Liputan6.com, Bata Sebanyak 20 orang tewas setelah serangkaian ledakan besar di pangkalan militer di kota Bata di Guinea Khatulistiwa, dan sekitar 500 orang terluka setelah ledakan, pada Minggu 7 Maret waktu setempat.
Dalam sebuah pernyataan di siaran tv nasional, Presiden Teodoro Obiang Nguema mengatakan, ledakan itu disebabkan oleh "kelalaian" terkait penyimpanan dinamit di barak.
Advertisement
Presiden Teodoro menambahkan, dampak ledakan tersebut menyebabkan kerusakan di hampir semua rumah dan bangunan di Bata.
Insiden tersebut kemungkinan terjadi menyusul pembakaran lahan di sekitar barak oleh petani. Teodoro pun meminta bantuan internasional untuk memberikan bantuan.
Guinea Khatulistiwa merupakan negara yang terletak di pantai barat Afrika Tengah, dengan luas 28,000 kilometer persegi.
**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.
Saksikan Video Berikut Ini:
Tenaga Medis Kekurangan Bantuan
Seorang dokter menelepon ke TVGE, yang menggunakan nama depannya, Florentino mengungkap situasinya adalah "saat krisis" rumah sakit penuh sesak. Dia mengatakan, pusat olahraga yang didirikan untuk pasien COVID-19 kini digunakan untuk menerima kasus kecil.
Stasiun radio, Radio Macuto, melaporkan orang-orang dievakuasi dalam jarak 4 km dari kota karena asapnya mungkin berbahaya.
Dalam serangkaian tweet, kementerian kesehatan juga meminta tenaga kesehatan sukarela untuk pergi ke RSUD Bata. Pihaknya juga meminta donor darah karena tingginya jumlah korban.
Rekaman dari tempat kejadian menunjukkan petugas pemadam kebakaran menanggapi orang-orang di jalan dan menghancurkan bangunan. Truk-truk berisi orang-orang yang selamat, banyak di antaranya adalah anak-anak, melaju ke depan rumah sakit setempat di mana beberapa korban terekam tergeletak di lantai.
"Kami mendengar ledakan dan kami melihat asap, tapi kami tidak tahu apa yang terjadi," kata seorang penduduk setempat kepada kantor berita AFP.
Dalam sebuah tweet, duta besar Prancis Olivier Brochenin mengirimkan belasungkawa kepada para korban, menggambarkan acara tersebut sebagai "bencana".
Reporter: Lianna Leticia
Advertisement