tahun lalu," ucap Phil.
Advertisement
Belum Jadi Prioritas?
Pemerintah lebih memprioritaskan pemulangan 40.000 warga Australia yang berada di luar negeri dan menyerahkan kepada lembaga pendidikan untuk menyelesaikan masalah keuangan mereka.
Bulan lalu Perdana Menteri Scott Morrison mengatakan universitas harus mengubah model bisnis mereka jika mereka terlalu bergantung pada mahasiswa asing.
Dalam pidatonya di Universitas Melbourne pekan lalu, Menteri Alan menegaskan kembali seruan agar kalangan universitas menjadi lebih tangguh.
"Selama lebih dari satu dekade, fokus pada peringkat internasional telah mendorong perguruan tinggi menggantungkan pendapatan dari mahasiswa asing untuk mendanai penelitian yang diperlukan untuk menaikkan peringkat," katanya.
"Kita menginginkan dan membutuhkan mahasiswa internasional di Australia. Tapi COVID-19 memberi kita kesempatan untuk menilai kembali, untuk fokus pada tujuan utama universitas negeri, yaitu mendidik rakyat Australia dan menghasilkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat pada negara dan kemanusiaan," tuturnya.
Nasib Mahasiswa Asing
Pekan ini, Pemerintah Australia mengumumkan akan memperpanjang larangan perjalanan internasional selama tiga bulan hingga 17 Juni.
Hal ini sangat mengkhawatirkan bagi Anouk Darling, Dirut Scape, perusahaan yang mengoperasikan akomodasi mahasiswa di seluruh Australia.
Industri akomodasi ini tumbuh melalui skema PBSA (akomodasi khusus mahasiswa).
Perusahaan Scape belum lama ini telah menyelesaikan gedung baru senilai AU$100 juta di Melbourne yang bisa menampung 750 mahasiswa.
Gedung tersebut memiliki aula biliar, bioskop, dan area atap, tapi saat ini hanya dihuni segelintir mahasiswa.
"PBSA mendukung lebih dari 5.000 lapangan kerja, tapi kami melakukan diversifikasi sebagai akibat dari pandemi," jelas Darling kepada ABC.
Salah seorang mahasiswa asing China, Kelly He, merupakan penghuni akomodasi yang dikelola oleh Scape. Dia menyebut kondisinya sangat sepi.
"Mungkin hanya beberapa orang yang nongkrong dan belajar," katanya.
Kelly kuliah di saat ketegangan antara China dan Australia terus memanas, sehingga mendorong pemerintah China mengeluarkan peringatan agar warganya berhati-hati karena dapat menjadi sasaran serangan rasis.
Sebuah survei terhadap 112 orang dan lembaga yang dilakukan Kamar Dagang China-Australia menemukan lebih dari setengah responden percaya bahwa sikap China terhadap sektor pendidikan Australia telah memburuk selama pandemi.
Kesemua permasalahan ini merupakan ancaman jangka panjang bagi sektor pendidikan Australia.
Menurut Kelly, dia sendiri telah mengalami ejekan selama pandemi, termasuk dari orang yang pura-pura batuk dan bersin ke arahnya.
Namun Kelly mengatakan dia tetap akan merekomendasikan calon mahasiswa China untuk datang kuliah ke Australia.
Phil yakin hubungan panjang kedua negara akan terbukti lebih kuat daripada ketegangan saat ini.
"Hubungan antar warga dan hubungan antar lembaga Australia dan China sangat kuat," katanya.
"Sudah banyak mahasiswa China dan banyak negara Asia lainnya yang datang ke sini. Hubungan antar warga akan bertahan tanpa adanya arahan dari pemerintah mana pun," kata Phil.
Advertisement