Studi: 52 Persen Perempuan di Seluruh Dunia Belum Terhubung ke Internet

Berdasarkan studi yang dikutip Facebook, 52 persen perempuan di seluruh dunia belum terhubung internet. Padahal, kefasihan digital dapat menjadi modal bagi perempuan untuk mengejar karier atau memulai bisnisnya.

oleh Agustin Setyo Wardani diperbarui 08 Mar 2021, 18:26 WIB
Aksi aktivis Perempuan Mahardhika memperingati Hari Perempuan Sedunia di Kawasan Patung Kuda Arjuna Wijaya, Jakarta, Senin (8/3/2021). Mereka meminta segera pemerintah mengesahkan RUU Perlindungan PRT, Ratifikasi Konvensi ILO 190 beserta rekomendasi 206. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Facebook mengungkap hasil penelitian terkait Hari Perempuan Sedunia 2021 yang jatuh pada hari ini, Senin 8 Maret 2021. Dalam menyelenggarakan penelitian ini, Facebook bermitra dengan sejumlah lembaga untuk mempelajari kesetaraan gender di rumah dan di tempat kerja selama Covid-19.

Lembaga yang ikut memberi masukan antara lain World Bank Group, UN Women, Ladysmith Collective, dan EqualMeasures2030.

Ada lebih dari 460 ribu orang dari 200 negara di Facebook yang berpartisipasi dalam survei ini. Facebook meneliti mengenai akses yang dimiliki perempuan dan laki-laki terhadap sumber daya, waktu yang dihabiskan untuk pekerjaan tanpa upah, dan sikap mengenai kesetaraan.

Mengutip keterangan Facebook, jawaban responden memberi harapan tetapi juga kekhawatiran.

"Ada beberapa alasan untuk khawatir, perempuan seringkali mendapat gaji lebih sedikit dibanding laki-laki dan bergantung secara finansial kepada orang lain," kata Manager Program-Program Kebijakan untuk Facebook di Indonesia Dessy Sukendar dalam keterangan yang diterima Senin (8/3/2021).

Selain itu, hasil studi juga mengungkap bahwa seperempat perempuan khawatir mengenai masa depan pekerjaan mereka. Mereka juga mengaku menghabiskan lebih banyak waktu untuk pekerjaan tanpa upah dan pekerjaan rumah tangga sebagai akibat dari Covid-19.

Sementara, berdasarkan studi Future of Business Facebook dengan Bank Dunia dan OECD, UMKM yang dimiliki perempuan lebih cenderung melaporkan bisnis tutup karena Covid-19.

Studi ini menegaskan, perempuan memikul beban tanggung jawab rumah tangga lebih besar. Di Asia Timur dan Pasifik, 20 persen dari perempuan wirausaha mengatakan, mereka menghabiskan enam jam tiap harinya untuk memikul tanggung jawab di rumah tangga, dibandingkan dengan laki-laki (12 persen).


Kurangnya Akses Internet Jadi Masalah

Poster dalam aksi yang digelar untuk memperingati Hari Perempuan Sedunia di Kawasan Patung Kuda Arjuna Wijaya, Jakarta, Senin (8/3/2021). Mereka meminta segera pemerintah mengesahkan RUU Perlindungan PRT, Ratifikasi Konvensi ILO 190 beserta rekomendasi 206. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Akses ke internet pun jadi masalah. Menurut Clinton Global Initiative, saat ini hampir 52 persen perempuan di seluruh dunia belum menggunakan internet. Secara rata-rata, perempuan lebih kecil kemungkinan memiliki ponsel dibandingkan pria.

Selain itu, perempuan lebih kecil kemungkinan untuk berinteraksi secara online.

"Hal ini sangat disayangkan mengingat perempuan memanfaatkan pendidikan digital dengan efek yang lebih besar dibandingkan pria," kata Dessy.

Sebuah studi lain dari Accenture menunjukkan, ketika perempuan dan laki-laki memiliki tingkat kefasihan digital yang sama, wanita berhasil mencapai tingkat pendidikan yang lebih tinggi.

"Dalam penelitian yang kami adakan, kami menemukan bahwa perempuan wirausaha menunjukkan tingkat fleksibilitas yang lebih tinggi terhadap model bisnis mereka dalam merespon situasi Covid-19. Faktanya, perempuan wirausaha cenderung mendapatkan 50 persen hasil penjualan melalui saluran digital," kata Dessy.

Mayoritas reponden, termasuk laki-laki setuju bahwa perempuan dan laki-laki harus memiliki kesempatan yang sama dalam pendidikan, pekerjaan, dan pengambilan keputusan di rumah tangga.

Studi lain mengkonfirmasi bahwa laki-laki dan perempuan berharap dunia digital akan memberdayakan putri mereka.


Kefasihan Digital Bisa Jadi Modal untuk Perempuan

Selain itu, kefasihan dan konektivitas digital dapat mengurangi halangan yang menghentikan perempuan untuk kembali mengejar karier atau memulai bisnis.

"Kesempatan untuk bekerja dari rumah dan mengatur jam kerja sendiri berarti akan lebih banyak perempuan bergabung dengan dunia kerja," katanya.

Facebook sendiri sejak pandemi Covid-19 merilis survei The Future of Business untuk melihat bagaimana dampak Covid-19 terhadap operasional bisnis pelaku usaha di platform Facebook.

Survei ini diadakan Mei-Oktober 2020, hasilnya 91 persen bisnis UMKM yang dimiliki perempuan yang ada di Facebook rerlibat dalam aktivitas yang menghasilkan pemasukan.

"Jelas bahwa pemberdayaan ekonomi inklusif yang berinvestasi dalam program literasi digital dan meningkatkan konektivitas bagi perempuan bisa membuka potensi mereka untuk generasi masa mendatang," tutur Dessy.

Apalagi menurut pengamatan Facebook, tiap harinya makin banyak orang yang memakai Facebook, Instagram, dan WhatsApp untuk terhubung dengan hal penting dan bermakna.

"Saat orang terkoneksi dan menjalin kebersamaan, kami percaya mereka bisa mencapai dan menciptakan hal-hal luar biasa," ujar Dessy.

Untuk itulah, Facebook terus menyediakan alat dan fitur yang memungkinkan orang untuk terkoneksi, membangun komunitas, dan menciptakan dampak ekonomi.

(Tin/Why)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya