Positif COVID-19, Pria 69 Tahun Alami Ereksi Selama 3 Jam

Meskipun ereksi tanpa rangsangan pada pasien COVID-19 jarang ditemukan, namun karena kondisinya yang menyakitkan, bisa merusak jaringan penis.

oleh Fitri Syarifah diperbarui 10 Mar 2021, 21:00 WIB
Ilustrasi ereksi. Photo by Deon Black on Unsplash

Liputan6.com, Jakarta - Dari sekian banyak komplikasi kesehatan yang mungkin timbul akibat COVID-19, seperti pneumonia, sindrom gangguan pernapasan akut, masalah jantung, dan sebagainya, ternyata ada juga yang mengalami priapisme (ereksi tanpa rangsangan seksual).

Hal ini dialami oleh seorang pria berusia 69 tahun asal Ohio ketika dinyatakan positif COVID-19. Laporan tersebut telah dicatat dalam American Journal of Emergency Medicine yang rilis awal tahun ini.

Meskipun kondisi ini jarang ditemukan, namun karena kondisinya yang menyakitkan dan bisa merusak jaringan hingga berujung pada ketidakmampuan mempertahankan ereksi atau disfungsi ereksi, sehingga kondisi ini termasuk dalam golongan gawat darurat dan harus ditangani oleh tenaga medis berpengalaman.

Dilansir dari Health, menurut laporan kasus, pria tersebut pergi ke unit gawat darurat setelah gejala pernapasan yang dialaminya selama seminggu, seperti batuk dan sesak yang memburuk. Berdasarkan gejalanya, dokter kemudian melakukan uji COVID-19 padanya dan hasilnya positif.

Selama di rumah sakit, status pernapasan pria tersebut terus menurun, sehingga ia harus diintubasi dan ditempatkan pada ventilator mekanis. Untuk membantunya bernapas lebih baik, ia kemudian diletakkan dalam posisi tengkurap sehingga ia berbaring tengkurap.

Keesokan harinya, ketika mengatur posisi pasien, seorang perawat memperhatikan bahwa pria tersebut mengalami ereksi. Tim perawatan meletakkan kantong es di area tersebut, tetapi ereksinya masih belum turun, dan ereksinya terus berlangsung selama lebih dari tiga jam. Dokter akhirnya mendiagnosis pria tersebut dengan priapisme iskemik.

 

Simak Video Berikut Ini:


Apa itu priapisme iskemik?

Dilansir dari Mayo clinic, priapisme iskemik (juga disebut priapisme aliran rendah) terjadi ketika darah tidak dapat keluar dari penis. Dalam kasus ini, priapisme pria itu diyakini disebabkan oleh penyumbatan pembuluh darah vena, yang merupakan pembuluh darah yang sangat kecil. Orang dengan priapisme iskemik biasanya mengalami ereksi yang berlangsung lebih dari empat jam yang sama sekali bukan karena minat ataupun rangsangan seksual.

Gejala lain dari priapisme iskemik adalah nyeri progresif pada penis. Biasanya, dokter dapat menanyakan pasien tentang tingkat nyeri mereka untuk menentukan apakah mereka memiliki priapisme iskemik atau jenis priapisme lain, yang dikenal sebagai priapisme noniskemik atau aliran tinggi. 

Menurut Mayo Clinic, komplikasi serius bisa terjadi akibat priapisme. "Ketika ereksi berlangsung terlalu lama, darah yang kekurangan oksigen ini dapat mulai merusak atau menghancurkan jaringan di penis. Akibatnya, priapisme yang tidak diobati dapat menyebabkan disfungsi ereksi," jelasnya.

Dalam kasus pria ini, darah dari penisnya terkuras. Kemudian dengan bantuan obat yang disuntikkan ke pangkal penisnya, ereksinya mereda setelah 30 menit pengobatan. Meskipun ia tidak memiliki komplikasi tromboemboli tambahan, dan priapisme tidak terjadi lagi, namun pria itu akhirnya meninggal karena komplikasi COVID-19 lainnya.

Ini tentunya bukan satu-satunya kasus priapisme pada pasien dengan COVID-19. Dilansir dari Health, sebelumnya juga pernah ada laporan kasus seorang pria berusia 62 tahun dengan COVID-19. Ia lalu mengembangkan priapisme setelah ia dibius dan memakai ventilator.


Infografis 5 Tips Cegah Covid-19 Saat Beraktivitas dengan Orang Lain.

Infografis 5 Tips Cegah Covid-19 Saat Beraktivitas dengan Orang Lain. (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya