Simak Prediksi Imbal Hasil Obligasi pada Kuartal I 2021

Senior Investment Strategist Bank OCBC, Vasu Menon mengakui awal tahun ini bukanlah momentum yang menguntungkan untuk instrumen pendapatan tetap termasuk obligasi.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 05 Mar 2021, 20:01 WIB
Ilustrasi Investasi Uang Credit: pexels.com/pixabay

Liputan6.com, Jakarta - Pasar obligasi cukup tertekan selama Januari. Wealth Management Head Bank OCBC NISP, Juky Mariska mencatat imbal hasil (yield) obligasi pemerintah tenor 10 tahun naik sebesar 5,45 persen ke level 6,21 persen.

"Kami menilai pasar obligasi masih cukup menarik untuk level saat ini, dengan adanya ruang untuk pemangkasan suku bunga acuan, dengan rendahnya inflasi dan Rupiah yang relatif stabil menguat," kata dia dalam Market Outlook Bank OCBC NISP, Jumat (5/3/2021).

"Kami memperkirakan imbal hasil obligasi akan berada di kisaran 6,00-6,20 untuk kuartal pertama tahun ini," ia menambahkan.

Pernyataan tersebut merujuk pada Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) yang dinilainya akan terus bersinergi kebijakan makroekonomi yang akomodatif untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional. 

Sementara, Senior Investment Strategist Bank OCBC, Vasu Menon mengakui awal tahun ini bukanlah momentum yang menguntungkan untuk instrumen pendapatan tetap.

Kondisi ini tercermin dari pergerakan harga obligasi high yield dan investment grade yang berasal dari negara berkembang, yang rata-rata turun -0,1 persen, sementara obligasi AS mengalami penurunan -0,8 persen.

"Pada instrumen pendapatan tetap, kami mempertahankan pandangan yang positif pada obligasi high yield (non-investment grade) negara berkembang, yang akan diuntungkan dari kebutuhan investor akan imbal hasil yang tinggi,” kata dia.

 

 

**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini


Strategi Investasi Saat Imbal Hasil Obligasi AS Naik

Ilustrasi pendanaan, investasi, dolar. Kredit: pasja1000 from Pixabay

Sebelumnya, selama beberapa minggu terakhir, imbal hasil obligasi AS mengalami kenaikan. Senior Investment Strategist Bank OCBC, Vasu Menon menilai, hal ini menunjukkan antisipasi ada peningkatan pengeluaran fiskal, seiring usulan paket bantuan stimulus COVID-19 senilai USD 1,9 triliun.

Dengan stimulus tersebut, diharapkan dapat mendorong pemulihan ekonomi melalui peningkatan konsumsi. Sehingga berangsur dapat mengakhiri tren suku bunga rendah. Vasu menambahkan, menjaga durasi portofolio yang lebih rendah akan lebih bijak dilakukan dalam kondisi saat ini.

Dengan kondisi berisiko seperti saat ini, obligasi korporasi non-investment grade (non-IG) negara berkembang dinilai baik untuk disimpan, karena akan memberikan keuntungan lebih. Disamping itu, jika dibandingkan dengan obligasi korporasi non-IG milik AS dan rata- rata secara historis, valuasi jauh lebih menarik.

“Pada instrumen pendapatan tetap, kami mempertahankan pandangan yang positif pada obligasi high yield (Non-Investment Grade) negara berkembang, yang akan diuntungkan dari kebutuhan investor akan imbal hasil yang tinggi,” kata Vasu Menon dalam Market Outlook Bank OCBC NISP, Jumat (5/3/2021).

Adapun pada awal 2021, instrumen pendapatan tetap cukup tertekan. Kondisi ini tercermin dari pergerakan harga obligasi high yield dan investment grade yang berasal dari negara berkembang, yang rata–rata turun -0,1 persen, sementara obligasi AS turun -0,8 persen.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya