Investor Asing Masih Dominasi Kepemilikan SBN di Pasar Skunder

Kepemilikan investor Surat Berharga Negara (SBN) Tradable Rupiah di Pasar Skunder masih didominasi oleh asing.

oleh Liputan6.com diperbarui 10 Mar 2021, 12:10 WIB
Pekerja menunjukan mata uang Rupiah dan Dolar AS di Jakarta, Rabu (19/6/2019). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sore ini Rabu (19/6) ditutup menguat sebesar Rp 14.269 per dolar AS atau menguat 56,0 poin (0,39 persen) dari penutupan sebelumnya. (Liputan6.com/Angga Yuniar )

Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan mencatat kepemilikan investor Surat Berharga Negara (SBN) Tradable Rupiah di Pasar Skunder masih didominasi oleh asing. Adapun total kepemilikan asing mencapai 23,61 persen.

Direktur Surat Utang Negara (SUN), Deni Ridwan mengakui, investor asing ini masih dibutuhkan karena kehadiran mereka dapat menurunkan biaya pinjaman, memperpanjang jatuh tempo utang, dan meningkatkan likuiditas pasar.

"Jadi kalau kita lihat di pasar skunder asing ini merupakan masih yang banyak membeli di tenor jangka panjang dan termasuk yang aktif melakukan trading," katanya dalam diskusi Peran Investor Lokal dalam Rangka Pendalaman Finansial Instrumen Saham & Surat Berharga, secara virtual, Rabu (10/3).

Meski begitu, dia menyadari investor asing masih cukup sensitif terhadap risiko dan pengelolaan portofolio mereka secara aktif. "Sehingga faktor eksternal menjadi cukup dominan dan besar terhadap stabilitas pasar SBN kita," imbuh dia.

Berdasrkan data, hingga 2 Maret 2021 kepemilikan investor SBN Tradable Rupiah di Pasar Skunder sebanyak 10,99 persen dimiliki oleh institusi pemerintah. Kemudian 47,22 persen bersal dari bank.

Selanjutnya sebanyak 51,79 persen berada di luar non bank. Di mana masing-masing terdiri dari reksa dana 4,05 persen, asuransi dan dana pensiun 14,03 persen, individu 4,12 persen, lain-lain,5,98 persen, dan asing 23,61 persen.

Faktor Investor Domestik Rendah

Deni mahami daya serap investor domestik di pasar SBN memang masih rendah. Hal itu terjadi karena ada beberapa faktor yang membuat partisipasi investor domestik di pasar SBN tidak begitu optimal dibandingkan asing.

"Tantangan sama sama kita ketahui bersama daya serap investor domestik masih cukup rendah," kata dia.

Adapun terbatasnya daya serap investor domestik dipengaruhi, pertama terbatasnya daya serap investor domestik dipengaruhi masih dangkalnya pool of fund investor institusi. Kedua, terkonsentrasinya investor di Jawa. Ketiga basis investor yang terbatas. Keempat renahnya tingkat literasi keuangan realtif terhadap peer countries.

"Selanjutnya adanya mindset investor institusi yang berorientasi pada return jangka pendek," ujarnya.

Di samping itu faktor lainnya juga ditenggarai oleh likuiditas pasar skunder yang masih rendah dan belum berkembangnya instrumen deriviatif.

"Justru kalau kita lihat instrumen deveratif baik SBN maupun rupiah lebih marak ditawarakan di tetangga kita bukan di RI," jelasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Upaya Pemerintah Tingkatkan Investor Domestik

©Shutterstock

Di menambahkan, untuk meningkatkan investor dalam negeri, pemerintah terus memperkuat kerjasama dengan Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan industri untuk merumuskan langkah-langkah strategis dengan memperhatikan tiga faktor utama dalam pengembangan pasar. Yakni sisi demand, supply dan infrastruktur.

Untuk sisi demand, pemerintah melakukan upaya pemetaan basis invetsor, meningkatkan akses dan literasi investor, dan memberikan dukungan pengembangan structured product.

Kemudian dari sisi supply, pemerintah berupaya melakukan diversifikasi instrumen SBN melalui pengembangan skema yang sesuai dengan kebutuhan inevstor dalam negeri, serta penerbitan SBN ritel secara berkesinambungan.

Terakhir dari sisi infrastruktur, pemerintah akan melakukan reviu atas peraturan perundangan yang berkaitan dengan pengelolaan SBN. Mulai dari pengembangan pasar repo, kebijakan perpajakan, dan pengembangan ETP yang terintegrasi.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya