Muhammadiyah Pertanyakan Hilangnya Frasa Agama di Draf Peta Jalan Pendidikan 2020-2035

Haedar memandang hilangnya frasa “agama” sebagai acuan nilai berdampak besar pada aplikasi dan ragam produk kebijakan di lapangan

oleh Yopi Makdori diperbarui 08 Mar 2021, 08:32 WIB
Ketum PP Muhammadiyah H. Haedar Nashir memberi keterangan di kantor PBNU, Jakarta, Jumat (23/3). Pertemuan membahas implementasi Islam yang damai dan toleran menuju Indonesia berkeadilan dalam menyongsong tahun politik. (Liputan6.com/Herman Zakharia)
Liputan6.com, Jakarta -

Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mempertanyakan absennya frasa "agama" dalam Peta Jalan Pendidikan 2020-2035 yang kini tengah digodok Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

Dia menyebut hilangnya frasa "agama" merupakan bentuk melawan Konstitusi (inkonstitusional) sebab merunut pada hierarki hukum, produk turunan kebijakan seperti peta jalan tidak boleh menyelisihi peraturan di atasnya yaitu: Peraturan Pemerintah, UU Sisdiknas, UUD 1945 dan puncaknya adalah Pancasila.

“Saya bertanya, hilangnya kata agama itu kealpaan atau memang sengaja? Oke kalau Pancasila itu dasar (negara), tapi kenapa budaya itu masuk?” tanya Haedar Nashir dikutip dari portal resmi Muhammadiyah pada Senin (8/3/2021).

Peta Jalan Pendidikan Nasional 2020-2035 diluncurkan Kemendikbud guna menjalankan amanat untuk mencerdaskan bangsa. Peta jalan disusun sebagai rambu-rambu dalam sistem pendidikan nasional hingga 2035 mendatang. Meskipun hingga saat ini penyusunan peta jalan itu belum kunjung rampung.

Frasa agama juga absen dari Visi Pendidikan Indonesia 2035. Di mana visi itu hanya berbunyi, “Membangun rakyat Indonesia untuk menjadi pembelajar seumur hidup yang unggul, terus berkembang, sejahtera, dan berakhlak mulia dengan menumbuhkan nilai-nilai budaya Indonesia dan Pancasila.”

Haedar Nashir memandang hilangnya frasa “agama” sebagai acuan nilai berdampak besar pada aplikasi dan ragam produk kebijakan di lapangan. Padahal, pedoman wajib di atas Peta Jalan Pendidikan Nasional yaitu ayat 5 Pasal 31 UUD 1945, poin pertama Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menjelaskan secara eksplisit bahwa agama sebagai unsur integral di dalam pendidikan nasional.

"Kenapa Peta Jalan yang dirumuskan oleh Kemendikbud kok berani berbeda dari atau menyalahi pasal 31 UUD 1945. Kalau orang hukum itu mengatakan ini Pelanggaran Konstitusional, tapi kami sebagai organisasi dakwah itu kalimatnya adalah ‘tidak sejalan’ dengan Pasal 31," tekan dia.

Haedar menganggap, hal ini sebagai problem serius yang perlu dijadikan masukan penting bagi pemerintah.

"Agar kita berpikir bukan dari aspek primordial, tapi berpikir secara konstitusional, karena itu sudah tertera langsung tanpa perlu interpretasi di dalam Pasal 31," kata dia.

Haedar mengaku setuju jika ide dalam sumber nilai konstruksi kehidupan kebangsaan berasal dari tiga unsur, yaitu Pancasila, Agama dan Budaya. Karenanya, salah satu unsur itu tidak boleh dihilangkan karena akan menimbulkan kecurigaan publik.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Terima Masukan Muhammadiyah

Nadiem Makarim saat melakukan kunjungan kerja ke ke Kabupaten Sorong dan Kota Sorong, Papua Barat. (foto: dokumentasi Mendikbud).

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengaku tengah menggodok Peta Jalan Pendidikan Nasional 2020-2035. Menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim, pihaknya mengusulkan agar ada peraturan presiden demi mengukuhkan peta jalan pendidikan yang masih terus disusun tersebut.

"Kami mengusulkan bahwa ada peraturan presiden (perpres) untuk menguatkan lagi peta jalan pendidikan, terutama untuk mengkoordinasi lintas kementerian dan juga antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah," ujar Nadiem dalam Rapat Kerja bersama Komisi X DPR RI, Jakarta, Senin 16 November 2020.

Perpres ini menurutnya dapat memperkuat peta jalan pendidikan nasional selama penyusunannya. Nadiem menyebut, penyusunan peta jalan itu nantinya akan bermuara pada pembentukan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang baru.

"Karena ada banyak sekali kebijakan-kebijakan yang melibatkan pemerintah daerah dan kementerian lainnya yang pasti akan bisa dilakukan lebih cepat di dalam semua instansi eksekutif kita, jadi itu rekomendasi kita," papar Nadiem.

Nadiem menyebut, dalam penyusunan tersebut pihaknya telah mencari sejumlah masukan ke beberapa pihak, seperti kementerian dalam kabinet Indonesia Maju, Komisi X DPR RI, Dewan Pertimbangan Presiden, bahkan sejumlah ormas keagamaan.

"Kami sudah bicara juga dengan ketua umum Muhammadiyah dan BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan), dan sudah mendapatkan masukan dari perwakilan industri dan sektor swasta mengenai peta jalan pendidikan ini," beber Nadiem.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya