Liputan6.com, Aceh - Juru bicara partai lokal di Aceh, Partai Aceh (PA), untuk dewan pengurus wilayah Kabupaten Aceh Barat, Deni Setiawan, melaporkan salah satu akun Facebook ke polisi. Menurutnya, pemilik akun tersebut kedapatan beberapa kali mengunggah status yang bersifat pencemaran nama baik atau defamasi serta rasisme.
Deni menjelaskan bahwa pemilik akun bernama Iskandar terbukti mengunggah status berisi kalimat yang memfitnah organisasi —di mana dirinya menjabat sebagai sekretaris jenderal semasih mahasiswa dulu— telah menerima sejumlah transferan dari perusahaan tambang batu bara.
Advertisement
Tudingan yang pelaku unggah di salah satu grup itu juga menyinggung status Deni yang saat ini menjabat sebagai juru bicara partai sebagai alasan mengapa organisasi ekstrakampus tadi tidak sensitif lagi dengan isu-isu lingkungan yang menyorot perusahaan.
Belakangan, setelah melacak jejak rangkaian unggahan akun tersebut, terungkap pula bahwa pemiliknya juga pernah mengunggah status berunsur rasisme di lini masa Facebooknya. Semua unggahan tadi bertanggal 14-15 Februari 2021.
Menurut Deni, pemilik akun berniat ingin menjatuhkan muruah organisasi tempat ia pernah bernaung dulu. Ia sendiri menampik tudingan tersebut serta serta menyebut hinaan-hinaan yang pemilik akun sematkan sebagai bentuk kepengecutan karena berlindung di balik akun bodong.
"Gagal sebagai manusia karena dia itu hidup dengan rasa pengecut yang akan dibawanya sampai mati. Saya yakinkan, sampai saat ini rekan-rekan di SMUR masih bergerak dan tidak pernah makan uang perusahaan. SMUR itu jelas garis ideologinya. Pantang serta mengharamkan seperti yang pemilik akun tudingkan karena dari dulu saya tahu, organisasi yang telah membesarkan nama saya itu, berdiri di keyakinan bahwa tunduk dan patuh kepada siapa pun adalah penghianatan. Tidak ada klaim kecuali keadilan dan kedaulatan rakyat," tegas Deni, dalam siaran tertulis kepada Liputan6.com, Selasa (9/3/2021).
Selain itu, ia yakin pemilik akun juga memiliki sinisme tersendiri karena dirinya menjabat sebagai juru bicara PA. Deni menemukan bahwa pemilik akun tersebut telah menulis status yang bertujuan menjelek-jelekkan partai serta kesukuannya.
"Itu rasisme yang serius. Saya tidak ingin mengutipnya karena terlalu takut akan memperkeruh suasana. Yang pasti, pelaku telah menunjukkan wataknya yang anti keberagaman bahkan tidak menghormati bagaimana para politisi di partai kami yang sebagian besar adalah ekskombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) menerapkan satu sistem yang menghormati keberagamaan. Partai telah bergerak ke depan, dengan membuka keran bagi siapa saja untuk andil dalam partai untuk membangun Aceh," ujar dia.
Deni mengklaim bahwa dengan bantuan dari sejumlah orang, dirinya telah berhasil mengantongi identitas pelaku. Dia sudah memberikan data-data yang yang mengarah kepada identitas pelaku ke polisi.
"Tadi saya cuma memberikan berkas bukti baru agar bisa ditindaklanjuti dan kata pihak penyidik nanti saya dikabari untuk informasi lanjutannya. Kita berharap pihak Polres segera bertindak cepat karena akun ini sangat meresahkan. Bukan cuma saya, namun pemegang akun tersebut menjelekkan nama lembaga, HMI Aceh Barat, bahkan sering mengolok-olok PA, GAM, Wali Nanggroe, serta antan Panglima, Muzakir Manaf," imbuh Deni, yang mengatakan bahwa laporan awal tanpa data identitas pelaku telah masuk ke kepolisian pada 17 Februari lalu.
Sepengetahuan dia, berdasarkan ketentuan pidana UU ITE, hukuman untuk pelaku defamasi seperti yang pemilik akun Iskandar lakukan yakni penjara paling 4 tahun atau denda paling banyak Rp750 juta. Sementara itu, di dalam ketentuan pidana UU yang sama, penjara untuk pelaku rasisme yakni penjara paling lama 6 tahun atau denda paling banyak Rp1 miliar.