Investigasi Korea Selatan: Tak Ada Kaitan Meninggal dan Vaksin COVID-19

Investigasi Korsel sementara ini menyebut 8 pasien meninggal setelah vaksinasi COVID-19 tidaklah terkait vaksin.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 08 Mar 2021, 16:58 WIB
Seorang perempuan melihat taman yang disegel untuk aturan jarak sosial dan pencegahan terhadap virus corona di Seoul, Korea Selatan pada Rabu (16/12/2020). Sejauh ini, upaya pembatasan jarak sosial di Korea Selatan masih gagal menurunkan kasus Covid-19 yang terus melonjak. (AP Photo/Lee Jin-man)

Liputan6.com, Seoul - Korea Selatan (Korsel) baru memulai program vaksinasi COVID-19 pada sepekan terakhir. Sejauh ini, ada 11 orang yang dilaporkan meninggal setelah vaksinasi.

Berdasarkan hasil investigasi terkini, delapan pasien yang meninggal akibat kondisi penyakit bawaan mereka. Delapan orang itu sudah berada dalam perawatan jangka panjang sebelum menerima vaksin COVID-19.

Dilansir Yonhap, Senin (8/3/2021), delapan pasien yang meninggal memiliki kondisi seperti penyakit jantung dan diabetes. Ketika divaksin, mereka juga tidak tercatat mengalami reaksi alergi usai disuntik.

Tiga pasien meninggal lainnya masih diperiksa.

Otoritas kesehatan Korsel akan terus melakukan survei epidemiologis terhadap laporan kematian terkait vaksin. Mereka juga menegaskan bahwa keamanan vaksin telah teruji secara ekstensif dalam uji klinis.

 

 

**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Amerika Serikat Tuduh Rusia Sebarkan Hoaks Terkait Vaksin COVID-19

Seorang pekerja medis memegang vaksin Pfizer-BioNTech COVID-19 di Tokyo Medical Center, Tokyo, Jepang, Rabu (17/2/2021). Jepang memulai kampanye vaksinasi COVID-19 dengan suntikan COVID-19 pertama diberikan kepada petugas kesehatan. (Behrouz Mehri/Pool Photo via AP)

Amerika Serikat mengidentifikasi tiga publikasi online yang diarahkan dinas intelijen Rusia untuk merusak vaksin COVID-19 yang diproduksi Pfizer dan Moderna.

Publikasi tersebut dituduh "menyebarkan berbagai jenis disinformasi, termasuk tentang vaksin Pfizer dan Moderna, serta organisasi internasional, konflik militer, protes, dan masalah memecah belah yang dapat mereka eksploitasi," kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS pada Minggu 7 Maret waktu setempat. 

Pfizer, yang berkantor pusat di New York, dan BioNTech Jerman, memproduksi vaksin pertama yang disahkan di Amerika Serikat, yang disetujui oleh regulator pada Desember 2020.

Yang kedua, dibuat oleh Moderna, yang berkantor pusat di Massachusetts, disahkan akhir bulan itu.

Pusat Keterlibatan Global Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, yang dibentuk untuk melawan kampanye propaganda dan disinformasi, mengidentifikasi ada tiga saluran, kata juru bicara itu.


Outlet yang Curigai AS

Joe Biden, calon presiden AS penantang Donald Trump pada pemilu November 2020 mendatang. (AP Photo/Matt Rourke)

News Front dikendalikan oleh layanan keamanan federal Rusia. New Eastern Outlook dan Oriental Review diarahkan dan dikendalikan oleh dinas intelijen luar negeri Rusia.

Outlet keempat, Rebel Inside, yang dikendalikan oleh tentara Rusia, juga disebutkan oleh pusat tetapi sebagian besar tidak aktif, kata juru bicara itu.

"Departemen AS akan terus mengekspos aktivitas jahat Rusia secara online," tambahnya.

"Kami juga akan terus bekerja sama dengan sekutu dan mitra kami untuk memberikan tanggapan global dalam melawan disinformasi."


Infografis Vaksin COVID-19:

Infografis Kunci Hadapi Covid-19 dengan Iman, Aman dan Imun. (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya