Liputan6.com, Jakarta - Pengacara Maqdir Ismail meminta jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berani jujur dalam perkara yang menjerat kliennya, mantan Sekretaris MA Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiono.
Nurhadi dan Rezky merupakan terdakwa kasus dugaan suap dan gratifikasi penanganan perkara di MA. Maqdir menyatakan demikian menjelang vonis terhadap keduanya di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (10/3/2021).
Advertisement
Maqdir menyebut, tim penuntut umum KPK dalam beberapa kali persidangan sempat menyebut perbuatan yang dilakukan Nurhadi layak dikaitkan dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Namun, penuntut umum mendakwa kliennya dengan UU Tipikor, bukan UU TPPU.
"Surat dakwaan, penuntut umum sama sekali tidak mendakwa dengan ancaman UU TPPU, akan tetapi hanya mendakwa berdasarkan UU Pemberantasan Korupsi sehingga sangat tidak relevan apabila penuntut umum dalam perkara ini berpendapat demikian," ujar Maqdir dalam keterangannya, Jakarta, Rabu (10/3/2021).
Apalagi, menurut Maqdir, dalam persidangan yang telah berjalan sebelumnya tak pernah ada saksi yang menyebut Nurhadi mempunyai kontrol besar atas perusahaan dan keuangan yang dimiliki Rezky Herbiyono.
"Bahwa faktanya, Nurhadi sebagai mertua tidak memiliki kedekatan dengan Rezky Herbiyono, selain kedekatan sebagai keluarga, Nurhadi tidak pernah ikut campur dengan bisnis-bisnis Herbiyono lebih khusus proyek PLTMH antara Rezky Herbiyono dengan saksi Hiendra Soenjoto (terdakwa penyuap Nurhadi dan Rezky)," kata Maqdir.
Atas dasar minimnya kesaksian di persidangan, Maqdir menilai pernyataan jaksa yang menyebut perbuatan Nurhadi berpola pencucian uang hanya didasarkan kesimpulan semata.
"Penggunaan pola seolah-olah ada pencucian uang ini adalah satu kesengajaan untuk mem-framing Nurhadi dan Rezky Herbiyono telah melakukan kejahatan ganda. Bukan hanya menerima hadiah atau janji, tetapi juga melakukan upaya untuk mencuci uang," kata Maqdir.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Minta Jujur Jika Tak Bisa Buktikan
Maqdir menyebut, perbuatan Rezky yang membeli kebun Kelapa Sawit atas nama dirinya dan istri, Rizqi Aulia Rahmi bukan berasal dari uang hasil pidana. Maqdir menyesali ketika jaksa menggiring opini pembelian Kebun Kelapa Sawit dihasilkan dari uang yang diterima dari Hiendra.
Padahal, menurut Maqdir, dalam persidangan dengan saksi Soepriyo Waskito Adi menjelaskan bahwa uang untuk membeli kebun tersebut berasal dari Herry HB Kairupan. Namun saya menurut Maqdir, jaksa KPK seolah mengesampingkan keterangan Soepriyo.
Maqdir pun meminta jaksa penuntut umum berani jujur di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor. Seandainya jaksa tak bisa membutikan, tak ada salahnya jaksa mengatakan hal yang jujur.
"Kalau saja JPU berani jujur, karena jujur itu hebat seperti semboyan KPK, kami yakin tidak akan ada upaya untuk menggelapkan fakta seperti ini. Dan tidak mungkin akan ada upaya framing bahwa perkara ini adalah perkara pencucian uang," kata Maqdir.
Mantan Sekretaris MA Nurhadi dituntut pidana 12 tahun penjara denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Sementara menantunya, Rezky Herbiono dituntut 11 tahun penjara denda 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meyakini Nurhadi dan Rezky menerima suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara di MA.
Hal yang memberatkan tuntutan yakni Nurhadi dan Rezky dianggap tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, merusak citra lembaga Mahkamah Agung RI, berbelit-belit dan tidak mengakui perbuatannya.
Sedangkan hal yang meringankan lantaran keduanya belum pernah dihukum.
Jaksa beranggapan Nurhadi dan Rezky telah menerima suap sebesar Rp 45.726.955.000. Menurut jaksa, pemberian uang itu diterima oleh Nurhadi dan Rezky dari pemilik PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto.
Sementara dalam dakwaan kedua, Nurhadi dan Rezky diyakini menerima gratifikasi dari pihak yang berperkara di pengadilan. Penerimaan gratifikasi diterima Nurhadi dan Rezky sejak 2012 hingga 2016.
Menurut jaksa, gratifikasi yang diterima Nurhadi dan Rezky seluruhnya berjumlah Rp 37.287.000.000.
Atas dasar penerimaan suap dan gratifikasi dengan total keseluruhan Rp 83.013.955.000. Maka jaksa menuntut agar Majelis Hakim Pengadilam Tipikor Jakarta menjatuhkan pidana tambahan berupa uang pengganti kepada Nurhadi dan Rezky sebesar Rp 83 miliar.
Advertisement