COVAX: Jerman Ikut Patungan Vaksin COVID-19 untuk Indonesia

Jerman ikut menyumbang dana untuk vaksin COVID-19 yang tiba di Indonesia melalui fasilitas COVAX.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 09 Mar 2021, 19:15 WIB
Ilustrasi Bendera Jerman (pixabay.com)

Liputan6.com, Jakarta - Jerman turut menyambut kedatangan 1,1 juta dosis vaksin COVID-19 AstraZeneca ke Indonesia. Vaksin itu berasal dari fasilitas COVAX.

Kedutaan Besar Jerman untuk Indonesia mengaku ikut menyumbang ke COVAX sebesar 2,2 miliar euro (Rp 25 triliun). Jerman menilai tidak akan ada yang aman hingga vaksin COVID-19 didistribusi secara merata.

"1,1 juta dosis vaksin siap pakai ini hanyalah batch pertama dari ronde pertama vaksin untuk Indonesia sejumlah 11,7 juta dosis yang akan tiba di Indonesia hingga Mei 2021," ujar Dubes Jerman untuk Indonesia, Peter Schoof, dalam pernyataan resmi, Selasa (9/3/2021).

"Jerman bangga menjadi salah satu donor terbesar COVAX dengan kontribusi (total) lebih dari 2,2 juta euro. Tidak ada yang aman hingga semua orang aman," tegas Dubes Schoof.

Indonesia mendapat jatah hingga 11,7 juta vaksin COVID-19 yang datang bertahap hingga Mei 2021.

Jerman adalah salah satu negara yang menekankan pentingnya aksi gabungan untuk akses vaksin COVID-19. Jerman juga menyumbang 600 juta euro untuk Access to COVID-19 Tools (ACT) Accelerator.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


WHO Minta Agar Vaksin COVID-19 Tidak Dijadikan Syarat Jika Ingin Bepergian

Paus Fransiskus naik pesawat setelah mengakhiri kunjungannya ke Irak di Bandara Baghdad, Irak, Senin (8/3/2021). Paus meninggalkan Irak usai membawa harapan kepada minoritas Kristen yang terpinggirkan di negara itu dengan pesan koeksistensi, pengampunan, dan perdamaian. (AP Photo/Khalid Mohammed)

Seorang pejabat senior Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Senin (8/3) mengatakan bahwa apa yang disebut "paspor vaksin" untuk COVID-19 tidak boleh digunakan sebagai syarat perjalanan internasional karena banyaknya kekhawatiran.

Ini termasuk pertimbangan etis bahwa vaksin virus corona tidak mudah tersedia secara global, kata kepala kedaruratan WHO Dr Michael Ryan pada konferensi pers seperti dikutip dari laman Channel News Asia, Selasa (9/3/2021).  

Ada "pertimbangan praktis dan etis yang nyata" bagi negara-negara yang mempertimbangkan menggunakan sertifikasi vaksin sebagai syarat untuk bepergian, dan badan kesehatan PBB menyarankan untuk tidak melakukannya untuk saat ini, kata Ryan.

"Vaksinasi tidak cukup tersedia di seluruh dunia dan tidak tersedia secara adil," tambahnya.


Masalah Keadilan

Petugas medis menghadiri pelatihan cara memberikan suntikan vaksin virus corona di Asosiasi Perawat Korea di Seoul, Korea Selatan (17/2/2021). Korea Selatan berencana untuk memulai inokulasi virus COVID-19 dengan vaksin AstraZeneca pada 26 Februari mendatang. (AP Photo/Ahn Young-joon)

WHO sebelumnya mencatat bahwa masih belum diketahui berapa lama kekebalan dapat bertahan dari banyak vaksin COVID-19 berlisensi dan data tersebut masih dikumpulkan.

Ryan juga mencatat bahwa strategi tersebut mungkin tidak adil bagi orang-orang yang tidak dapat divaksinasi karena alasan tertentu dan bahwa mewajibkan paspor vaksin dapat memungkinkan “ketidakadilan (untuk) dicap lebih jauh ke dalam sistem”. 

Hingga kini, sudah ada lebih dari 300 juta dosis vaksin yang disalurkan ke seluruh dunia. Indonesia telah menyalurkan sekitar 4 juta vaksin dengan Sinovac. 


Infografis Vaksin COVID-19:

Infografis Tolak Vaksinasi Covid-19 Terancam Denda hingga Sanksi Pidana. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya