Liputan6.com, Jakarta Pengamat politik SMRC, Saiful Mujani menyatakan, Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat (PD) di Deli Serdang, Sumatera Utara (Sumut) yang dilakukan oleh pejabat negara adalah sebuah kemerosotan besar dalam demokrasi Indonesia.
“Manuver KSP Moeldoko ini adalah membunuh PD. Demokrat mati di tangan seorang pejabat negara. Backsliding demokrasi Indonesia makin dalam, dan ini terjadi di bawah Jokowi yang ironisnya ia justru jadi presiden karena demokrasi,” kata Mujani saat dikonfirmasi, Sabtu (6/3/2021).
Advertisement
Mujani menyebut, masih belum terlambat bagi Jokowi menghentikan KLB Sumut yang dinilai merupakan pelemahan demokrasi oleh pejabat negara.
“Pelemahan demokrasi ini bisa dihentikan dengan mencegah negara ikut campur internal partai sebagai pilar utama demokrasi. Presiden punya wewenang lebih dari cukup untuk menghentikan kemerosotan demokrasi ini,” ucapnya.
Namun, Mujani menyebut sikap pemerintah terhadap KLB semua begantung pada komitmen Jokowi menjaga demokrasi. “Bola berada di pemerintah,” ucapnya.
Demokrat Bisa Senasib Hanura
Apabila Jokowi nantinya mengakui KLB Sumut, maka Partai Demokrat diambang kehancuran.
“Setelah KSP Moeldoko ditetapkan jadi Ketua Partai Demokrat lewat KLB, maka selanjutnya tergantung negara, lewat Menkumham dari PDIP, Yasonna mengakui hasil KLB itu atau tidak. Kalau mengakui, dan membatalkan kepengurusan PD AHY, lonceng kematian PD makin kencang,” kata Mujani.
Dia menuturkan, apabila pemerintah mengakui KLB Sumut, maka Demokrat AHY akan bertarung di Mahkamah Agung (MA) dan berujung lewatnya peluang Pilpres 2024. Bila hal itu terjadi, maka Demokrat akan bernasib seperti Hanura setelah ditinggal Wiranto.
“2024 Demokrat bisa menjadi seperti Hanura sekarang, yang hilang di parlemen setelah Wiranto tak lagi mimpin partai itu. Saya tak bisa membayangkan PD bisa besar dan bahkan terbesar pada 2009 tanpa SBY. Suka ataupun tidak itu adalah fakta. Moeldoko bisa gantikan itu? Seperti mantan jenderal lainnya mimpin partai, KSP ini tak lebih dari Sutiyoso, Hendro, Edi Sudrajat yang gagal membesarkan partai,” kata Mujani.
**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Klaim Moeldoko Vs AHY
Sementara itu, Kepala Staf Kepresidenan, Jenderal Purnawirawan TNI Moeldoko telah menerima mandat sebagai Ketua Umum Partai Demokrat hasil KLB di Deli Serdang, Sumut. Moeldoko mengklaim, KLB tersebut konstitusional karena sesuai dengan AD/ART Partai Demokrat.
"KLB ini adalah konstitusional seperti yang tertuang dalam AD/ART," kata Moeldoko saat berpidato pertama kali dihadapan para kader di The Hill Hotel and Resort, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara (Sumut), Jumat (5/3/2021) malam.
Dengan alasan tersebut, Moeldoko mau datang dan menerima penunjukan sebagai Ketum Partai Demokrat. Sebelumnya dalam sambungan telepon, dia juga sempat memastikan hal AD/ART dalam partai tersebut.
"Untuk itulah sebelum saya datang ke sini, saya ingin memastikan tiga pertanyaan kepada saudara-saudara sekalian semua, setelah hal kepastian saya dengan sukarela untuk datang ke sini walaupun macetnya luar biasa," ungkapnya.
Sementara itu, ditempat yang berbeda Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menegaskan Kongres Luar Biasa yang digelar di Deli Serdang, Sumatera Utara tidak sah. AHY menyebut, KLB tersebut tidak sesuai dengan AD/ART partai.
"Kongres luar biasa secara ilegal, secara inkonstitusional mengatasnamakan Partai Demokrat di Deli Serdang di Sumatera Utara apa yang mereka lakukan tentu didasari oleh niat yang buruk juga dilakukan dengan cara-cara yang buruk," kata AHY saat jumpa pers, Jumat (5/3/2021).
"Ada yang mengatakan bodong, ada yang mengatakan abal-abal yang jelas terminologinya ilegal dan inkonstitusional. Mengapa? Karena ini tidak sesuai, tidak berdasar pada konstitusi Partai Demokrat yang juga telah disahkan oleh pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM," sambungnya.
AHY juga menegaskan dirinya merupakan ketua umum yang sah sesuai hasil Kongres V Partai Demokrat pada 15 Maret 2020. "Kongres yang sah, kongres yang demokratis dan juga telah disahkan oleh negara oleh pemerintah oleh Kementerian Hukum dan HAM," katanya.
Selain itu, berdasarkan AD/ART, KLB bisa digelar jika disetujui, didukung, dan dihadiri 2/3 dari jumlah dewan pimpinan daerah, setengah dari jumlah dewan pimpinan cabang atau di kedua-duanya. Maka, minimal diinisiasi dan diselenggarakan KLB harus persetujuan dari Ketua Majelis Tinggi Partai.
"Pasal tersebut tidak dipenuhi sama sekali, tidak dipenuhi oleh para peserta KLB ilegal tersebut," katanya.
Advertisement