Liputan6.com, Jakarta Hingga kini, penyidikan yang dilakukan Kejaksaan Agung (Kejagung) RI terhadap BPJS Ketenagakerjaan (BPJAMSOSTEK) belum ada kejelasan hukum.
Tak pelak, hal ini mengundang banyak spekulasi publik. Kini giliran Direktur Eksekutif Dewan Asosiasi Pelaku Reksa Dana & Investasi Indonesia (APRDI), Mauldy Rauf Makmur angkat bicara. Dengan tegas dirinya mengatakan, kasus BPJS Ketenagakerjaan dengan Jiwasraya dan Asabri sangat berbeda. Jiwasraya dan Asabri melanggar dalam pengelolaan reksadana.
Advertisement
Tak hanya itu, lanjut Mauldy, saham (Jiwasraya dan Asabri red) juga diindikasikan diinvestasikan pada saham yang berfundamental tidak baik, sehingga pada saat ingin mencairkan sahamnya tidak bisa diuangkan atau dijual.
"Kalau BPJS Ketenagakerjaan sangat berbeda, karena BPJS Ketenagakerjaan tidak ada masalah dengan guaranteed return, tidak ada masalah juga dengan pelanggaran pengelolaan reksadana,” tegas Mauldy.
“Yang dimasalahkan dalam kasus BPJS Ketenagakerjaan itu Unrealized Loss (UL). Di pasar modal itu selalu ada Unrealized Loss. Saya tahu betul BPJS Ketenagakerjaan punya SOP yang baik dalam memilih Manager Investasi (MI) dan dalam memilih reksadana. SOP mereka jelas,” terang Mauldy.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Dipantau dan Punya Alat Ukur
Contoh, masih kata dia, MI yang ingin menjadi mitra BPJS Ketenagakerjaan tidak sembarangan, dari Asset Under Management (AUM)- nya saja sudah jelas dipilih.
Lalu produk reksadana mereka dipantau terus, mereka punya alat ukur atau rating sendiri, jika reksadananya kinerjanya buruk, secara periodik MI-nya bisa dipanggil dan dievaluasi.
Mauldy menyimpulkan, BPJS Ketenagakerjaan benar-benar prudent dalam melakukan investasi.
"Semua di pasar modal pasti kena UL, ketika kinerja indeks turun ya pasti kena UL, tapi kalau kinerja indeks naik lagi maka saham juga akan naik lagi. Kalau UL dipermasalahkan, ya tidak ada yang berinvestasi di pasar modal," tutupnya.
Advertisement