Liputan6.com, Jakarta - Matahari hampir tenggelam pada Senin, 8 Maret 2021 ketika pesawat KLM Royal Dutch Airlines mendarat di Bandara Soekarno-Hatta Banten. Bukan mengantarkan penumpang, tapi pesawat bercat biru muda itu membawa 1.113.600 dosis vaksin COVID-19 AstraZeneca.
"Indonesia menerima pengiriman pertama vaksin AstraZeneca sebesar 1.113.600 vaksin jadi, dengan total berat 4,1 ton yang terdiri dari 11.136 karton," kata Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi menyambut kedatangan vaksin AstraZeneca di Indonesia di Bandara Soekarno-Hatta.
Advertisement
Jumlah itu hanyalah sebagian dari 11.740.800 dosis vaksin jadi yang didapatkan Indonesia melalui skema multilateral Aliansi Global untuk Vaksin dan Imunisasi (GAVI) COVAX Facility. Fasilitas tersebut merupakan kerja sama pengembangan vaksin antara Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan GAVI.
Setibanya di Indonesia, vaksin yang dikembangkan oleh Oxford University bekerja sama dengan AstraZeneca yang menggunakan platform Non-Replicating Viral Vector (ChAdOx 1) ini dibawa ke Biofarma Bandung untuk disimpan.
Pengiriman batch pertama vaksin AstraZeneca lewat skema multilateral di Indonesia diperkirakan akan selesai pada Mei 2021. Vaksin AstraZeneca bisa masuk ke Indonesia setelah mendapatkan Persetujuan Pemasukan Obat Jalur Khusus (Special Access Scheme/SAS) pada 6 Maret 2021.
Kehadiran vaksin AstraZeneca, ditegaskan Juru Bicara Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito, merupakan bentuk kehadiran pemerintah untuk menyediakan vaksin COVID-19 bagi rakyat.
"Penting diketahui, masuknya vaksin AstraZeneca merupakan upaya pemerintah untuk memastikan ketersediaan vaksin COVID-19 di Indonesia, sehingga dapat mengakselerasi program vaksinasi nasional," kata Wiku saat konferensi pers di Media Center COVID-19, Graha BNPB, Jakarta, Selasa (8/3/2021).
"Tujuannya, menciptakan kekebalan kelompok atau herd immunity."
Simak Juga Video Berikut Ini
Sudah Dapat EUA BPOM pada Februari 2021
Sebelum vaksin AstraZeneca tiba di Indonesia Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah mengeluarkan izin penggunaan darurat (emergency use authorization/EUA) pada 22 Februari 2021 dengan nomor 21518100143a1.
“Badan POM telah melakukan proses evaluasi untuk keamanan, khasiat, dan mutu dari vaksin AstraZeneca tersebut. Proses evaluasi dilakukan bersama-sama dengan tim ahli yang tergabung dalam Komite Nasional Penilai Obat, ITAGI (Indonesian Technical Advisory Group on Immunization), dan klinisi terkait lainnya,” kata Kepala BPOM, Penny K. Lukito dalam jumpa pers daring pada Selasa, 9 Maret 2021.
EUA dikeluarkan BPOM setelah melakukan kajian data hasil uji klinik di luar negeri. Disebutkan bahwa pemberian vaksin AstraZeneca 2 dosis dengan interval 4-12 minggu pada total 23.745 subjek dinyatakan aman dan dapat ditoleransi dengan baik.
Lalu, dari evaluasi khasiat, pemberian vaksin AstraZeneca menunjukkan kemampuan yang baik dalam merangsang pembentukan antibodi, baik pada populasi dewasa maupun lanjut usia.
Efikasi vaksin dengan 2 dosis standar yang dihitung sejak 15 hari pemberian dosis kedua hingga pemantauan sekitar 2 bulan menunjukkan efikasi sebesar 62,10 persen. Hasil ini sesuai dengan persyaratan efikasi untuk penerimaan emergensi yang ditetapkan oleh WHO, yaitu minimal efikasi 50 persen.
Sedangkan untuk aspek mutu, berdasarkan evaluasi dokumen mutu secara umum telah memenuhi syarat.
“Sebagaimana vaksin COVID-19 yang sebelumnya telah memperoleh EUA, sebelum produk siap untuk digunakan, Badan POM melakukan proses pelulusan produk (lot release) dan setelah diberikan pelulusan produk, maka vaksin tersebut siap untuk digunakan dalam program vaksinasi,” tambah Penny.
Badan POM akan mengawal mutu vaksin sepanjang jalur distribusinya, mulai keluar dari industri farmasi hingga disampaikan kepada masyarakat melalui vaksinasi. Dalam hal ini, Unit Pelaksana Teknis (UPT) Badan POM terus mengawal dan melakukan pendampingan kepada Dinas Kesehatan dalam pengiriman dan penyimpanan vaksin agar tetap sesuai dengan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB).
Badan POM juga berkoordinasi dengan berbagai lintas sektor, yaitu Kementerian Kesehatan serta Komite Nasional dan Komite Daerah Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komnas dan Komda PP KIPI) dalam mengawal keamanan vaksin.
Penny juga menjelaskan bahwa vaksin AstraZeneca yang didaftarkan ke BPOM terdiri dari dua jalur. Yaitu jalur bilateral oleh PT. Astra Zeneca Indonesia dan jalur multilateral melalui mekanisme COVAX Facility yang didaftarkan oleh PT. Bio Farma.
Vaksin AstraZeneca yang kemarin datang melalui mekanisme COVAX Facility diproduksi oleh SK Bioscience Co. Ltd., Korea. Vaksin tersebut telah masuk dalam daftar yang disetujui oleh WHO Emergency Use Listing.
Sementara vaksin AstraZeneca yang didaftarkan melalui jalur bilateral adalah produksi AstraZeneca Eropa dan Siam Bio Science Thailand, karena fasilitas produksinya berbeda maka Badan POM harus melakukan evaluasi kembali untuk memastikan bahwa khasiat, keamanan, dan mutunya sesuai.
Advertisement
Negara-Negara yang Terbitkan EUA untuk Vaksin AstraZeneca
Selain Indonesia, banyak negara juga sudah menggunakan vaksin AstraZeneca. Termasuk beberapa negara Islam juga sudah mengeluarkan EUA untuk vaksin ini.
Selain Indonesia, negara-negara lain telah lebih dulu menerbitkan izin tersebut. Beberapa negara yang disebutkan oleh Penny adalah Malaysia, Belgia, dan beberapa negara di Eropa.
EUA juga sudah diterbitkan di negara-negara Islam seperti di Uni Emirat Arab, Maroko, Pakistan, Bahrain, dan Mesir.
"Mereka sudah lebih dulu memberikan EUA daripada kita," kata Kepala BPOM Penny Lukito dalam konferensi pers di Jakarta pada Selasa (9/3/2021).
Selain itu, negara-negara Eropa juga sudah memberikan izin penggunaan darurat pada vaksin yang dikembangkan AstraZeneca bersama peneliti Oxford University ini. Di antaranya Inggris, Belgia, serta negara-negara Eropa lainnya. Lalu, dari benua Amerika ada Kanada juga termasuk yang sudah mengeluarkan izin penggunaan darurat vaksin AstraZeneca.
Vaksin AstraZeneca untuk Siapa?
Sama dengan Sinovac, vaksin COVID-19 AstraZeneca bisa diberikan pada kelompok usia dewasa hingga lanjut usia.
"Untuk usia 18 tahun ke atas, artinya bisa untuk lansia dan kategori juga sama dengan Sinovac," kata Penny.
Keamanan vaksin AstraZeneca untuk lansia juga pernah disampaikan Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi.
“Vaksin AstraZeneca adalah salah satu vaksin yang dapat digunakan pada usia 60 tahun ke atas yang kita ketahui di mana kelompok ini memiliki angka kematian tertinggi,” kata Nadia pada 31 Januari 2021 seperti dikutip dari laman Sehat Negeriku.
Setelah vaksin ini datang, Wiku mengatakan bahwa vaksin AstraZeneca bakal diberikan kepada kelompok prioritas tahap kedua.
"Sejauh ini fokus vaksinasi terletak pada pelaksanaan program yang menyasar ke kelompok prioritas tahap kedua yakni petugas layanan publik dan lanjut usia," kata Wiku dalam jumpa pers daring pada Selasa, 9 Maret 2021 sore.
Namun, Wiku tidak menjelaskan dengan lebih rinci lagi kapan vaksin ini akan mulai didistribusikan serta digunakan pada target sasaran.
Sebelumnya, dalam kesempatan terpisah, Siti Nadia mengatakan sasaran vaksinasi menggunakan AstraZeneca masih didiskusikan lebih lanjut. Juga menurutnya, vaksin AstraZeneca masih dalam proses pengecekan kontrol kualitas.
"Masih didiskusikan ya, karena mengingat jumlahnya yang masih terbatas. Kedua, ini kan masih proses juga untuk mengecek QC-nya," jelas Siti Nadia melalui pesan singkat pada Liputan6.com, Selasa, 9 Maret 2020.
Diketahui, target sasaran vaksinasi COVID-19 tahap kedua sebanyak 38.513.446 orang. Rinciannya terdiri dari 21,5 juta orang lanjut usia dan 16,9 persen pekerja di bidang pelayanan publik seperti disampaikan Plt. Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Maxi Rein Rondonuwu beberapa waktu lalu.
Vaksinasi COVID-19 tahap kedua mulai dilakukan pada 17 Februari 2021 dimulai dari pedagang Pasar Tanah Abang.
Advertisement
Kehadiran Vaksin AstraZeneca Percepat Herd Immunity
Kehadiran vaksin AstraZeneca disambut baik dokter spesialis pulmonologi dan kedokteran respirasi (paru) Erlina Burhan. Kehadiran vaksin ini sangat membantu pelaksanaan vaksinasi COVID-19 yang sedang berjalan.
"Kita juga malah gembira menyambut vaksin COVID-19 lain, selain vaksin Sinovac. Adanya vaksin AstraZeneca membuat kita bisa mencapai herd immunity," ujar Erlina dalam diskusi Kupas Tuntas Persiapan Menuju Era Post COVID-19 pada Selasa, 9 Maret 2021.
"Kalau tidak cepat mencapai herd immunity, siklus penularan virus Corona akan terus terjadi. Sementara itu, kita perlu cepat-cepat supaya banyak rakyat Indonesia yang divaksin. Jadi, merambah ke kelompok lain, jangan hanya tenaga kesehatan dan lansia, yang lain juga perlu."
Ketersediaan vaksin Sinovac juga masih terbatas, sehingga kalau ada vaksin COVID-19 lain yang baru tidak masalah. Asalkan, vaksin sudah memeroleh izin EUA dari BPOM.
"Ya, engga apa-apa ada vaksin selain Sinovac, why not (kenapa tidak). Kan sekarang ada juga program pemerintah soal Vaksin Gotong Royong. Perusahaan diminta membeli vaksin COVID-19, yang diberikan kepada keluarga dan karyawan secara gratis dan tidak dipungut biaya," lanjut Erlina yang juga Ketua Pokja Infeksi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI).
"Menurut saya, penggunaan nanti vaksin AstraZeneca ini bagus. Kalau datang lain, yakni Pfizer juga lebih cepat lagi kita mencapai herd immunity."
Menanggapi Info KIPI di Luar Negeri
Meski telah mendapat izin guna darurat di berbagai negara, ada beberapa negara yang kemudian menunda penggunakan vaksin AstraZeneca. Seperti misalnya Afrika Selatan. Negara itu sempat menggunakan vaksin AstraZeneca, tetapi kemudian mensuspens atau menangguhkan penggunaannya. ScienceMag melaporkan penyebabnya karena AstraZeneca dinilai kurang ampuh melawan varian baru.
Alhasil, Afsel beralih ke vaksin Johnson & Johnson (J&J). Media pemerintah Afsel SA News menjelaskan bahwa vaksin J&J efektif melawan varian 501Y.V2 yang dominan di Afrika Selatan.
Kabar terbaru, Austria juga ikut mensuspens penggunaan vaksin AstraZeneca. Penyebabnya karena sebuah kasus kematian dan sakit.
Korban meninggal adalah wanita berusia 39 tahun akibat penyakit koagulasi (penggumpalan darah), serta seorang wanita 35 tahun yang terkena emboli paru dan sedang dalam pemulihan.
Dilaporkan US News, Federal Office for Safety in Health Care (BASG) di Austria berkata belum ada relasi kausal antara kasus-kasus tersebut dengan vaksinasi. Akan tetapi, vaksinasi disuspens.
"Sebagai tindakan jaga-jaga, sisa-sisa stok dari batch vaksin yang terdampak tidak lagi diberikan atau vaksinasi," ujar BASG.
Pihak AstraZeneca berkata tidak ada kasus serius yang terkait vaksin.
Di Indonesia, menanggapi kabar mengenai kemungkinan kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) Penny mengatakan bahwa memang hal itu bisa saja terjadi. Namun, investigasi tengah dilakukan otoritas obat setempat.
"Hal ini karena respons individu bisa berbeda-beda, jadi ada beberapa kejadian yang cukup serius," katanya.
Setiap negara, tentunya memiliki otoritas obat yang bakal melakukan investigasi dan melaporkan kejadian tersebut ke publik dunia."Dan, sampai saat ini kita menunggu hasilnya," kata Penny.
Penny menjelaskan, sejauh ini informasi yang didapat mengenai efek samping usai disuntik vaksin asal Inggris itu pada umumnya ringan dan sedang.
"Kejadian efek samping yang dilaporkan dalam uji klinik umumnya ringan dan sedang," kata Penny.
Penny menyampaikan hasil uji klinik yang dilakukan di luar negeri menunjukkan efek samping yang paling sering dilaporkan yakni berupa reaksi lokal seperti nyeri saat ditekan, nyeri, kemerahan, gatal dan pembengkakan.
"Reaksi sistemik juga ada seperti sakit kepala, nyeri sendi, mual, demam, dan muntah," lanjut Penny.
BPOM juga melakukan evaluasi hasil uji klinik yang dilakukan di luar negeri, efikasi vaksin AstraZeneca adalah 62,1 persen. Hal ini sesuai dengan persyaratan WHO yang mengatakan minimal efikasi 50 persen.
Lalu, soal hasil evaluasi khasiat menunjukkan pemberian vaksin AstraZeneca pada populasi dewasa 18-60 tahun mengalami peningkatan 32 kali. Sementara pada lansia 21 kali.
"Hasil secara umum memenuhi syarat," katanya.
Advertisement