Liputan6.com, Jakarta - Produk tembakau alternatif, seperti rokok elektronik, produk tembakau yang dipanaskan, maupun kantong nikotin, terbukti menjadi pilihan yang lebih sesuai bagi perokok dewasa untuk beralih dari kebiasaan merokok dibandingkan dengan terapi pengganti nikotin (nicotine replacement therapy) dan obat varenicline.
Sayangnya, potensi dari produk ini belum dimaksimalkan sebagai salah satu strategi penurunan prelavensi perokok di Indonesia. Hal ini dikarenakan banyaknya mispersepsi terhadap bahaya yang dimiliki oleh produk tembakau alternatif. Pada Februari 2021, Public Health England, badan eksekutif dari Departemen Kesehatan dan Pelayanan Sosial di Inggris, menerbitkan laporan independen ketujuh yang merangkum bukti terbaru tentang rokok elektronik.
Pada 2020 lalu, sebanyak 27,2 persen orang menggunakan rokok elektrik sebagai bantuan untuk berhenti merokok dalam kurun waktu 12 bulan dibandingkan dengan 15,5 persen orang yang menggunakan terapi pengganti nikotin dan 4,4 persen yang menggunakan obat varenicline.
Baca Juga
Advertisement
“Ribuan perokok dapat beralih ke rokok elektronik dan akhirnya berhenti merokok sepenuhnya. Telah banyak bukti yang jelas yang menyatakan bawah rokok elektronik, meski tidak bebas risiko sepenuhnya, memiliki bahaya yang jauh lebih rendah daripada rokok,” kata Direktur Peningkatan Kesehatan Public Health England, John Newton.
Selain itu, Public Health England juga menekankan bahwa kajian ilmiah yang berkelanjutan mengenai produk tembakau alternatif harus dilakukan. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan persepsi yang keliru pada masyarakat mengenai risiko terhadap kesehatan yang diakibatkan oleh penggunaan produk tersebut. Berdasarkan hasil kajian ilmiah, produk tembakau alternatif memiliki risiko terhdap kesehatan yang jauh lebih rendah daripada rokok.
Dengan banyaknya kajian ilmiah yang dilakukan, maka masyarakat, khususnya perokok dewasa, diharapkan bisat diberi akses terhadap informasi yang akurat dan menyeluruh tentang produk tembakau alternatif. Sehingga, pada akhirnya para perokok dewasa tersebut dapat mempertimbangkan seluruh opsi yang tersedia untuk membantu mereka beralih dari kebiasaan merokok.
Professor Ann McNeill dari King’s College London juga menyatakan bahwa perokok termasuk ke dalam salah satu kelompok yang memprihatinkan. Hal ini lantaran mereka memiliki informasi yang keliru dan tidak memiliki edukasi yang tepat mengenai produk tembakau alternatif. “Jadi sampai saat ini, baru sedikit perokok dewasa yang mengetahui dan memiliki akses kepada rokok elektronik,” terangrnya.
Peneliti Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP), Amaliya, menambahkan bahwa kajian ilmiah terhadap berbagai produk tembakau alternatif, seperti rokok elektronik, produk tembakau yang dipanaskan, dan kantung nikotin, harus dilakukan untuk mengungkapkan fakta yang sebenarnya kepada masyarakat. Apalagi, di Indonesia belum banyak yang melakukan kajian ilmiah tersebut, sedangkan jumlah perokok di Indonesia itu sangat tinggi dan produk tembakau alternatif semakin berkembang di Indonesia.
“Indonesia harus melakukan kajian ilmiah ini. Kita juga dapat berkolaborasi dengan akademisi dari luar negeri agar metode penelitian yang dilakukan lebih komprehensif. Jadi, kita harus membuka wawasan kita terhadap berbagai produk-produk hasil inovasi teknologi,” jelas Amaliya ketika dihubungi wartawan.
Hasil kajian ilmiah tersebut nantinya dapat dijadikan acuan dan informasi pelengkap bagi pemerintah dalam membuat kebijakan, sehingga produk tembakau alternatif dapat dijadikan salah satu pilihan bagi perokok dewasa untuk beralih dari kebiasaan merokok.
“Kalau perokok dewasa mau beralih dari kebiasaannya, mereka harus diberikan berbagai pilihan, jangan dibatasi. Silakan berikan mereka NRT, obat varenicline, rokok elektronik, produk tembakau yang dipanaskan, kantong nikotin, atau alternatif lainnya. Setiap orang itu mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda, jadi jangan disamaratakan. Yang penting tujuannya untuk beralih dari kebiasaan merokok dan akhirnya dapat berhenti sepenuhnya itu tercapai,” tutup Amaliya.