Mangkir Pemeriksaan Kasus Suap Benur, KPK Ultimatum Istri Edhy Prabowo

Istri Edhy Prabowo, Iis Rosita Dewi mangkir dari pemeriksaan KPK sebagai saksi kasus suap izin ekspor benih lobster atau benur di KKP.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 06 Mar 2021, 16:23 WIB
Gaya Liburan Istri Edhy Prabowo, Iis Rosita Dewi yang Suka Wisata Alam. (dok.Instagram @iisedhyprabowo/https://www.instagram.com/p/B41_pjdBY58/Henry)

Liputan6.com, Jakarta - Anggota DPR Iis Rosita Dewi mangkir alias tak memenuhi panggilan pemeriksaan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Istri mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo itu sedianya diperiksa sebagai saksi kasus suap ekspor benih lobster pada Jumat, 5 Maret 2021.

"Tidak hadir dan tanpa konfirmasi kepada tim penyidik KPK," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Sabtu (6/3/2021).

Selain Iis, dalam panggilan pemeriksaan kemarin, terdapat enam saksi lainnya yang mangkir dari pemeriksaan penyidik. Mereka adalah Mohamad Ridho (karyawan swasta), Mohammad Sadik (pensiuanan PNS), Siti Maryam (Mahasiswi), Randy Bagas Prasetya (staf Hukum Operasional BCA), Lies Herminingsih (Notaris), dan Ade Mulyana Saleh (wiraswasta).

KPK mengultimatum kepada Iis Rosita Dewi dan para saksi lainnya yang telah dipanggil secara patut menurut hukum untuk kooperatif hadir memenuhi panggilan tersebut.

"KPK juga mengimbau kepada pihak-pihak yang diduga mengetahui adanya aset-aset milik tersangka EP (Edhy Prabowo) dan kawan-kawan untuk kooperatif segera menyampaikan pada KPK," kata Ali.

Ali mengingatkan adanya ancaman pidana bagi mereka yang sengaja mempersulit proses penegakkan hukum. Hal tersebut tertuang dalam Pasal 21 UU Tipikor.

"Kami mengingatkan pihak-pihaj yang dengan sengaja merintangi penyidikan perkara ini, KPK tidak segan untuk menerapkan ketentuan Pasal 21 UU Tipikor," kata Ali.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


7 Tersangka Suap Ekspor Benur

Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango (ketiga kiri) bersama petugas menunjukkan barang bukti terkait penetapan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo sebagai tersangka kasus dugaan suap calon eksportir benih lobster di Gedung KPK Jakarta, Rabu (25/11/2020). (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Dalam kasus ini KPK menjerat Edhy Prabowo dan enam tersangka lainnya. Mereka adalah Safri (SAF) selaku Stafsus Menteri KKP, Siswadi (SWD) selaku Pengurus PT Aero Citra Kargo, Ainul Faqih (AF) selaku Staf istri Menteri KKP, Andreau Pribadi Misanta (APM) selaku Stafsus Menteri KKP, Amiril Mukminin (AM) selaku sespri menteri, dan Suharjito (SJT) selaku Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP).

Edhy diduga telah menerima sejumlah uang dari Suharjito, chairman holding company PT Dua Putera Perkasa (DPP). Perusahaan Suharjito telah 10 kali mengirim benih lobster dengan menggunakan jasa PT Aero Citra Kargo (PT ACK).

Untuk melakukan ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT Aero Citra Kargo dengan biaya angkut Rp 1.800/ekor. Perusahaan PT ACK itu diduga merupakan satu-satunya forwarder ekspor benih lobster yang sudah disepakati dan dapat restu dari Edhy.

Dalam menjalankan monopoli bisnis kargo tersebut, PT ACK menggunakan PT Perishable Logistics Indonesia (PLI) sebagai operator lapangan pengiriman benur ke luar negeri. Para calon eksportir kemudian diduga menyetor sejumlah uang ke rekening perusahaan itu agar bisa ekspor.

Uang yang terkumpul diduga digunakan untuk kepentingan Edhy Prabowo dan istrinya, Iis Rosyita Dewi untuk belanja barang mewah di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 21-23 November 2020. Sekitar Rp 750 juta digunakan untuk membeli jam tangan Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton, serta baju Old Navy.

Edhy diduga menerima uang Rp 3,4 miliar melalui kartu ATM yang dipegang staf istrinya. Selain itu, ia juga diduga pernah menerima USD 100 ribu yang diduga terkait suap. Adapun total uang dalam rekening penampung suap Edhy Prabowo mencapai Rp 9,8 miliar.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya